Jakarta : Indonesia menjadi negara pertama di Asia yang mendapat kunjungan Prof. Dr. Bruce Alberts, utusan khusus Presiden Amerika Serikat Barack Obama. Kedatangan ilmuwan dari The National Academy of Sciences tersebut untuk menjajaki kerjasama bidang ilmu pengetahuan dan teknolologi.
Selama di Indonesia, Prof. Dr. Bruce Alberts akan melakukan kunjungan ke berbagai lembaga penelitian. Lembaga Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (LIPI) menjadi institusi pertama yang didatanginya.
Pertemuan Bruce Alberts dengan kalangan peneliti diselenggarakan dalam sesi Roundtable Discussion yang dipimpin langsung Ketua LIPI Prof Umar Jenie di Cibinong Science Cente, Selasa (11/5).
Beberapa masalah dibahas, diantaranya kerjasama penelitian serta peneliti muda Indonesia dan Amerika Serikat. “Kami ingin mengumpulkan peneliti muda yang berumur kurang dari 40-45 tahun untuk kerjasama penelitian antara Indonesia dan US,” ujar Bruce Albert, didampingi Jason Rao, Senior Policy Advisor Office of Science and Technology US. Namun, lanjut dia, kerjasama penelitian harus didukung dengan kemudahan peneliti Amerika Serikat untuk mendapatkan izin penelitian di Indonesia.
Masalah lain yang dibahas mengenai rekayasa genetika untuk pangan. Bruce menilai hal itu dapat memenuhi kebutuhan pangan di negara-negara berkembang.
Bruce Albert juga menyampaikan, pihaknya akan membantu menjembatani penyerapan hasil-hasil teknologi Indonesia pada industri di luar negeri.
Ketua LIPI Prof. Dr Umar Jenie mengatakan kedatangan Bruce Albert sebagai langkah lanjut setelah penandatanganan New Science and Technology Agreement antara Indonesia dan Amerika Serikat, Maret 2010. “Perjanjian tersebut merupakan payung kerjasama dan berlaku hingga 5 tahun dan diperpanjang hingga 5 tahun berikutnya, yang meliputi sejumlah bidang iptek,” ujarnya.
Dalam hal ini, lanjut Umar, LIPI akan mempriotaskan beberapa bidang, diantaranya biodiversity, geologi, kelautan, nano teknologi dan lain sebagainya.
Umar menambahkan, dalam kerjasama antara Indonesia dan AS juga sudah disepakati mengenai MTA (Material Transfer Agrrement). Sedangkan, mengenai rekayasa genetika bidang pangan, lanjut dia, saat ini LIPI sudah menghasilkan beberapa penemuan skala laboratorium.” Namun, untuk penelitian skala lebih luas, belum ada keputusan mengenai keamanan hayati dari Kementerian Lingkungan Hidup,” ujarnya.
Mengenai izin peneliti asing di Indonesia, Teguh Rahardjo, Deputi Bidang Riptek Kementerian Riset dan Teknologi menjawab selama ini KRT selalu mendukung penelitian yang dilakukan peneliti asing di Indonesia. “Terpenting akan kerangka kerjasama yang jelas,” katanya.
Teguh menambahkan, rata-rata sekitar 80 peneliti AS pertahun mendapatkan izin melakukan penelitian di Indonesia. “Jumlah tersebut dari sekitar 400 permohonan per tahun. Sementara, peneliti Indonesia masih kesulitan mendapatkan izin penelitian di AS. Namun, untuk tugas belajar tercatat sekitar 7000 orang Indonesia di sana,” ujarnya. (Lea)
• technologyindonesia
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 comments:
Post a Comment