VIVAnews - Indonesia ternyata juga memasok bahan baku tekstil untuk pakaian tentara NATO. Bahan baku tekstil tersebut berjenis anti infrared, yang dapat digunakan untuk menyamarkan panas tubuh di jarak tertentu.
Wakil Ketua Umum Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Ade Sudradjat menjelaskan, untuk jenis tekstil tersebut, Indonesia telah mengimpor ke Jerman senilai US$ 10 hingga 20 juta per tahun.
"Tekstil anti infrared kita sudah digunakan tentara Jerman di NATO. Saat ini Perancis lagi tender," kata Ade ketika dihubungi wartawan di Jakarta, Kamis, 25 Februari 2010.
Meski demikian, tekstil jenis ini belum memiliki standar nasional Indonesia (SNI) wajib, dan masih menggunakan standar negara pengimpor. Itu karena, kata Ade, tekstil anti infrared belum banyak digunakan di Indonesia sehingga urgensi untuk menotifikasikan SNI ke WTO belum ada.
Padahal, kata dia, SNI sangat penting bagi tekstil terutama di tekstil teknik dan militer.
Dari seluruh SNI tekstil di Indonesia yang berjumlah 1.038 standar, yang sudah wajib SNI baru 60 persen.
Di Indonesia, kata dia, kesadaran masyarakat atas pentingnya SNI masih sangat rendah karena hanya mempertimbangkan aspek harga murah ketimbang kualitas.
"Dikuatirkan dengan ACFTA ini, tekstil China akan mengancam untuk kalangan menengah ke bawah," ujarnya.
Tak hanya di Indonesia, kain tekstil Indonesia dipercaya internasional untuk menjadi perlengkapan militer. Selain tekstil anti infrared, juga diekspor kain tekstil loreng dengan spesifikasi untuk hutan dan padang pasir.
• VIVAnews
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 comments:
Post a Comment