Showing posts with label LIPI. Show all posts
Showing posts with label LIPI. Show all posts
0

LIPI Terus Berinovasi untuk Atasi Keterbatasan BBM

http://koran-jakarta.com/images/berita/112508.jpg Jakarta  Era globalisasi menuntut manusia untuk berpikir cerdas dalam melakukan inovasi-inovasi yang dapat memberikan keuntungan bagi kehidupan mereka. Tak terkecuali inovasi dalam pemanfaatan bahan-bahan pengganti bahan bakar minyak (BBM) yang belakangan harganya terus melambung di pasaran dunia.

Salah satu yang dikedepankan adalah penggunaan bioetanol, sebuah bahan bakar nabati (BBN) yang berasal dari bahan-bahan bergula atau berpati, seperti tetes tebu, nira sorgum, nira nipah, singkong, ganyong, ubi jalar, dan tumbuhan lainnya. Bioetanol yang berasal dari bahan-bahan bergula, termasuk yang berkualitas terbaik di dunia.

Indonesia, melalui Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), mencoba menerapkan inovasi tersebut dengan melakukan pembudidayaan tanaman sorgum. Sebagai tanaman serealia (biji-bijian), sorgum memiliki manfaat yang multiguna. Selain bijinya digunakan sebagai bahan pangan, batang dan daunnya untuk pakan ternak, gula yang terkandung dalam biji (karbohidrat) atau cairan/jus/nira batang (sorgum manis) pun dapat diproses menjadi etanol (bioetanol).

"Tanaman sorgum memiliki produksi biji dan biomassa yang jauh lebih tinggi dibanding tanaman tebu. Adaptasi sorgum pun jauh lebih luas dibanding tebu sehingga sorgum dapat ditanam di hampir semua jenis lahan, baik lahan subur maupun lahan marjinal," kata Kepala Pusat Inovasi LIPI, Bambang Subiyanto, di Cibinong, Bogor, Rabu (13/2).

Sebagai tahap awal, lanjut Bambang, LIPI akan menggunakan lahan kosong seluas 1 hektare (ha) yang terletak di kawasan riset mereka yang berada di daerah Cibinong, Bogor. Luas ini akan bertambah seiring dengan kesuksesan penanaman sorgum.

"Selanjutnya, untuk tahun ini, sorgum akan ditanam di sejumlah wilayah di Indonesia atas kerja sama dengan PT Riset Perkebunan Nusantara (RPN) pada areal 1.000 ha, antara lain di Lampung, Surabaya, Sulawesi, dan Yogyakarta dengan produksi 100 ton/ha/tahun," jelas Bambang dengan antusias.

 Kerja Sama

Dalam melakukan pembudidayaan sorgum ini, LIPI mengadakan kerja sama dengan Syswave Holdings Co Ltd, sebuah perusahaan asal negeri sakura, Jepang. Syswave Holding-lah yang memberikan bibit-bibit sorgum unggul, yang dapat dipanen tiga bulan sekali. "Jadi, dalam kurun waktu setahun, bisa tiga kali panen. Normalnya empat kali, namun setelah dipanen tiga kali, produktivitasnya menurun. Jadi, lebih baik dicabut lalu diganti dengan tanaman yang baru," tutur Bambang.

Dalam rangka mengoptimalkan industri bioetanol, diperlukan lahan untuk perkebunan sorgum manis yang luas. Pertanaman harus dilakukan sepanjang tahun, dan sebaiknya tidak memanfaatkan lahan-lahan yang merupakan lahan pertanaman pangan.

Dengan asumsi produktivitas sorgum dalam menghasilkan bioetanol sebesar 2.000?3.500 liter/ha/musim tanam atau 4.000?7.000 liter/ha/tahun (di Indonesia bisa tanam dua musim), untuk menghasilkan 60 juta kiloliter per tahun bioetanol akan diperlukan lahan seluas 15 juta ha.

"Ini bertahap. Tahun 2014 akan ada rencana menanam sorgum di lahan seluas 10.000 ha. Mitranya antara lain RPN, PT Samirana, dan pemerintah daerah yang berkenan, dan selanjutnya di tahun 2015, penanaman benih sorgum bisa dilakukan secara menyeluruh di Indonesia," imbuh Bambang.

Industri bioetanol berbahan baku sorgum sebenarnya telah dikembangkan di banyak negara, seperti Amerika Serikat, China, India, dan Belgia. Di Amerika, produktivitas bioetanol sorgum mencapai 10.000 liter/ha, India 3.000?4.000 liter/ha, dan China 7.000 liter/ha.

Sebagai bahan bakar bio (biofuel), bioetanol sorgum digunakan dalam berbagai keperluan, misalnya dicampur dengan bensin (premium) untuk kendaraan bermotor atau yang lebih dikenal sebagai gasohol. Di India, selain untuk gasohol, bioetanol sorgum digunakan sebagai bahan bakar untuk lampu penerangan (pressurized ethanol lantern) yang disebut "Noorie". indra citra sena/P-3


   Koran Jakarta     
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgooV1VxZtEsH4vI20hI-r2oQ16VSeAVhaU051orN-_f14Dy4r7Abm-QuaFrw4Y1yHdzPjiTzcgMX9SJi0KfjrQRJwsPhAAscD9wCxqg1CxOhldL5FQjlgoagk76DSQbpmT__OEVvhDSXM/s35/cinta-indonesia.jpg
0

Setahun, 50 Penelitian Dipatenkan LIPI

http://www.jpnn.com/picture/thumbnail/20130214_073827/073827_953800_penelitian.jpg CIBINONG Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) akan berkontribusi untuk pembangunan Kabupaten Bogor. Salah satunya dengan menyumbangkan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK), melalaui program inkubasi teknologi.

“Per tahun kita menghasilkan 50 penelitian yang sudah bisa dipatenkan,” tegas Kepala Pusat Inovasi LIPI, Prof Bambang Subyanto saat peresmian Gedung Inovasi di Cibinong Sciense Center (CSC), Rabu (13/2).

Gedung itu, lanjut Bambang, untuk melahirkan berbagai usaha atau perusahaan berbasis teknologi, terutama teknologi yang berasal dari hasil-hasil riset LIPI. Gedung ini mewadahi bebagai kegiatan yang bersifat mengakselerasi adopsi hasil-hasil riset LIPI oleh para stakeholder.

“Di gedung Inovasi ini pun ada program inkubasi teknologi yang bertujuan untuk memfasilitasi komersialisasi hasil-hasil penelitian dan juga akusisi maupun pemanfaatan teknologi unggul.

Tujuannya untuk mempromosikan eksploitasi suber daya lokal dan meningkatkan daya saing dari industri nasional melalui skema alih teknologi.  Ia menambahkan saat ini tercatat 10 teknologi LIPI telah dikembangkan menjadi produk contoh (prototype), 17 teknologi telah melalui tahapan pra-inkubasi dan 15 teknologi sedang melalui tahapan inkubasi. Ia berharap lahir perusahaan bebasis teknologi yang siap bersaing di pasar domestik. “Oleh karenanya sinergi antara LIPI dengan Pemerintah Daerah serta para pengusaha sangat dibutuhkan,” pungkasnya. (*/sal)


  • JPNN 

0

Anti-Kolesterol dan Kanker Asli Indonesia

fotoJakarta - Potensi sumber bahan baku obat di Indonesia sangat melimpah, tapi sayang belum banyak yang tergali secara maksimal. Padahal, dari sekian banyak sumber bahan baku alami obat ini, menurut peneliti utama pada Pusat Penelitian Kimia Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Muhammad Hanafi, telah ditemukan obat antikanker dan antikolesterol.

"Tumbuhan dan mikroba tersebut antara lain Garcinia (apel Jawa), Curcuma (kunyit), Hedyotis (rumput mutiara), Pseudomonas (bakteri gram negatif yang banyak ditemukan di tanah dan air), dan Streptomyces (bakteri gram positif yang menghasilkan spora)," ujar Muhammad Hanafi dalam orasi ilmiahnya yang disampaikan dalam pengukuhan gelar profesornya di Auditorium LIPI, Jumat, 23 November 2012.

Menurut Hanafi, temuan berupa obat herbal atau fitofarmaka itu berupa ekstrak aktif dari tumbuhan dan mikroba yang telah diisolasi dan diidentifikasi senyawa aktifnya. Hasil isolasi tersebut berupa zat kalanon, UK-3A, dan phenazina serta sintesis turunan dan analognya memiliki potensi menghambat perkembangan sel kanker.

Hasil uji praklinis atau tahap pengujian yang dilakukan sebelum uji klinik pada manusia, yang telah dilakukan Hanafi, menunjukkan bahwa senyawa tumbuhan dan mikroba tersebut mampu menurunkan jumlah sel kanker. "Sayangnya, senyawa tumbuhan dan mikroba tersebut masih bersifat toksik atau racun," ujar Hanafi.

Tidak hanya itu, seyawa turunan yang terdapat dalam tumbuhan dan organisme tersebut yang dikenal dengan nama Lovastatin atau Lipistatin memiliki potensi sebagai obat antikolesterol. Karena itu, kata Hanafi, penting sekali penelitian ini dilanjutkan ke tahap uji klinis, terutama mengingat manfaatnya di bidang kesehatan dan kehidupan manusia.

Hanafi menambahkan, untuk mengembangkan potensi bahan obat utama dari alam (tumbuhan dan mikroba) untuk dijadikan obat antikanker dan antikolesterol diperlukan skala prioritas dan tindakan yang fokus. "Diperlukan pula komunikasi lebih awal, intensif, serta komitmen dengan pihak industri farmasi guna melancarkan komersialisasi hasil penelitian yang sedang dan telah dicapai," ujar Hanafi.

Indonesia terkenal sebagai negara yang memiliki potensi alam sangat besar, dengan jumlah keanekaragaman tumbuhan mencapai 30 ribu spesies. Dengan jumlah itu, tidak heran Indonesia disebut sebagai megacenter dari biodiversitas dunia. Dari jumlah itu pula, sebanyak 9 ribu tanaman di Indonesia memiliki khasiat obat.


© Tempo.Co
0

LIPI usung bioteknologi untuk pemanfaatan SDA

Bogor  - Pusat Penelitian Bioteknologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) menggelar seminar internasional Bioteknologi 2012 dihadiri 120 orang peserta yang membahas peran bioteknologi sebagai kunci pemanfaatan sumber daya alam (SDA).

"Bioteknologi merupakan salah satu upaya efektif dalam memaksimalkan sumber daya alam di Indonesia yang sangat berlimpah," kata Kepala Pusat Penelitian (P2) Bioteknologi LIPI, Dr Ir Witjaksono, saat membuka seminar yang digelar di IPB International Convention Center, Bogor, Selasa.

Witjaksono mengatakan, cakupan keilmuan bidang bioteknologi sangat luas, meliputi bioteknologi pertanian, bioteknologi pangan, bioteknologi farmasi dan kesehatan, bioteknologi lingkungan, bioteknologi industri serta bioinformatika.

Menurutnya, upaya memaksimalkan pemanfaatan bidang bioteknologi dan mencari solusi atas tantangan saat ini akan dikupas dalam Seminar Internasional Bioteknologi 2012 yang diselenggarakan di Bogor selama dua hari 13-14 November.

Dijelaskannya, salah satu tujuan penyelenggaraan Seminar Internasional Bioteknologi 2012 adalah mengkomunikasikan dan mencari solusi dalam menghadapi tantangan dan peluang dalam memanfaatkan potensi sumber daya alam secara maksimal melalui bioteknologi.

"Seminar ini memberikan kesempatan bagi pihak industri dan pakar terkait untuk membagi keahlian dan pengalaman dalam pengembangan produk berbasis bioteknologi dan juga mengenai proses komersialisasi hasil penelitian," katanya.

Witjaksono mengungkapkan, seminar tersebut merupakan wadah bagi para peneliti, akademisi, pakar industri dan para stakeholder lain untuk saling berbagi dan berdiskusi mengenai kemajuan dan perkembangan bioteknologi di berbagai bidang.

Dikatakannya, untuk bidang bioteknologi pertanian, akan diulas mengenai topik penelitian di bidang bioteknologi tanaman dan hewan (ternak), termasuk juga aplikasi teknik-teknik genetika molekuler untuk meningkatkan kuantitas dan kualitas tanaman pangan.

"Dalam seminar ini juga akan dibagas bagaimana mengurangi akibat negatif dari cekaman biotik dan abiotik, pupuk alami (biovertilizer), pemanfaatan genetika molekuler dan biologi reproduksi untuk meningatkan kualitas dan produktivitas hewan ternak, serta alikasi bioteknologi dalam penelitian pakan dan produksinya," katanya.

Sementara itu, lanjut Witjaksono, untuk bidang bioteknologi pangan, akan dibahas penelitian dalam bidang nutrigenomik, pengembangan pangan fungsional, aplikasi bioteknologi untuk meningkatkan kualitas nutrisi, rasa, tekstur dan penampilan makanan, keamanan pangan, serta toksikologi dan mikrobiologi pangan.

Sejauh ini, kata Witjaksono, bidang bioteknologi farmasi dan kesehatan yang mencakup industri farmasi telah banyak memperoleh manfaat dari hasil penelitian berbasis bioteknologi, antara lain pengembangan vaksin dan obat-obatan, kosmetik, aplikasi kultur sel dalam penelitian kesehatan dan farmasi, terapi dan diagnostik, nutrasetika dan juga kimia bahan alam.

Witjaksono menambahkan, dibidang bioteknologi dan industri dibahas pula pemanfaatan proses bioteknologi untuk aplikasi industri, bioproses, biorefinery (produksi bioetanol dan biodisel).

Sementara berkaitan dengan bioinformatika, pembahasan akan mencakup penelitian di bidang genomik, proteomik, metabolimik, protein modeling, dan juga aplikasinya, seperti drug discovery and design.

"Dalam seminar ini, kita mengundang peneliti, akademisi dan stakeholder dari dunia industri untuk duduk bersama, mengetahui peran bioteknologi sebagai kunci pemanfaatan sumber daya alam. Sehingga kedepan hasil riset dan industri bisa berjalan seiring," katanya.

Ketua Panitia Seminar Bioteknologi 2012, Anggia Prasetyoputri menyebutkan seminar diikuti sebanyak 140 orang peserta yang terdiri dari peneliti, akademisi, dan para pengambil keputusan di dunia industri.

Seminar juga dihadiri oleh peserta dari sejumlah negara seperti Jepang, Australia, Jerman, dan Malaysia. (KR-LR)


© Antara
0

LIPI Mampu Manfaatkan Mikroba Pengolah Limbah

http://assets.kompas.com/data/photo/2012/10/24/1727285p.jpgPekerja menunggu truk untuk mengangkut sampah yang menumpuk di Pintu Air Manggarai, Jakarta Selatan, Senin (22/10/2012). Sampah tersebut menumpuk karena hujan mulai turun dan terbawa oleh aliran Sungai Ciliwung.[Foto KOMPAS/AGUS SUSANTO]

Jakarta - Lembaga penelitian belum dioptimalkan untuk mengolah sampah sungai. Padahal, mereka memiliki sumber daya manusia dan keahlian teknis.

”Kami memiliki alat canggih untuk penelitian mikroba. Penelitinya pun hebat-hebat. Kami pasti mampu (menemukan pengolahan sampah di sungai menggunakan mikroba) jika diberi kesempatan,” kata Endang Sukara, Wakil Kepala Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Selasa (6/11/2012), di Jakarta.

Ia menanggapi rencana Pemerintah Provinsi DKI Jakarta mendatangkan bakteri asal China untuk mengatasi pencemaran/mengurai sampah di Sungai Ciliwung. Bakteri yang belum disebutkan jenisnya itu rencananya akan diuji coba pada anak sungai Ciliwung, dekat Istana Negara.

Endang yang juga peneliti mikrobiologi mengaku heran dengan rencana impor bakteri asal China. Menurut dia, Indonesia yang beriklim tropis memiliki keanekaragaman bakteri jauh lebih banyak dibandingkan dengan China yang memiliki empat musim.

Sayangnya, potensi ini belum diungkap maksimal. Ia siap menerjunkan penelitinya jika Pemprov DKI Jakarta meminta LIPI menemukan mikroba yang cocok mengurai sampah Sungai Ciliwung. ”Dalam 1 gram ada miliaran mikroba yang jenisnya macam-macam. Pasti di dalamnya ada mikroba yang bisa dimanfaatkan sesuai kebutuhan, menguraikan sampah atau limbah, ataupun mengurangi bau busuk,” kata Endang.

Satu tahun

Paling lama butuh waktu setahun untuk menemukan dan mengidentifikasi mikroba yang sesuai. Setelah diisolasi dan dikembangbiakkan, bakteri mampu bermultiplikasi hingga 10 pangkat 10 dalam 24 jam.

Endang berharap, kalaupun rencana impor bakteri dilakukan, introduksinya dilakukan sangat hati-hati dan tidak gegabah. Diingatkan, kendali atas bakteri yang dilepaskan di suatu ekosistem (ruang tak terkontrol) sulit dilakukan.

Sementara itu, Sarjiya Antonius, Ketua Kelompok Penelitian Ekologi dan Fisiologi Mikroba Bidang Mikrobiologi Puslit Biologi LIPI, mengatakan, selama ini pihaknya banyak meneliti penanganan limbah di sungai dan aplikasinya pada instalasi pengolah air limbah. Lembaga riset ini juga memiliki koleksi mikroba pendegradasi limbah organik dan juga pestisida tertentu.

Oleh karena itu, mereka siap bila diminta menangani persoalan limbah sungai.

Dengan kemampuan yang dimiliki LIPI dan lembaga riset lainnya di dalam negeri, Sarjiya berharap kerja sama dengan pihak asing melibatkan institusi nasional. Tujuannya, kapasitas dalam negeri diberdayakan.

”Perusahaan asing yang akan bekerja menggunakan agen hayati termasuk mikroba harus berkoordinasi dengan lembaga riset, terutama terkait lingkungan bebas seperti sungai,” ujar Sarjiya.(ICH/YUN)


© Kompas
0

93 Karya Ilmiah Berlaga di Kompetisi Ilmiah LIPI

http://image.tempointeraktif.com/?id=114350&width=200Jakarta - Sebanyak 93 karya ilmiah menjadi finalis dalam kompetisi ilmiah yang dihajat Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), bekerja sama dengan AJB Bumiputera 1912, 25-26 September 2012. Seluruh karya ilmiah adalah penyatuan para finalis dari empat kompetisi ilmiah yang dihajat LIPI sepanjang tahun ini.

Dari jumlah itu, 28 karya ilmiah di antaranya adalah finalis Lomba Karya Ilmiah Remaja (LKIR) ke-44, 25 karya adalah finalis Lomba Karya Ilmiah Guru (LKIG) ke-20, 15 karya adalah finalis Pemilihan Peneliti Remaja Indonesia (PPRI) ke-11, dan 25 karya adalah finalis National Young Inventor Awards (NYIA) ke-5.

"Pemenangnya akan dikirim ke Amerika Serikat untuk mengikuti kompetisi ilmiah tingkat internasional," kata Kepala Bagian Peningkatan Kemampuan Ilmiah Biro Kerjasama dan Pemasyarakatan Iptek LIPI, Yusuar, Selasa, 25 September 2012.

Para finalis Lomba Karya Ilmiah Remaja terbagi ke dalam 3 bidang, yakni Ilmu Pengetahuan Sosial dan Kemanusiaan, Ilmu Pengetahuan Alam, serta Ilmu Pengetahuan Teknik dan Rekayasa.

Para finalis Lomba Karya Ilmiah Guru terbagi ke dalam 5 bidang, yaitu Sekolah Dasar, SMP bidang Ilmu Pengetahuan Sosial dan Kemanusiaan, SMP bidang Matematika Ilmu Pengetahuan Alam dan Teknologi, SMA bidang Ilmu Pengetahuan Sosial dan Kemanusiaan, serta SMA bidang Matematika Ilmu Pengetahuan Alam dan Teknologi.

Untuk para finalis Pemilihan Peneliti Remaja Indonesia terbagi ke dalam 3 bidang, yakni Ilmu Pengetahuan Sosial dan Kemanusiaan, Ilmu Pengetahuan Alam, dan Ilmu Pengetahuan Teknik. Sementara itu, para finalis National Young Inventor Awards tidak terbagi ke dalam bidang-bidang alias terkelompok menjadi satu.

Yusuar mengatakan, semua finalis kompetisi ilmiah ini--individu maupun kelompok--harus mempresentasikan karyanya di depan dewan juri yang merupakan anggota Konsul Peneliti LIPI di berbagai bidang. Keilmiahan dan inovasi karya akan menjadi faktor utama penilaian. Selain itu, karya ilmiah dan inovasi para finalis juga dipamerkan untuk umum.

Sejumlah inovasi unik muncul dalam kompetisi yang dihajat LIPI saban tahun ini, di antaranya "Pelampung Anti Tsunami yang Dapat Disiapkan secara Massal dalam Waktu Kurang dari 5 Menit" karya Andya Ranithanya dan Stella Chandra Kumala dari SMPN 1 Bogor, "Sepatu Anti Kekerasan Seksual" karya Hibar Syahrul Gafur dari SMPN 1 Bogor, "Bra Penampung dan Penstreil ASI" karya Devika Asmi Pandanwangi dari SMAN 6 Yogyakarta, serta "Canting Otomatis" karya Safira Dwi Tyas Putri dari SMA Sampoerna Akademi Bogor.

Kepala LIPI, Lukman Hakim, mengatakan serangkaian kompetisi ilmiah yang diselenggarakan ini adalah upaya membangkitkan budaya meneliti bagi kalangan remaja dan para pengajar. "Pembinaan penelitian di negara-negara maju dilaksanakan sedari dini lewat afiliasi antara institusi penelitian dan pendidikan formal," ujarnya.

0

Kekurangan Peneliti, LIPI Minta Rekrutmen

Jakarta - Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) saat ini sedang membutuhkan jumlah peneliti yang lebih banyak lagi dari jumlah yang sudah ada saat ini.

Hal ini diungkapkan oleh Kepala Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Lukman Hakim dalam pidatonya saat acara Pengukuhan Profesor Riset LIPI pada Selasa (18/9/2012) di Auditorium LIPI, Jakarta.

"LIPI menghadapi masalah sumber daya manusia. Sudah sekitar tiga tahun ini kami tidak memiliki kesempatan untuk rekrutmen," kata Lukman Hakim.

Ia mengatakan, hal ini sungguh menjadi potret yang memprihatinkan bagi dunia ilmu pengetahuan Indonesia. Bisa dibayangkan di luar sana banyak sekali bibit-bibit peneliti muda yang tidak memiliki kesempatan untuk berkarir dan memperdalam ilmunya.

Oleh karena itu, pada kenyataannya, tak jarang bibit-bibit yang potensial itu malah direkrut oleh negara-negara asing atau perusahaan-perusahaan swasta untuk menjadi peneliti.

Tak hanya itu, dari segi tingkat pendidikan, para peneliti LIPI masih berbeda dengan peneliti di kancah internasinal, yang rata-rata sudah bergelar doktor.

Namun demikian, LIPI tetap mengusahakan untuk memperbanyak ahli atau ilmuwan dengan gelar pendidikan tertinggi agar bisa lebih baik lagi berkontribusi di dunia penelitian Indonesia.

"Dari sekitar 700 peneliti yang kita punya, ada sekitar 400 peneliti yang saat ini sedang mengikuti proses pendidikan," kata Lukman Hakim.

Walaupun hanya memiliki tenaga yang terbatas, LIPI tetap secara maksimal meningkatkan kualitas sumber daya manusia yang ada.

Masalah lain yang muncul dari kekurangn jumlah SDM ini adalah, bahwa ternyata dalam jangka waktu tiga tahun ada lebih dari 150 orang yang pensiun, sedangkan jumlah input SDM tidak sebanding dengan outputnya.

Idealnya dalam satu bidang penelitian di LIPI terdiri dari 1 peneliti riset, 2 peneliti madya, dan 4 peneliti muda. Tetapi pada kenyataannya jumlah ideal itu masih belum bisa terpenuhi, bahkan satu orang peneliti bisa merangkap dua tingkat jabatan sekaligus.

Untuk kualifikasi jenjang pendidikan peneliti LIPI, Lukman Hakim mengaku tidak memberikan batasan, namun akan lebih baik jika mereka yang menjadi peneliti adalah mereka yang sudah memiliki gelar S1, S2, dan S3.

Hal ini tentunya juga akan menjadi nilai tersendiri bagi LIPI di mata internasional karena memiliki peneliti yang berasal dari jenjang pendidikan yang tinggi.

Jika rekrutmen tidak segera dilakukan sekarang, ada kekhawatiran beberapa tahun ke depan LIPI kehabisan peneliti karena tidak adanya regenerasi yang cukup seimbang antara jumlah pensiunan dengan jumlah tenaga yang masuk.

Lukman Hakim juga berharap kepada pemerintah yang berwenang agar dalam waktu dekat LIPI diberikan kesempatan untuk melakukan perekrutan peneliti baru.

0

LIPI: African Journal Kecolongan Jurnal Inul

foto
Jakarta - Munculnya nama Inul Daratista dan Agnes Monica sebagai penulis "siluman" dalam salah satu artikel di jurnal African Journal of Agricultural Research (AJAR) tidak bisa dilepaskan dari kelalaian pengelola jurnal dalam menyaring setiap artikel yang masuk. Pengelola jurnal seharusnya melakukan verifikasi sebelum menerbitkan artikel."Bentuk tulisannya mengambil format tulisan ilmiah. Dapat dipahami jika pengelola AJAR kecolongan," kata Wakil Kepala Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Endang Sukara, Rabu, 29 Agustus 2012.

Nama Inul dan Agnes muncul dalam artikel berjudul "Mapping Indonesian Paddy Fields Using Multiple-Temporal Satellite Imagery" yang dimuat di African Journal of Agricultural Research, volume 7, nomor 28, halaman 4038-4044, yang terbit 24 Juli 2012. Di artikel itu nama Agnes dan Inul ditulis sebagai penulis kedua dan ketiga, mendampingi Nono Lee sebagai penulis pertama.

Nama Nono Lee kembali "berduet" dengan peneliti siluman bernama pejabat palsu. Keduanya tercantum dalam artikel berjudul "Mapping Indonesian Rice Areas Using Multiple-Temporal Satellite Imagery" yang dimuat dalam jurnal Scholarly Journal of Agricultural Science, volume 2, nomor 6, halaman 119-125, yang terbit Juni 2012.

Tidak jelas benar siapa Nono Lee ini. Apakah dia memang benar-benar seorang peneliti bidang pertanian atau bukan. Yang jelas, Endang memastikan, dua artikel ilmiah yang sempat menghebohkan kalangan ilmuwan Tanah Air tersebut dipastikan hasil plagiarisme dan keisengan seseorang yang tidak bertanggung jawab.

Hal itu dibuktikan dari penelusuran Kepala Pusat Dokumentasi dan Informasi Ilmiah (PDII) LIPI, Sri Hartinah dan timnya, yang menemukan bahwa artikel yang ditulis oleh Nono Lee bersama Inul dan Agnes ternyata diambil dari tulisan Arika Brdhikitta dan Thomas J. Overcamp dengan judul "Estimation of Southeast Asian Rice Paddy Areas with Different Ecosystem from Moderate-Resolution Satellite Imagery" yang dipadukan dengan tulisan Abdul Karim Makarim (Central Research Institute for Food Crops, Jalan Merdeka 147, Bogor, Indonesia) yang berjudul "Bridging the Rice Yield Gap in Indonesia".

AJAR sendiri merupakan jurnal ilmiah yang mempunyai reputasi di regional Afrika. Jurnal ini, kata Endang, bukan jurnal sembarangan karena diterbitkan dan memiliki DOI: 10.5897/AJAR12.148 dan memiliki ISSN 1991-637X©2012 Academic Journals. "Syukurnya, informasi ini sudah sampai kepada pengelola AJAR," katanya.

Kini beberapa akses tautan dan indeks ke artikel ini mulai hilang. Artikel ini juga sudah tidak tertera di daftar isi AJAR. Halaman yang memuat artikel tersebut sudah tidak ada meskipun masih ada di DOAJ (Directory Open Acces Journal).

Endang mengatakan kasus ini sangat serius dan dapat dijadikan pelajaran bagi komunitas ilmiah di Indonesia. Bisa jadi ilmuwan Indonesia dianggap melakukan pelecehan terhadap jurnal di negara lain. "Pengelola jurnal ilmiah di Indonesia perlu lebih teliti menjaring tulisan ilmiah yang masuk ke meja redaksi," ujar dia. Bagi LIPI sendiri, PDII terus melanjutkan penyempurnaan Indonesian Scientific Journal Database (ISJD) di Indonesia.

0

LIPI beri penghargaan kepada Prof. Soekarja Somadikarta

Prof Soekarja Somadikarta juga pernah meraih berbagai penghargaan termasuk diantaranya dari National Academy of Sciences-National Research Council di Washington, Amerika Serikat.(Dokumentasi LIPI)

Jakarta - Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) memberikan penghargaan Sarwono Prawirohardjo XI kepada Prof. Soekarja Somadikarta atas peran dan sumbangannya dalam pengembangan ornitologi di Indonesia.

"Beliau adalah akademisi dan ilmuwan dengan keahlian di bidang ornitologi atau taksonomi burung yang kepakaran dan karya-karyanya diakui oleh dunia," kata Kepala LIPI Prof. Lukman Hakim dalam sambutannya pada acara penganugerahan penghargaan di Auditorium LIPI Jakarta, Selasa.

Menurut Lukman, Soekarja adalah peletak dasar ornitologi di Indonesia dan telah menggeluti bidang itu selama lebih dari 40 tahun.

Kepeloporan dan kepakarannya di bidang ornitologi, lanjut dia, saat ini tidak bisa tergantikan oleh ilmuwan yang lain.

Ia mengatakan, kepakaran Soekarja sangat dibutuhkan oleh Indonesia yang merupakan salah satu pusat mega-biodiversity yang memiliki ribuan jenis burung.

"Dalam kiprahnya sebagai seorang akademisi dan pendidik, beliau selalu menekankan pada generasi muda tentang pentingnya memiliki kebanggan dalam meneliti kekayaan yang ada di tanah air kita sendiri," katanya.

Lukman menjelaskan, pemilihan Soekarja sebagai penerima Penghargaan Sarwono Prawirohardjo XI sudah melalui tahapan penilaian yang cukup panjang sejak awal tahun 2012.

Penghargaan Sarwono Prawirohardjo setiap tahun diberikan kepada ilmuwan, akademisi maupun tokoh masyarakat yang memiliki prestasi tinggi di bidang keilmuan dan pengabdian masyarakat.

Nama penghargaan itu diambil dari nama pimpinan LIPI yang pertama, Prof. Sarwono Prawirohardjo.(SDP-49)


(Antara)
0

Kedelai Plus, Solusi Kelangkaan Kedelai dari LIPI

Jakarta - Ternyata Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) sudah memiliki solusi untuk mengatasi kelangkaan kedelai di pasaran lokal. Benarkah?

Headline
Belakangan ini, masyarakat Indonesia dihebohkan dengan demo para produsen tahu dan tempe yang mengeluhkan mahal dan langkanya kedelai di pasaran. Maklum saja, sebagian besar kedelai yang beredar di Indonesia adalah kedelai impor, dan optimalisasi petani kedelai lokal belum digarap.

Sebetulnya ada hasil penelitian yang bisa dipakai untuk memaksimalkan produksi kedelai lokal. Salah satunya adalah terobosan dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), yang dikenal sebagai Teknologi Kedelai Plus.

Dra. Harmastini Sukiman, M.Agr, Peneliti dari Pusat Penelitian Bioteknologi LIPI di keterangan resminya menjelaskan bahwa teknologi kedelai plus adalah teknologi insersi (pemasukan) bakteri ke dalam jaringan biji. Bakteri penambat nitrogen bernama Rhizobium dimasukkan dengan tekanan tertentu ke dalam biji kedelai.

Bakteri Rhizobium yang akan digunakan diremajakan terlebih dahulu agar diperoleh sel sehat dan mempunyai umur cukup untuk memperbanyak diri dan bekerja efektif dalam menunjang pertumbuhan tanaman. Bakteri yang telah masuk ke dalam biji kedelai akan tinggal tanpa terganggu dan kehidupan bakteri di dalam benih akan ditunjang oleh cadangan makanan yang ada di dalam biji.

Menurut Harmastini, bakteri Rhizobium tidak akan memperbanyak diri sampai waktunya biji berkecambah. Teknologi ini sangat efisien karena petani tidak akan disibukkan dengan pemberian inokulan mikroba pada saat biji akan ditanam.

Petani bisa langsung menanam biji kedelai di lapangan dengan memasukkan benih plus ke lubang yang telah disiapkan dengan cara ditugal. Apabila benih berkecambah, akar tanaman akan mengeluarkan eksudat akar tertentu yang secara alami akan menarik bakteri untuk mendekat ke bagian akar tanaman.

Eksudat tersebut sangat spesifik dan hanya diproduksi oleh tanaman legum seperti kedelai. Bakteri yang sudah mendekat kemudian akan menghasilkan suatu enzim yang dapat menghancurkan dinding sel akar tanaman dan memberikan peluang untuk bakteri tersebut masuk ke dalam jaringan akar tanaman.

Setelah itu, bakteri akan memantapkan kehidupannya dengan cara berubah bentuk dan membelah diri sebanyak-banyaknya serta membuat suatu kumpulan koloni yang menetap di satu lokasi serta membentuk rumah tersendiri berbentuk bintil akar. Di dalam bintil akar ini, bakteri akan bekerja menghasilkan enzim nitrogenase yang akan berperan dalam proses penambatan nitrogen secara hayati.

Dari hasil uji lapangan, teknologi kedelai plus tersebut mampu meningkatkan produksi hampir dua kali lipat dibandingkan produksi kedelai rata-rata nasional. Selain itu, teknologi ini memberikan solusi atas kelangkaan pupuk kimia dan mendukung green evolution melalui pertanian ramah lingkungan.

LIPI telah pula melakukan uji coba penanaman di beberapa lokasi, seperti Jawa Barat, Jawa Tengah, Yogyakarta, Jawa Timur dan Sumatera Selatan. Dari hasil multi uji lapangan pada musim kering dan musim hujan, diperoleh data bahwa kedelai plus dapat menaikkan produksi 50 – 100 persen dari produksi kedelai umumnya.

Di Kabupaten Cianjur dan Sukabumi Jawa Barat, hasil penanaman kedelai plus di kedua lokasi itu masing-masing dua kali musim tanam menunjukkan hasil yang memuaskan. Tanaman tumbuh subur dan berpolong cukup banyak.

Satu tanaman mempunyai jumlah polong rata-rata lebih dari 50 polong per tanaman. Selain itu, tanaman tidak memperlihatkan adanya serangan hama. Harmastini optimis bahwa apabila mengandalkan produksi lokal yang termaksimalkan, kebutuhan kedelai nasional bisa tercukupi tanpa harus mendatangkan dari negara lain.

Teknologi kedelai plus juga ikut berpartisipasi dalam program ketahanan pangan nasional melalui program penanaman kedelai dengan pupuk hayati yang diadakan oleh Komite Inovasi Nasional (KIN).[ikh]
0

Nurul Ciptakan Mesin Penggiling Nanopartikel  

fotoNurul Taufiq Rochman adalah Pendiri PT Nanotech Indonesia. Dengan High Energy Milling 3D Motion buatannya pada tahun 2005, Nurul menciptakan beberapa ciptaannya seperti nanokopi, nanoherbal, nanosabun, nanosampo, dan semua serba nano. Tempo/Jacky Rachmansyah

Jakarta -  Nurul Taufiqu Rahman, peneliti senior di Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, dikenal sebagai pakar nanoteknologi terkemuka di negeri ini. Temuannya yang paling terkenal adalah mesin penggiling nanopartikel High Milling 3D Motion pada 2005.

Mesin penggiling ciptakannya mampu mencacah besi sampai bahan organik ukuran nanometer atau sepermilimeter. Dengan alatnya itu, Nurul bisa berkreasi lebih jauh, misalnya menciptakan tinta spidol berbahan dasar arang kelapa dengan alat tersebut.

"Lihat, tinta buatan kami tidak mengotori tangan," kata Nurul seperti dikutip dalam Majalah Tempo edisi 13 Agustus 2012.

Apabila tak sengaja terciprat, lanjut dia, gosok saja kuat-kuat dan tinta itu akan cepat "hilang" seperti menguap. Tanpa zat kimia dan berbahan organik, tinta Nurul juga ramah lingkungan. Produksi masal tinta nano itu mulai dipasarkan di sekolah-sekolah di Tangerang.

Nurul, 42, yakin monoteknologi bisa membantu daya saing industri pangan, pertanian, ksehatan, sampai pertambangan. "Nilai ekonomis dari komoditas hasil bumi dan tambang kita bisa didongkrol dengan monoteknologi," kata jebolan s-1 sampai s-3 Teknik Mesin Kagoshima University, Jepang ini.

Total Nurul punya 12 paten untuk beragam ciptaannya, nanokopi, nanoherbal, nanosabun, nanosampo, pokoknya serba nano. "Semua paten saya sudah jadi produk dan sekitar 80 persen laku terjual," katanya. Dia mendirikan PT Nanotech Indonesia untuk mengurus aspek bisnis dari semua risetnya. Pegawainya sekarang 40 orang.

Nurul lahir dari keluarga sederhana. Anak keempat dari lima bersaudara ini terbiasa bekerja keras sejak kecil. Setiap hari, dia harus berjualan es lilin dan gorengan di kantin sekolahnya di Malang, Jawa Timur. Keuntungannya untuk membantu ekonomi keluarga. Ibunya berprofesi sebagai guru agama di sekolah dasar.

Lulus SMA 1990, Nurul mendapatkan beasiswa studi teknik mesin di Kagoshima University, Jepang. Pada saat bersamaan, dia juga diterima di Institut Teknologi Bandung. "Di Jepang, saya mulai belajar partikel submikron sampai nano," kata pengagum Albert Einstein ini.

Nurul lulus S1 dengan nilai nyaris sempurna sehingga dia kembali mendapat beasiswa. Sampai tak terasa dia menghabiskan waktu 15 tahun di Jepang. Dia bahkan sempat bekerja sebagai konsultan di perusahaan Kagoshima.

Nurul kini bermetamorfosis menjadi ilmuan yang bisa berpikir ala industriawan. Dia memiliki laboratorium lapangan di Jalan Raya Puspiptek, Serpong, Tangerang. Di tempat itulah, Nurul menghabiskan waktunya untuk berkreasi, selain bekerja di kantornya, Balai Inkubator Teknologi, Puspitek.

(Tempo.Co)
0

Teknologi Beyonic Tingkatkan Produksi Pertanian

http://m.okezone.com/mimg/2012/08/11/56/676466/large_RaGEIoI5Qa.jpgJAKARTA - Selama ini, upaya peningkatan kapasitas produksi pertanian masih mengandalkan pupuk sintesis dan pestisida kimia sebagai komponen utama. Penggunaan pupuk tersebut bukan tanpa masalah. Tengok saja, penggunaannya yang berlebihan berpotensi merusak ekosistem dan kualitas tanah. Imbasnya adalah kemerosotan kapasitas produksi pertanian yang berdampak luas bagi ketahanan pangan nasional.

Penelitian dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) memperlihatkan bahwa penggunaan senyawa kimia (terutama pestisida) secara berlebihan mengakibatkan kepunahan beberapa serangga penyerbuk tanaman sehingga produksi tidak optimal.

Sebagai solusi permasalahan tersebut, LIPI mengembangkan teknologi beyonic, yaitu teknologi berbasis mikroba lokal pada pupuk organik. Teknologi beyonic adalah salah satu jalan keluar untuk mengatasi penurunan kualitas lahan akibat penggunaan pupuk sintesis dan pestisida kimia. Teknologi tersebut meminimalisasi pemakaian senyawa kimia sintesis sehingga kualitas lahan tetap terjaga.

 Mikroba Lokal

Prof. Dr. Endang Sukara, Wakil Kepala LIPI menjelaskan, teknologi beyonic ialah suatu teknologi yang dikembangkan berbasis dan bertumpu pada karakter mikroba (lokal) koleksi LIPI.

Mikroba lokal tersebut diramu dalam bentuk konsorsium sesuai dengan permasalahan yang dihadapi. Mikroba lokal, disebut mikroba indigenous merupakan mikroba yang sudah hidup ratusan tahun dalam ekosistem Indonesia, yang beradaptasi baik dengan ekosistemnya.

Lebih lanjut, Beyonic merupakan teknologi berbasis pemanfaatan mikroorganisme guna meningkatkan produksi pertanian, memulihkan ekosistem akibat eksploitasi alam (pertambangan), menurunkan toksitas limbah beracun dan meningkatkan kesehatan tanaman.

Beyonic yang merupakan singkatan dari beyond bio-organic, adalah teknologi yang menjadikan pupuk organik sebagai pupuk penyubur tanaman sekaligus menjadi pupuk yang bisa dimanfaatkan untuk memulihkan kualitas lahan bekas penggalian tambang.

Teknik yang dipakai dalam teknologi ini adalah dengan memperbanyak mikroba lokal sehingga bisa diimbuhkan pada pupuk organik. Jenisnya seperti mikroba pelarut fosfat untuk membantu kelarutan posta organik dan fosfat yang tidak mudah larut dan mikroba penambat nitrogen yaitu mikroba yang mampu menambat nitrogen bebas.

Disamping itu, diberikan pula mikroba penghasil hormon pertumbuhan dan metabolit sekunder yang menghambat pertumbuhan penyakit tanaman. Ditambahkan pula mikroba pemicu produksi unsur besi serta mikroba yang mampu melakukan biotransformasi logam berat sehingga menurunkan toksisitas (racun) pada lahan.

Teknologi yang digunakan untuk memperbanyak mikroba tersebut adalah fermentor dan teknologi inokulasi mikroba. Mikroba lokal adalah mikroba yang telah diketahui validitas jenisnya dan disimpan di dalam kultur koleksi. Di antaranya, adalah Azospirillium, Azotobacter, Rhizobium, Mikroriza dan mikroba tanah yang menghasilkan senyawa metabolit sekunder untuk kesehatan tanaman, seperti Bacillus.

Penggunaan teknologi beyonic ini diharapkan bisa membantu petani meminimalisasi penggunaan senyawa kimia sehingga kualitas lahan terjaga yang berujung pada peningkatan kapasitas produksi.

Selain Beyonic, ada beberapa pupuk produksi LIPI telah beredar di pasaran, seperti: Seri BioPoska, Kompenit@ (produksi Pusat Konservasi Tumbuhan Kebun Raya Bogor), Biomat (produksi UPT Balai Litbang Biomaterial), Biorhizin, Kedelai Plus, BioVam (produksi Pusat Penelitian Bioteknologi), Biosmik, Azofor, katalek dan StarTmik (produksi Pusat Penelitian Biologi). (Humas BKPI-LIPI) (adv)(/) (yhw)

(Okezone)
0

LIPI Terus Ciptakan Pisang Berkualitas Unggul dan Tahan Penyakit

http://m.okezone.com/mimg/2012/08/11/56/676334/large_j7tie1K0Cd.jpg
lustrasi (foto: sciencekids.co.nz)
JAKARTA - Indonesia merupakan salah satu pusat penyebaran pisang di dunia. Beragam varietas pisang dengan bermacam genetik tumbuh subur di daratan nusantara ini. Sayang, keberadaannya sebagai alternatif bahan pangan belum tergarap secara baik. Apalagi, kualitas kebanyakan pisang Indonesia masih kurang baik dan rentan terserang penyakit.

Kenyataan ini memicu Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) melakukan terobosan penelitian untuk menciptakan varietas pisang baru yang berkualitas unggul dan tahan penyakit. Diusahakan pula agar pisang tidak hanya dikonsumsi untuk buah semata, tapi juga diolah menjadi tepung berkarbohidrat tinggi untuk alternatif bahan pangan. Penelitian ini mendukung riset bidang ketahanan pangan.

Selain mengembangkan varietas baru, riset dimaksudkan juga untuk meningkatan kualitas pisang Indonesia agar pisang tersebut berkualitas ekspor. Dr. Ir. Witjaksono M.Sc., Kepala Pusat Penelitian Bioteknologi LIPI memaparkan, Indonesia sebenarnya kaya dengan keanekaragaman hayati pisang.  Jenis pisang yang dikenal dan dikonsumsi saat ini hanya ada 20 spesies dan masih ada ratusan spesies lainnya yang belum dimanfaatkan.

Sejauh ini, LIPI telah melakukan penyilangan beberapa jenis pisang. Misalnya saja, penyilangan antara pisang madu dari Sumatera Barat dengan pisang liar Musa acuminata malaccensis. Hasilnya adalah pisang enak dari segi rasa, tampilan bagus, bentuknya besar (satu tandan berisi bertumpuk-tumpuk), sekaligus tahan terhadap penyakit hama layu Fusarium dan hama lainnya.

Saat ini, pihaknya juga masih terus mencari indukan sampai semua sifat unggul pisang terkumpul di indukan yang terpilih. Hasil penelitian tersebut diperkirakan baru bisa dinikmati 5 – 10 tahun lagi. Targetnya adalah terciptanya pisang yang panjang, berukuran besar alias gemuk, tahan penyakit serta lezat.

Selain berupaya menciptakan pisang varietas baru yang unggul, peneliti LIPI ini juga menekankan perlunya riset untuk menyelesaikan persoalan penyakit pada tanaman pisang. Ada tiga penyakit utama pisang di Indonesia, dimana solusi untuk mengatasi penyakit tersebut masih dalam tahap riset.

Penyakit pertama adalah layu fusarium yang disebabkan jamur fusarium, menyerang akar tanaman dan menyebabkan daun menjadi layu kemudian mati.

Kedua, penyakit darah yang disebabkan oleh bakteri, yang membuat tanaman pisang hancur, terutama Pisang Kepok yang ada di wilayah Kalimantan.

Dan ketiga, penyakit bunchy top yang membuat tanaman pisang (Pisang Kepok) menjadi seperti sapu, sehingga tidak bisa menghasilkan buah alias berproduksi.

Menurut Witjaksono, pihaknya saat ini sedang melakukan riset untuk memperoleh solusi mengatasi penyakit tersebut.

“Solusi sebenarnya sudah ada untuk setiap penyakit, namun kami memerlukan proses yang lebih cepat,” imbuhnya.

Dengan pengembangan varietas pisang baru dan terselesaikannya beragam penyakit tersebut, Indonesia diharapkan bisa menambah daftar sumber pangan untuk mencukupi kebutuhan nutrisi dalam negeri.

Bahkan, pisang bisa dimanfaatkan sebagai alternatif sumber makanan pokok. Secara ekonomi, pisang juga diharapkan dapat menjadi salah satu komoditas yang mendapat prioritas untuk dikembangkan karena pisang sangat potensial untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri maupun ekspor. (Humas BKPI-LIPI) (adv)(/) (yhw)

(Okezone)
0

LIPI Masuk 100 Lembaga Riset Terbaik Dunia

JOHANNESBURG, KOMPAS.com - Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) masuk dalam daftar 100 besar lembaga riset terbaik versi Webometrics. LIPI masuk di urutan 99 di antara 7532 lembaga riset lain yang ada di dunia.

Peringkat yang diraih LIPI adalah hasil pemeringkatan Webometrics yang dipublikasikan pada bulan Juli 2012 ini. Situs tersebut memublikasikan pemeringkatan dua kali dalam setahun, yakni pada bulan Januari dan Juli.

Pemeringkatan Webometrics disusun berdasarkan 4 kategori penilaian, yakni Size, Visibility, Rich Files serta Scholar.

Kategori Size, berbobot 10 persen, menilai berdasarkan jumlah laman yang bisa diakses lewat search engine. Visibilitas melihat tautan ke situs lembaga riset tersebut (50 persen). Rich Files dilihat dari file tipe pdf, doc, ppt dan ps yang bisa diakses (10 persen). Scholar dilihat dari paper yang terindeks di Google Scholar, berbobot 30 persen.

Berdasarkan pemeringkatan tersebut, LIPI ternyata juga menjadi satu-satunya lembaga riset di Asia Tenggara yang masuk daftar 100 besar lembaga riset versi Webometrics.

LIPI mengalahkan lembaga riset Malaysia dan Singapura yang mungkin memiliki dana riset lebih besar. Agency for Science, Technology and Research Singapore berada di urutan 228. Di Asia sendiri, lembaga riset negara yang masuk 100 besar antara lain Jepang dan India.

Pemeringkatan Webometrics menunjukkan bahwa lembaga riset Amerika serikat masih mendominasi. Urutan pertama ditempati national Insitute of Health sementara peringkat kedua adalah National Aeronautics and Space Administration (NASA).

Selain LIPI, lembaga yang juga masuk pemeringakatan Webometrics adalah badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang) Pertanian, Kementerian Pertanian, yang berada pada urutan nomor 290.

Webometrics menyusun pemeringkatan ini dengan tujuan mempromosikan publikasi riset lewat internet. Dengan cara itu, pengetahuan bisa diakses lebih banyak orang, di-review lebih banyak orang dan akan meningkatkan kualitas publikasi lembaga riset itu sendiri. Publikasi di internet juga lebih murah.

Webometrics adalah inisiatif Cybermetrics Lab, kelompok riset milik Consejo Superior

(Kompas)
0

Ilmuwan Asia bahas ekonomi "hijau" di Bogor

Bogor - Sekitar 100 ilmuwan dari negara-negara Asia berkumpul di Bogor, Rabu, dalam sebuah simposium internasional tentang peran ilmu pengetahuan dalam mewujudkan ekonomi "hijau."

Simposium internasional dibuka oleh Deputi Bidang Riset dan Teknologi Kementerian Riset dan Teknologi, Benyamin Lagitan, itu antara lain akan membahas masalah degradasi lingkungan dalam upaya untuk mengejar pertumbuhan ekonomi.

Kepala Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Prof. Lukman Hakim mengatakan, masalah tersebut harus mendapat perhatian khusus karena sampai sekarang banyak negara Asia masih menghadapi tantangan kompleks untuk mengupayakan pelestarian dan perlindungan lingkungan.

"Sementara pada saat yang sama, negara-negara itu harus menjaga pertumbuhan ekonominya," katanya.

Menurut Lukman, ilmu pengetahuan memainkan peran penting dalam upaya mewujudkan ekonomi "hijau."

"Karena itu penting bagi komunitas ilmu pengetahuan untuk meningkatkan kontribusi mereka dalam mempromosikan ilmu pengetahuan yang bermanfaatkan green teknologi," katanya.

Simposium bertema Mobilizing Science Toward Green Economy yang diselenggarakan bekerja sama dengan dengan Science Council of Asia itu juga membahas penerapan teknologi "hijau", keamanan dan ketahanan pangan, serta kebijakan ekonomi.

Peneliti dari sejumlah negara Asia termasuk Indonesia, Jepang, Malaysia, Kamboja, Brunai Darusalam, Myanmar, Laos, Korea Selatan, China, Thailand, Singapura, Filipina, India, dan Vietnam hadir dalam simposium tersebut.(KR-LR)

Sumber : Antara