Koran Jakarta, 1 Februari 2010
Pada awal era reformasi, pernah terjadi kasus penyadapan percakapan melalui telepon yang sempat menghebohkan di negeri ini. Ketika itu, beredar rekaman pembicaraan antara BJ Habibie yang saat itu menjabat sebagai Presiden Indonesia dan Jaksa Agung Andi M Ghalib. Isi percakapan seputar pemeriksaan dugaan korupsi yang dilakukan mantan Presiden Soeharto.
Adanya kebocoran tersebut menunjukkan bahwa tingkat pengamanan pembicaraan melalui telepon di level presiden pun dapat dibobol dengan mudah oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab. Setelah peristiwa itu, Pusat Penelitian Informatika, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) mendapatkan tantangan dari Dinas Penelitian dan Pengembangan (Dislitbang) Angkatan Laut dan Lembaga Sandi Negara untuk membuat telepon antisadap.
Menurut Elli A Gojali, peneliti bidang komputer LIPI, pihaknya kemudian mengembangkan telepon antisadap, mulai dari sistem analog hingga digital. Alat komunikasi yang dinamakan telepon scrambler itu menerapkan sistem semi digital (antara analog dan digital). Telepon scrambler tersebut terdiri dari pesawat telepon, saluran PSTN (Telkom), dan perangkat keras (hard ware) yang berfungsi mengacak sinyal. “Telepon scrambler ini sekarang digunakan di LIPI maupun di Angkatan Laut,” ujar Elli.
Berdasarkan cara kerjanya, telepon scrambler dengan sistem semidigital itu dapat mengacak sinyal telepon sebelum sinyal tersebut ditransmisikan melalui saluran telepon. Tujuannya, agar sinyal tidak dapat dimengerti apabila terjadi penyadapan selama dalam perjalanan di jaringan telekomunikasi. Sementara itu, di sisi penerima terdapat descrambler yang dapat menyusun kembali sinyal yang teracak sehingga wujud sinyal pun sama seperti semula.
Sayangnya, telepon scrambler dengan sistem semidigital masih memiliki kelemahan. Perangkat tersebut masih menggunakan komponen dari luar sehingga peluang produsen untuk menyadap telepon scrambler dengan pengembangan alat komunikasi serupa tetap ada. Selain itu, komunikasi antara kedua belah pihak yang melakukan percakapan sedikit mengalami gangguan suara (noise). “Untuk itu kami sekarang ini mengembangkan perangkat digital yang bisa menutupi kelemahan telepon scrambler semidigital,” ujar Elli.
Perangkat yang dikembangkan itu menerapakan embedded system, yaitu penggabungan antara perangkat keras dan perangkat lunak dalam satu kesatuan sistem. Semua komponen yang digunakan untuk sistem pengamanan dibuat dalam bentuk digital. Penyusunan pola algoritma pengacakan dilakukan secara mandiri oleh peneliti LIPI. Hal itu berbeda dengan sistem semidigital yang pola susunan algoritmanya sudah tersedia dan kemudian diprogram ulang oleh peneliti.
Perangkat antisadap itu tidak hanya dapat diaplikasikan di telepon tetap (fixed phone) tetapi juga di telepon seluler (ponsel) dan radio komunikasi. Elli menjelaskan untuk mengamankan ponsel dengan alat antisadap itu perlu hand free dalam melakukan komunikasi. Di jalur kabel yang menghubungkan hand free dengan telepon disambungkan alat antisadap. Begitu juga ponsel lawan bicara harus menggunakan hand free plus alat antisadap.
Mekanisme kerja alat sadap itu sama seperti halnya telepon scrambler, namun kualitas suara yang dihasilkan lebih bersih. Lebih penting dari itu, peluang disadapnya pembicaraan sangat kecil karena semua komponen bentuknya digital. “Rencananya alat antisadap itu akan diluncurkan akhir tahun ini,” tukas Elli. awm/L-2
• KoranJakarta
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 comments:
Post a Comment