Jakarta | PT Pertamina bekerja sama dengan pengelola tempat pembuangan sampah Bantargebang, Bekasi untuk mengolah gunungan sampah menjadi listrik. Proyek Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTS) ini melibatkan pula PT PLN, serta dua perusahaan asing yaitu General Electric dan Solena Energi yang menyediakan teknologi mengubah biomasa menjadi listrik.
Direktur Utama Pertamina Galaila Karen Agustiawan menyatakan proyek ini penting bagi mereka lantaran fokus perusahaan pelat merah itu ingin fokus menjadi penyedia energi, tidak lagi hanya menjual minyak. Selain itu, mengolah sampah menjadi energi biomasa dapat membantu persoalan nasional, khususnya DKI Jakarta.
"Sampah ini problem nasional, sekalian mengurangi masalah sampah sekaligus mengurai kebutuhan energi terbarukan nasional. Ini perwujudan visi kita dari oil and gas company menjadi energy based," ujarnya dalam penandatanganan Joint Agreement di Kuningan, Jakarta, Jumat (1/3).
Karena masih berupa rencana kerja sama, perhitungan teknis dan bisnis dari operasionalisasi pengolahan sampah ini belum selesai dilakukan. Pertamina dan PLN sampai beberapa bulan ke depan akan menghitung berapa biaya produksi dan harga jual nantinya jika proyek ini terlaksana.
Karen hanya bersedia mengungkap butuh kira-kita USD 285 juta untuk merampungkan instalasi PLTS tersebut. Dia pun menargetkan tiga tahun lagi, proyek Bantargebang ini sukses menghasilkan listrik.
"Pembahasan kontrak dengan PLN diharapkan 8 sampai 12 bulan, paling lambat 2014 sudah ada joint venture. Nanti baru bisa disampaikan berapa listrik PLTS ini dijual (ke publik). Kalau 2014 konstruksi, 2016 sudah mulai aktif listrik," ungkapnya.
Jika sukses, PLTS Bantargebang ini bakal mengolah 2.000 ton sampah di lokasi pembuangan akhir yang melayani Jakarta itu. Pertamina telah menggandeng PT Godang Jaya selaku pengelola TPS terpadu itu untuk memasok sampah secara berkala buat kebutuhan pembangkit ini. Dari pengolahan memakai sistem uap, bisa dihasilkan listrik bertenaga 138 MegaWatt (MW).
"Sebetulnya yang diproduksi 138 MW, tapi rencananya yang dijual 120 MW, 18 yang sisa non-used," kata Karen.
Ke depan, Pertamina berencana mengincar proyek pengelolaan sampah serupa. Namun lokasi persis dan mitranya belum dapat diungkap.
"Untuk sampah (diubah jadi listrik) ada target berikutnya di Sulawesi tapi kita lihat dulu hasilnya Bantargebang ini nanti 2016," cetus Karen.(mdk/rin)
Pertamina dan Godang Tua Jaya Sepakat Olah Sampah Jakarta
Direktur Utama Pertamina Galaila Karen Agustiawan menyatakan proyek ini penting bagi mereka lantaran fokus perusahaan pelat merah itu ingin fokus menjadi penyedia energi, tidak lagi hanya menjual minyak. Selain itu, mengolah sampah menjadi energi biomasa dapat membantu persoalan nasional, khususnya DKI Jakarta.
"Sampah ini problem nasional, sekalian mengurangi masalah sampah sekaligus mengurai kebutuhan energi terbarukan nasional. Ini perwujudan visi kita dari oil and gas company menjadi energy based," ujarnya dalam penandatanganan Joint Agreement di Kuningan, Jakarta, Jumat (1/3).
Karena masih berupa rencana kerja sama, perhitungan teknis dan bisnis dari operasionalisasi pengolahan sampah ini belum selesai dilakukan. Pertamina dan PLN sampai beberapa bulan ke depan akan menghitung berapa biaya produksi dan harga jual nantinya jika proyek ini terlaksana.
Karen hanya bersedia mengungkap butuh kira-kita USD 285 juta untuk merampungkan instalasi PLTS tersebut. Dia pun menargetkan tiga tahun lagi, proyek Bantargebang ini sukses menghasilkan listrik.
"Pembahasan kontrak dengan PLN diharapkan 8 sampai 12 bulan, paling lambat 2014 sudah ada joint venture. Nanti baru bisa disampaikan berapa listrik PLTS ini dijual (ke publik). Kalau 2014 konstruksi, 2016 sudah mulai aktif listrik," ungkapnya.
Jika sukses, PLTS Bantargebang ini bakal mengolah 2.000 ton sampah di lokasi pembuangan akhir yang melayani Jakarta itu. Pertamina telah menggandeng PT Godang Jaya selaku pengelola TPS terpadu itu untuk memasok sampah secara berkala buat kebutuhan pembangkit ini. Dari pengolahan memakai sistem uap, bisa dihasilkan listrik bertenaga 138 MegaWatt (MW).
"Sebetulnya yang diproduksi 138 MW, tapi rencananya yang dijual 120 MW, 18 yang sisa non-used," kata Karen.
Ke depan, Pertamina berencana mengincar proyek pengelolaan sampah serupa. Namun lokasi persis dan mitranya belum dapat diungkap.
"Untuk sampah (diubah jadi listrik) ada target berikutnya di Sulawesi tapi kita lihat dulu hasilnya Bantargebang ini nanti 2016," cetus Karen.(mdk/rin)
Pertamina dan Godang Tua Jaya Sepakat Olah Sampah Jakarta
PT Pertamina dan PT Godang Tua Jaya menetapkan Solena Fuels Corporation sebagai mitra penyedia teknologi dalam proyek Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSA) di Tempat Pembuangan Sampah Terpadu (TPST) Bantargebang, Bekasi, Jawa Barat, dengan kapasitas sekitar 138 Megawatt.
Kesepakatan itu ditandai dengan penandatanganan Joint Development Agreement (JDA) antara Direktur Gas Pertamina Hari Karyuliarto, Executive Vice President Solena Yves Bannel, dan Direktur Utama PT Godang Tua Jaya Rekson Sitorus, yang disaksikan oleh Direktur Utama Pertamina Karen Agustiawan.
Direktur Utama PT Godang Tua Jaya, Rekson Sitorus mengatakan, penandatanganan JDA merupakan tindak lanjut dari kesepakatan awal antara Pertamina dan Godang Tua Jaya pada 8 Oktober 2012. Dia menjelaskan bahwa PT Godang dipercaya Pemerintah Provinsi DKI Jakarta untuk mengelola TPST Bantargebang dengan sampah sekitar 5.500 hingga 6.000 ton per hari dari lima wilayah Jakarta. Sementara fasilitas teknologi yang dikembangkan saat ini hanya mampu mengolah sebanyak 2.000 ton sampah yang menghasilkan listrik 10 megawatt, pupuk organik, serta bijih plastik. Sehingga, masih ada sekitar 3.500 ton sampah yang belum diolah.
"Rencana kerja sama dengan Pertamina untuk mengolah sampah sekitar 2.000 ton. Kami masih cari investor lain untuk olah sisa sampah sekitar 1.500-2.000 ton," kata Godang di Jakarta, Jumat (1/3).
Dirut Pertamina Karen mengatakan bahwa pihaknya secara bertahap mengembangkan sumber daya energi baru dan terbarukan seperti halnya pembangunan yang telah dilakukan di sektor panas bumi dan pengembangan bio-energi berbasis sampah kota. Hal ini sejalan dengan target pemerintah mengenai porsi pemanfaatan energi baru dan terbarukan, di mana pada 2025 diharapkan pemanfaatan energi baru dan terbarukan akan meningkat porsinya menjadi 25 persen.
Karen menjelaskan, fokus dari kerja sama ini adalah membuat detil studi kelayakan untuk pemanfaatan sampah kota menjadi energi dengan teknologi terbaru berupa plasma gasifikasi yang diyakini mampu membangkitkan listrik setara 138 MW dengan input sampah 2000 ton per hari. Kapasitas listrik sebesar 120 MW akan dijual kepada PLN, dan 18 MW sisanya digunakan untuk kepentingan sendiri (on use).
"Hal ini akan menjadi salah satu terobosan teknologi yang bisa memecahkan permasalahan sampah dan sekaligus sebagai jawaban atas krisis energi yang terjadi belakangan ini," ujarnya.
Pembangkit listrik tenaga sampah ini, lanjut Karen akan memerlukan investasi sekitar US$ 300 juta dan mulai memproduksi listrik pada 2015.
Kesepakatan itu ditandai dengan penandatanganan Joint Development Agreement (JDA) antara Direktur Gas Pertamina Hari Karyuliarto, Executive Vice President Solena Yves Bannel, dan Direktur Utama PT Godang Tua Jaya Rekson Sitorus, yang disaksikan oleh Direktur Utama Pertamina Karen Agustiawan.
Direktur Utama PT Godang Tua Jaya, Rekson Sitorus mengatakan, penandatanganan JDA merupakan tindak lanjut dari kesepakatan awal antara Pertamina dan Godang Tua Jaya pada 8 Oktober 2012. Dia menjelaskan bahwa PT Godang dipercaya Pemerintah Provinsi DKI Jakarta untuk mengelola TPST Bantargebang dengan sampah sekitar 5.500 hingga 6.000 ton per hari dari lima wilayah Jakarta. Sementara fasilitas teknologi yang dikembangkan saat ini hanya mampu mengolah sebanyak 2.000 ton sampah yang menghasilkan listrik 10 megawatt, pupuk organik, serta bijih plastik. Sehingga, masih ada sekitar 3.500 ton sampah yang belum diolah.
"Rencana kerja sama dengan Pertamina untuk mengolah sampah sekitar 2.000 ton. Kami masih cari investor lain untuk olah sisa sampah sekitar 1.500-2.000 ton," kata Godang di Jakarta, Jumat (1/3).
Dirut Pertamina Karen mengatakan bahwa pihaknya secara bertahap mengembangkan sumber daya energi baru dan terbarukan seperti halnya pembangunan yang telah dilakukan di sektor panas bumi dan pengembangan bio-energi berbasis sampah kota. Hal ini sejalan dengan target pemerintah mengenai porsi pemanfaatan energi baru dan terbarukan, di mana pada 2025 diharapkan pemanfaatan energi baru dan terbarukan akan meningkat porsinya menjadi 25 persen.
Karen menjelaskan, fokus dari kerja sama ini adalah membuat detil studi kelayakan untuk pemanfaatan sampah kota menjadi energi dengan teknologi terbaru berupa plasma gasifikasi yang diyakini mampu membangkitkan listrik setara 138 MW dengan input sampah 2000 ton per hari. Kapasitas listrik sebesar 120 MW akan dijual kepada PLN, dan 18 MW sisanya digunakan untuk kepentingan sendiri (on use).
"Hal ini akan menjadi salah satu terobosan teknologi yang bisa memecahkan permasalahan sampah dan sekaligus sebagai jawaban atas krisis energi yang terjadi belakangan ini," ujarnya.
Pembangkit listrik tenaga sampah ini, lanjut Karen akan memerlukan investasi sekitar US$ 300 juta dan mulai memproduksi listrik pada 2015.
Proyek ini akan menggunakan teknologi pengolahan "biomass municipal solid waste to power" yang modern, efisien, dan ramah lingkungan. Solena Fuels Corporation merupakan penyedia tekonologi yang sudah terbukti dan memenuhi karakteristik sampah yang ada di Bantargebang dengan tingkat pemanfaatan sampah secara maksimal hingga mencapai "zero waste".
● Merdeka | Berita Satu
0 comments:
Post a Comment