Dalam salah satu alinea RPJM ke-3 (2015-2019), disebutkan terpenuhinya pasokan tenaga listrik yang handal dan efisien sesuai kebutuhan sehingga elektrifikasi rumah tangga dan pedesaan dapat tercapai, serta mulai dimanfaatkannya tenaga nuklir untuk pembangkit listrik dengan mempertimbangkan factor keselamatan secara ketat.
Menurut Kepala Badan Tenaga Atom Nasional Hudi Hastowo, jika mengacu pada UU tersebut, PLTN dapat dioperasionalisasikan sekitar 2016. “Persiapan pembangunannya semestinya dilakukan sejak 2003,” imbuh saat bertemu pers Jumat lalu (30/4).
Namun, hingga kini realisasinya masih terganjal banyak kendala. Demo sebagian masyarakat yang lantang menyuarakan penolakan PLTN masih kerap terdengar. Terutama masyarakat di sekitar Semenanjung Muria, Jawa Tengah, dimana Batan menyatakan lokasi tersebut layak dibangun PLTN.
Sementara dari sisi kebijakan, pemerintah hingga kini belum membentuk lembaga pemberi izin pembangunan PLTN. “Secara teknis, Batan sudah melakukan kewajiban, tinggal menunggu arah kebijakan tentang PLTN di Indonesia,” ujar Hudi.
Hudi memperkirakan target pembangunan PLTN akan bergeser sekitar 2018-2020. “Target 2016 tidak mungkin dilaksanakan, karena belum terbentuk lembaganya,” ujarnya.
Menurut Hudi, ketersediaan pasokan energi jangka panjang merupakan hal yang krusial bagi seluruh negara. Dan, lanjut dia, PLTN memegang peranan penting bagi ketersediaan energi jangka panjang. “PLTN memiliki bargaining politik sangat kuat. Jika hanya mengandalkan energi terbarukan lainnya akan sangat terbatas,” ujarnya.
• technologyindonesia
0 comments:
Post a Comment