TEMPO.CO , Jakarta - Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) akan terus mengembangkan Pesawat Udara Nir Awak (PUNA) pada tahun mendatang. Pesawat mini tanpa awak yang dilengkapi sistem video kamera untuk keperluan pengawasan ini tak hanya digunakan untuk pengawasan perbatasan, penangkapan ikan gelap, pembalakan liar, melainkan juga hujan buatan hingga monitoring pasca bencana.
BPPT berencana “mengawinkan” PUNA dengan Flare, teknologi baru untuk menciptakan hujan buatan yang dikembangkan tim dari bidang teknologi lingkungan dan kebumian. Kombinasi ini akan membuat upaya modifikasi cuaca menjadi lebih murahb dan efisien.
“Saat ini sedang diuji coba penggunan PUNA menggunakan teknologi flare yang digunakan dalam operasi teknologi modifikasi cuaca,” kata Kepala BPPT Marzan Aziz Iskandar dalam konferensi pers Refleksi Akhir Tahun 2011 BPPT di Jakarta, kemarin.
Sepanjang 2011, Unit Pelaksana Hujan Buatan melaksanakan operasi teknologi modifikasi cuaca untuk mengatasi defisit air, kebakaran lahan dan hutan, serta "pengamanan" kondisi cuaca sepanjang pelaksanaan SEA Games XXVI di Palembang, Sumatera Selatan, bulan lalu.
Selain capaian di bidang teknologi pertahanan keamanan serta lingkungan, BPPT juga menghasilan banyak capaian teknologi yang aplikasinya bersentuhan langsung dengan masyarakat. Mulai dari penerapan Kartu Tanda Penduduk elektronik (e-KTP) hingga investigasi penyebab ambruknya jembatan Kutai Kartanegara.
Penerapan e-KTP merupakan peran serta BPPT dalam hal teknologi informasi dan komunikasi, yakni memberikan layanan teknologi kepada Kementerian Dalam Negeri selaku penggagas. Layanan BPPT mencakup persyaratan teknologi untuk penerapan KTP elektronik berbasis Nomor Induk Kependudukan (NIK) Nasional.
"BPPT juga melakukan supervisi teknis penerapan e-KTP di beberapa daerah penerapan," kata Marzan.
BPPT juga menyusun kerangka kerja teknis, audit, dan pengujian sistem pemungutan suara elektronik (e-Voting) yang terdiri dari perangkat keras, aplikasi, dan tata kelolanya. Langkah ini merupakan bentuk dukungan BPPT terhadap pelaksanaan pemilihan umum nasional dan pemilihan kepala daerah.
Untuk proses investigasi ambruknya jembatan Kutai Kartanegara di Kalimantan Timur pada 26 November lalu, posisi BPPT adalah terlibat langsung membantu Pemerintah Kabupaten Kutai Kartanegara. Marzan mengatakan, lembaganya diminta Badan Nasional Penanggulangan Bencana melakukan audit teknologi untuk mengetahui sebab-sebab ambruknya jembatan berumur sepuluh tahun tersebut.
BPPT telah mengirimkan tim ahli yang terdiri dari perekayasa dari Balai Besar Teknologi Kekuatan Struktur (B2TKS), Balai Teknologi Survey Kelautan (BTSK), dan Pusat Audit Teknologi. Tim dari B2TKS bertugas mempelajari struktur kondisi jembatan untuk mengetahui penyebab ambruknya jembatan. "Ini penting sebagai bahan untuk menghasilkan rekomendasi yang diberikan ke instansi terkait sebagai pertimbangan agar ke depan tidak terjadi lagi," ujar Marzan.
Sementara tim dari BTKS dengan peralatan sonar dan multibeam echosounder akan melakukan survei bawah air dan membantu tim melihat kondisis reruntuhan jembatan di dalam air. "Sekaligus untuk mengetahui kondisi korban dan mencari cara mengevakuasinya," kata Marzan menambahkan.
BPPT juga menghasilkan sejumlah karya lain di bidang teknologi. Dari hasil kerja sama dengan PT Pindad dan PT Nusantara Turbin dan Propulsi, misalnya, BPPT membuat turbin dan generator yang digunakan dalam pembangkit listrik tenaga panas bumi.
BPPT juga telah membuat rancangan pembangkit listrik tenaga surya untuk daerah Sumba Barat Daya. Pembuatan pembangkit listrik menggunakan teknologi Smart Grid untuk mengkombinasikan sumber energi terbarukan lainnya, seperti angin dan air.(MAHARDIKA SATRIA HADI)
• TEMPO.CO
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 comments:
Post a Comment