Ada kabar menarik dari Serpong, Tangerang. Presiden Soesilo Bambang Yudhoyono (SBY) menerima utusan Amerika Serikat Bruce Albert terkait kerjasama di bidang iptek. Dalam hal ini, pemerintah Amerika Serikat menawarkan pembentukan program perwakilan ilmiah (Science Envoys) yang memfokuskan pengembangan sumber-sumber energi terbarukan, adaptasi perubahan iklim, penanggulangan penyakit menular dan peningkatan pendidikan bidang iptek dan matematika.
Penawaran ini mengemuka sebagai tindak lanjut komitmen dari Amerika Serikat atas keberpihakannya terhadap dunia Islam. Dalam pidato yang bertajuk “New Beginning” di Kairo, Mesir, 4 Juni 2009, Presiden Amerika Serikat Barack Obama mengungkapkan keinginan negaranya menjalin kerja sama lebih erat dengan negara-negara muslim di dunia. Termasuk menjalin kembali hubungan bilateral bersama Indonesia sebagai negara berpenduduk mayoritas Islam terbesar di dunia.
Menarik? Pemerintah Amerika Serikat menjatuhkan pilihan berinvestasi pada ilmu pengetahuan dan teknologi di Indonesia, dengan pemahaman bahwa pengetahuan dan inovasi akan menjadi dasar kemakmuran ekonomi di berbagai negara era abad 21.
AS memprioritaskan Indonesia lantaran sebelumnya kedua negara tersebut pernah menjalin kerja sama di bidang iptek. Hampir 17 tahun lalu (1992), Prof Dr BJ Habibie yang saat itu menjabat Menegristek menandatangani kerja sama riset di bidang iptek dengan AS. Rentang waktu cukup lama, memang bagi Indonesia untuk ”belajar kembali” dari negara adidaya tersebut.
Dalam pertemuan di gedung AIPI Puspitek Serpong Tangerang tersebut, mantan Menegristek Prof. Dr BJ Habibie dan kalangan petinggi AIPI hadir mendampingi Presiden SBY. Di hadapan para pakar iptek tersebut, Presiden SBY juga menjanjikan akan meningkatkan anggaran riset penelitian mulai 2010 menjadi Rp 1,9 triliun. Sebelumnya anggaran untuk pengembangan riset dan teknologi dalam rentang 2004-2009 tidak bergeser dari angka Rp 1 triliun/tahun.
Komite Sistem Inovasi Nasional
Untuk meningkatkan pengembangan iptek di dalam negeri, Presiden SBY menegaskan secepatnya membentuk Komite Sistem Inovasi Nasional. Komite ini akan bekerja dan bertanggung jawab langsung kepada Presiden. ”Penguasaan iptek saat ini kian berperan menentukan dalam mendorong pertumbuhan ekonomi dan daya saing bangsa. Penguasaan teknologi merupakan kerja terencana dan berkesinambungan yang membutuhkan perubahan pola pikir, investasi, insentif, dukungan kebijakan pemerintah, serta kolaborasi,” papar Presiden.
Menanggapi kenaikan anggaran ristek, mantan Menegristek yang juga mantan Presiden RI ke 3, Prof Dr BJ Habibie menegaskan sudah semestinya anggaran iptek ditingkatkan untuk meningkatkan produktivitas dan daya saing SDM. ”Anggaran tersebut dibutuhkan untuk menciptakan teknologi tepat guna bagi pasar domestik dan pasar Internasional. Teknologi yang mampu memproduksi barang sesuai jadwal, berkualitas tinggi dengan harga bersaing.”
Kendati demikian, mengingat keterbatasan anggaran dan prasarana pengembangan iptek, serta kendala tersedianya peneliti, lanjut Habibie, di masa depan pengembangan teknologi tepat guna (appropriate technology) dapat dilakukan dengan bekerjasama dengan mitra asing.
Habibie juga menyinggung peran Badan Standardisasi Nasional (BSN) yang perlu lebih difungsikan dan disempurnakan dalam rangka meningkatkan produk yang berorientasi pada pasar domestik serta arus perdagangan bilateral dan multilateral. Termasuk, perhatian khusus terhadap Sistem Inovasi Nasional (SINAS). ”Untuk itu, perlu dibuat undang-undang yang menunjang DSN dan SINAS berdasarkan konsensus nasional,” ujarnya.
Disisi lain, lanjut Habibie, implementasi riset dan teknologi serta faktor penyediaan lapangan kerja, juga perlu mendapat perhatian lebih serius dan rinci. ”Prasarana dan lembaga riset dan teknologi milik pemerintah, BUMN, BUMNS perlu mendapat perhatian. Demikian pula penyediaan lapangan kerja melalui pembinaan usaha miko, kecil, menengah dank operasi diperhatikan dan dibina pula,” paparnya.
Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia (AIPI) yang pendiriannya diprakarsai BJ Habibie, pada 1960 , diharapkan pula dapat memberikan pendapat, saran, dan pertimbangan atas prakarsa sendiri atau permintaan, mengenai penguasaaan, pengembangan, dan pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi kepada Pemerintah serta masyarakat untuk mencapai tujuan Nasional. AIPI merupakan anggota dari InterAcademy Council yaitu suatu badan internasional yang merupakan kumpulan dari akademi ilmu pengetahuan seluruh dunia, seperti US Nasional Academy of Sciences, Chinese Academy of Sciences, Royal Netherlands Academy of Arts and Sciences (KNAW). Hasil kajian dari AIPI biasanya akan dibahas bersama dengan Dewan Riset Nasional untuk membantu merumuskan kebijakan riset yang kemudian direkomendasikan ke Presiden. *** Ap/L
• technologyindonesia
0 comments:
Post a Comment