0

Tim Robot Poilteknik Batam Juara Umum

photo Andhika/ ANTARA

PANGKALPINANG--MI: Tim robot Politeknik Batam menjadi juara umum dalam Kontes Robot Indonesia (KRI) dan Kontes Robot Cerdas Indonesia (KRCI) Regional I Sumatra yang dilaksanakan di Pangkalpinang, 30 April-1 Mei 2010.

"Politeknik Batam menjuarai tiga kategori dari empat kategori yang dipertandingkan yaitu juara satu untuk KRCI berkaki pemadam api, KRCI beroda pemadaman api, dan KRCI pemain bola," kata Ketua robot 'Barelang IV' Politeknik Batam, David Abriman Simatupang.

Untuk KRCI berkaki pemadam api dimenangkan 'Barelang II', KRCI beroda pemadam api dimenangkan 'Barelang III', dan KRCI pemain bola dimenangkan 'Barelang IV'. Satu kategori lainnya dimenangkan robot ANTSP-U karya STMIK Potensi Utama Medan. "Kami sangat senang sekali berhasil menjadi juara umum untuk tiga kategori dalam KRI dan KRCI regional I Sumatra," ujarnya.

Menurut dia, Politeknik Batam melakukan persiapan sejak November 2009 dengan terus berlatih di bengkel kampus. "Kami terus mengerjakan robot secara bersama-sama selama enam bulan dan terus berlatih di bengkel kampus dengan biaya dari universitas," katanya.

Ketua tim robot 'Barelang II' Eko Rudiawan mengatakan, sudah melakukan persiapan yang matang untuk menghadapi KRI regional I Sumatra. "Kelebihan dari robot 'Barelang II' selalu stabil selama kontes berlangsung dan berhasil menjadi juara I," katanya.

Ia menambahkan, Tim robot berkaki Politeknik Batam sebelumnya juara I pada Kontes Robot Indonesia Regional I Sumatra pada 2009 di Riau. "Kami akan menyiapkan diri lebih baik lagi untuk menghadapi KRI dan KRCI tingkat Nasional pada Juli 2010 di Malang," ujarnya. (Ant/OL-04)

mediaindonesia


0

Teknologi Modifikasi Cuaca untuk Pengendalian Banjir

Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) melalui UPT Hujan Buatan mengampanyekan Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC) sebagai solusi pengendalian banjir kepada instansi-instansi terkait, termasuk pemerintah daerah. Beberapa waktu lalu, tim UPT Hujan Buatan mengadakan presentasi di hadapan Pemprov Jawa Barat.

“Mencermati banjir di DAS Citarum beberapa waktu lalu yang sangat masif, sampai ke Kerawang dan mengakibatkan kerugian yang begitu besar, kami coba memperkenalkan kepada Pemprov Jawa Barat bahwa TMC bisa digunakan untuk pengendalian banjir,” terang Dr. Tri Handoko Seto, Meteorologist pada UPT Hujan Buatan-BPPT

Dalam upaya pengendalian banjir, jelas Seto, modifikasi cuaca yang dilakukan adalah menyegerakan awan yang tumbuh di laut menjadi hujan sebelum awan tersebut bergabung dengan awan darat.

Menurutnya, secara teknologi hal tersebut memungkinkan, yakni dengan menggunakan bahan semai berukuran 30 hingga 100 mikron. “Bahan semai yang biasa digunakan untuk modifikasi cuaca untuk atasi kekeringan adalah untuk membuat hujan turun lebih cepat dan dan lebih banyak. Pada upaya pengendalian banjir, yang kita gunakan hanya yang untuk membuat hujan turun lebih cepat. Karena itu bahan semai yang digunakan 30 sampai 100 mikron,” terang Seto.

Menurutnya, TMC untuk pengendalian banjir telah dikenalkan UPT Hujan Buatan sejak 2007. Saat itu Tim UPT Hujan Buatan melakukan presentasi di hadapan Pemprov DKI Jakarta, terkait prediksi bahwa di Jakarta pada 2007 akan mengalami banjir lebih besar ketimbang tahun-tahun sebelumnya. “Namun saat itu, Pemprov DKI Jakarta belum bersedia menerapkannya,” kata Seto.

Untuk pelaksanaannya, UPT Hujan Buatan didukung oleh satu unit mobile radar untuk memantau perkembangan awan dan pesawat CASA 212 seri 200 untuk menebar bahan semai.

“Untuk kasus Jakarta, begitu terpantau oleh radar ada pertumbuhan awan di pantai utara Jawa, langsung kita sebar bahan semai agar awan segera menjadi hujan, dan tak sempat bergabung dengan awan darat,” jelas Seto.

Untuk Jawa Barat, pemantauan dilakukan di dua sisi, yakni di utara dan selatan. “Memang agak lebih sulit. Di Jawa Barat,pemantauan awan selain menggunakan mobile radar, juga perlu didukung dengan stationary radar yang ada di Puspitek Serpong,” kata Seto seraya menambahkan, kedua radar itu mampu mengkover pemantauan awan di uatar dan selatan Jawa Barat.

Barat bahwa TMC bisa digunakan untuk pengendalian banjir,” terang Dr. Tri Handoko Seto, Meteorologist pada UPT Hujan Buatan-BPPT

Dalam upaya pengendalian banjir, jelas Seto, modifikasi cuaca yang dilakukan adalah menyegerakan awan yang tumbuh di laut menjadi hujan sebelum awan tersebut bergabung dengan awan darat.

Menurutnya, secara teknologi hal tersebut memungkinkan, yakni dengan menggunakan bahan semai berukuran 30 hingga 100 mikron. “Bahan semai yang biasa digunakan untuk modifikasi cuaca untuk atasi kekeringan adalah untuk membuat hujan turun lebih cepat dan dan lebih banyak. Pada upaya pengendalian banjir, yang kita gunakan hanya yang untuk membuat hujan turun lebih cepat. Karena itu bahan semai yang digunakan 30 sampai 100 mikron,” terang Seto.

Menurutnya, TMC untuk pengendalian banjir telah dikenalkan UPT Hujan Buatan sejak 2007. Saat itu Tim UPT Hujan Buatan melakukan presentasi di hadapan Pemprov DKI Jakarta, terkait prediksi bahwa di Jakarta pada 2007 akan mengalami banjir lebih besar ketimbang tahun-tahun sebelumnya. “Namun saat itu, Pemprov DKI Jakarta belum bersedia menerapkannya,” kata Seto.

Untuk pelaksanaannya, UPT Hujan Buatan didukung oleh satu unit mobile radar untuk memantau perkembangan awan dan pesawat CASA 212 seri 200 untuk menebar bahan semai.

“Untuk kasus Jakarta, begitu terpantau oleh radar ada pertumbuhan awan di pantai utara Jawa, langsung kita sebar bahan semai agar awan segera menjadi hujan, dan tak sempat bergabung dengan awan darat,” jelas Seto.

Untuk Jawa Barat, pemantauan dilakukan di dua sisi, yakni di utara dan selatan. “Memang agak lebih sulit. Di Jawa Barat,pemantauan awan selain menggunakan mobile radar, juga perlu didukung dengan stationary radar yang ada di Puspitek Serpong,” kata Seto seraya menambahkan, kedua radar itu mampu mengkover pemantauan awan di uatar dan selatan Jawa Barat.

technologyindonesia

0

AAL Ciptakan Sistem Kontrol Meriam dan Sonar

Sonar Lopas 8300 (photo: neotek)

Surabaya - Para kadet Akademi Angkatan Laut (AAL) menciptakan sistem kontrol meriam 57 mm SU-60 dan Sonar Lopas 8300.

"Ini merupakan bagian dari upaya kami menggiatkan inovasi dan kreativitas para kadet dalam melengkapi dan modernisasi persenjataan TNI-AL," kata Gubernur AAL, Laksamana Pertama TNI Bambang Suwarto di Surabaya, Rabu.

Ia mengucapkan terima kasih kepada anak didiknya yang yang mampu menciptakan sistem persenjataan modern itu.

Kadet AAL yang berhasil menciptakan sistem kontrol meriam 57 mm SU-60 adalah SMDK (E) Michael Kaseke, SMDK (E) Yoga Prihantoro, SMDK (E) Siswanto Bennie, SMDK (E) Teguh Ulin, dan SKD (E) M Zulkhaidar dibawah dosen pembimbing Mayor Laut (E) A. Sardjono dan Mayor Laut (ES) Oman Ukirman.

Mereka mampu memodifikasi meriam 57 MM/S-60 buatan Rusia tahun 1964 sehingga menjadi sebuah meriam yang beroperasi dengan bantuan komputer.

Meriam 57MM/S-60 itu berfungsi sebagai alat instruksi bagi kadet AAL dan menjadi wahana efektif serta efisien untuk melatih kemampuan teknik sistem pemograman dan pengendalian bagi kadet Korps Eletronika AAL.

Parameter pengoperasian yang dilakukan awak menggunakan "joystick" sebagai pengendali, sedangkan sistem mekanikal peralatan meriam 57 mm itu tidak dilakukan modifikasi, hanya diperbaiki untuk tetap mempertahankan kinerja meriam tersebut.

Beberapa kadet lain, yakni SMDK (E) Susilo N. Dony A, SMDK (E) Tony Arkayudha P, SMDK (E) Kirono Yakti Asmoro, SMDK (E) Ghanosa Adityawarman, dan SMDK (E) Aditya Pradhana Purcha dibawah bimbingan Mayor Laut (ES) Oman Ukirman dan Kapten Laut (E) Nanang Sugiyantoro juga berhasil menciptakan "Panoramic Passive Sonar" dengan menggunakan metode "Software Imaging".

"Ini murni menggunakan piranti lunak secara utuh tanpa menggunakan piranti keras lain, seperti "hydrophone" dan "preamplifier" yang ada di kapal," kata Kepala Departemen Elektronika AAL Kolonel Laut (E) Endarto Pantja Irianto.

Ia menjelaskan, pengoperasian sonar tersebut tidak hanya untuk kapal selam, melainkan juga untuk kapal-kapal permukaan yang memiliki kemampuan tempur di bawah air.

Antara

0

Teknologi 4G Mulai Diujicoba di Indonesia

Dua operator seluler yaitu PT Indosat Tbk dan PT XL Axiata Tbk mulai mengembangkan evolusi teknologi GSM untuk menyambut datangnya era 4G. Awal pekan ini (26/4) Indosat mulai mengomersialisasikan teknologi Dual Carrier High Speed Acess plus (DC HSPA+) dengan kecepatan hingga 42 Mbps di beberapa titik di Jakarta. Sementara XL dengan menggandeng Ericsson akan menggelar kajian terhadap implementasi LTE (long term evolution) di Indonesia.

Presiden Direktur XL Axiata Hasnul Suhaimi mengatakan, kajian tersebut akan mempelajari semua aspek baik dari sisi teknis, regulasi, dukungan handset hingga kesiapan konten dan menilai kelayakannya apakah dapat lamgsung diserap pasar saat diluncurkan. Hasnul mengatakan pihaknya tidak ingin implementasi LTE senasib 3G yang tidak segera diserap karena pasar belum siap. Kajian akan dilakukan selama tiga hingga enam bulan. Ericsson akan menyediakan perangkat LTE dari sisi core hingga radio access untuk kajian secara teknis.

Untuk melakukan uji coba LTE ini kedua belah pihak masih akan menunggu proses perijinan dari pemerintah. Uji coba ini rencananya akan diadakan pada semester kedua tahun ini.

Telkomsel nampaknya juga lebih memilih menerapkan teknologi LTE ketimbang Wimax. karena LTE bisa memanfaatkan sebagian komponen jaringan 3 G dan HSDPA yang sudah ada, berbeda dengan WiMAX yang harus membangun infrastruktur yang baru dari radio sampai core.

Banyaknya operator GSM di Indonesia yang berencana mengimplementasi LTE karena LTE dianggap lebih mudah dibandingkan Wimax yang membutuhkan perubahan besar-besaran pada infrastruktur operator GSM. Sehingga dari segi investasi LTE tiga kali lebih murah.

LTE merupakan pengembangan dari teknologi 3G dengan nama R-8 (Release-8) yang lebih difokuskan ke arah kecepatan data transfer yang lebih tinggi dibandingkan dengan 3.5 G (HSPA+). Maksimum kecepatan downlink bisa mencapai 100 Mbps, sementara kecepatan uplink mencapai 50 Mbps.

Dengan LTE, pengguna dapat mengunduh dan mengunggah video beresolusi tinggi, mengakses e-mail dengan lampiran besar, serta dapat melakukan video conference setiap saat. Kemampuan LTE lainnya adalah untuk mengoperasikan fitur Multimedia Broadcast Multicast Service (MBMS), yang sebanding dengan DVB-H dan WiMAX. LTE dapat beroperasi pada salah satu spektrum yang termasuk standar IMT-2000 (450, 850, 900, 1800, 1900, 2100 MHz) ataupun pada spektrum baru seperti 700 MHz dan 2,5 GHz.

Namun begitu, Kepala Bagian Umum dan Humas Ditjen Postel, Departemen Komunikasi dan Informasi Gatot S Dewa Broto mengatakan teknologi LTE belum dapat diaplikasi di Indonesia dalam waktu dekat karena payung hukumnya masih sangat lemah. Dikatakan, LTE membutuhkan konvergensi tinggi, sementara Undang- Undang (UU) Telekomunikasi belum mengatur soal itu secara gamblang.

Sebagai langkah awal dukungan pemerintah terhadap pemanfaatan LTE, tambah Gatot, Ditjen Postel akan membahas RUU Konvergensi. Pembahasan RUU ini termasuk program 100 hari Menteri Komunikasi dan Informasi. Namun diakuinya, RUU ini belum masuk dalam Program Legislasi Nasional 2010.

Selain payung hukum, ada satu masalah lagi yakni belum siapnya industri dalam negeri untuk mendukung LTE. Karenanya, Gatot memperkirakan teknologi LTE baru dapat beroperasi secara komersial sekitar 2-3 tahun lagi. (dra/dari berbagai sumber)

technologyindonesia

0

PTDI Siapkan Investasi Rp 248 Miliar di 2010

Pesawat amfibi Dornier Seastar (photo grzimek)
Jakarta - PT Dirgantara Indonesia (PTDI) memperkirakan investasi di tahun 2010 sebesar Rp 248 miliar. Ini terbagi menjadi dua, existing business sebesar Rp 87 miliar dan New Product Development, Rp 161 miliar.

Demikian disampaikan Direktur Utama PTDI Budisantoso dalam RDP dengan Komisi VI DPR-RI di Gedung MPR/DPR, Senayan, Jakarta, Selasa (4/5/2010).

Ia menambahkan, investasi yang telah ada dalam pipeline tersebut terdiri dari penggantian dan revitalisasi fasilitas jangka pendek, pengembangan bisnis perawatan pesawat. Selain itu dana sebesar ini juga diperuntukan sebagai biaya pengembangan pesawat CN 235 NG (Next Generation) dan N219 dan Amphibi Sea Star.

Sementara, realisasi penjualan di luar negeri untuk tahun 2009 mencapai Rp 443 miliar. Sedangkan domestik mencapai Rp 68 miliar, hingga total penjualan mencapai Rp 511 miliar. Penjualan perseroan tercatat menurun dibanding periode tahun 2008, yaitu Rp 557 miliar. Ini terdiri dari luar negeri Rp 352 miliar dan domestik Rp 206 miliar.

"Kita kan dapat kontrak life time dari Air Bus berupa suku cadang dan sayap, kita pasang disana," kata Direktur Keuangan PTDI Herwana Hadimulya.

Untuk kontrak carry over 2009 tercatat mencapai Rp 1,658 triliun. Terjadi penambahan sekitar Rp 798 miliar di tahun yang sama. Posisi hutang PTDI tahun lalu sendiri tercatat Rp 2,590 triliun dengan ekuitas yang tercatat di neraca mencapai negatif Rp 295 miliar, hingga posisi aktiva perseroan mencapai Rp 2,295 triliun.(wep/ang)

detikfinance
0

PT DI Tawarkan Pesawat ke Daerah

Pesawat N-219 (photo Aries)
MANADO, KOMPAS.com - PT Dirgantara Indonesia (PT.DI) menawarkan pesawat terbang nasional jenis N219 kepada pemerintah Provinsi Sulawesi Utara untuk memperlancar perhubungan ke daerah terpencil.

Direktur Teknologi dan Pengembangan PT.DI Andi Alisjabana di Manado, Senin (26/4/2010), mengatakan, pesawat jenis ini cocok untuk Sulut karena dirancang khusus untuk penerbangan jarak pendek dan bisa mendarat pada landasan tak beraspal di wilayah pegunungan.

"N219 dapat menggantikan pesawat Twin Otter yang sudah tua dan tidak diproduksi lagi," kata Andi pada sosialisasi fasilitasi pengembangan dan promosi investasi Far 23 (Program N219).

Harga pesawat ini hanya 3,8 juta dollar AS (sekitar Rp 35 miliar), dapat mengangkut penumpang 19 orang dan masih memungkinkan dibiayai dari dana pemerintah daerah.

Analisis operasi pesawat N219 di Sulut untuk rute Manado-Naha berjarak 256 kilometer (km) jarak tempuh satu jam, dengan perkiraan penumpang 80 persen (15 orang), maka dapat dioperasikan dengan harga tiket Rp 650.000 per penumpang.

"Tiket seharga Rp 650.000 per penumpang dan LF 80 persen dapat diperoleh keuntungan sekitar 1.086 dollar AS per trip (sekali terbang)," kata Andi.

Sedangkan untuk Manado-Melonguane (360 km), jarak tempuh 1,25 jam, harga tiket Rp 750.000 per penumpang, jumlah penumpang 15 dapat diperoleh keuntungan 1.253 dollar AS per sekali jalan.

"Total pendapatan 4.677 dollar AS dikurangi biaya operai 4.514 dollar AS, maka diperoleh keuntungan 163 dollar AS per tahun atau 16.316 dollar AS per bulan. Jumlah tersebut cukup menguntungkan bagi Sulut," kata Andi.

Karakteristik pesawat N219 diantaranya, bermesin ganda masing-masing 850 SHP, disertifikasi pada ketegori CASR 23 (commuter category), biaya operasi dan pemeliharaan yang rendah, berkemampuan high and hot airfield capability, sederhana dan mudah pemeliharaannya.

"Pesawat ini belum diproduksi, harus ada permintaan sekitar 30 pesawat baru bisa dibuat, dan merupakan peluang bagi pemerintah daerah," kata Andi dan menambahkan, kepemilikan pesawat oleh pemerintah daerah dimungkinkan karena ada aturan untuk itu.

Kompas