Showing posts with label Tokoh. Show all posts
Showing posts with label Tokoh. Show all posts
0

Habibie & Ainun Serta Industri Diperkosa

http://stat.ks.kidsklik.com/statics/files/2013/01/1357615728832100176.jpgDi sebulan ini, film Indonesia menjadi topik hangat: Habibie dan Ainun. Hingga 3 Januari lalu, penonton mencapai 2,1 juta dalam dua minggu. Angka itu mencatat rekor tertinggi, bahkan kata produsernya akan masuk Museum Rekor Indonesia (MURI). Kendati belum meraih angka 5 juta penonton bak Laskar Pelangi, Habibie & Ainun, fenomenon.

Menjadi fenomena pula, karena berbagai pihak membicarakan ihwal kisah cinta Habibie dan Ainun. Gosip di media sosial, bicara tentang romantis dan kesetiaan Habibie. Bila sudah sampai di sini, sebagai pria, saya pastilah tak sepadan dengan Habibie.

Kendati demikian, pada kesempatan ini ingin saya menulis, premis tersirat lain di film itu. Tak bisa dipungkiri, terungkap kekecewaan Habibie akan industri dirintisnya di saat di ujung pemerintahan Soeharto, terjerembab, terbengkalai, Industri Peswat Terbang Nurtanio (IPTN) - - kini PT Dirgantara Indonesia. Di bagian akhir filmnya Habibie mengajak Ainun ke hanggar pesawat N250. Habibie menggerakkan baling-baling. Tangannya geram. Ia memeluk Ainun.

“Gara-gara ini, waktuku minim untukmu dan anak-anak,” kata Habibie.

“Bayangkan 17.000 pulau di Indonesia butuh alat transportasi cepat, murah.”

Bertekad membangun industri peswat terbang, menderma-baktikan ilmu belajar di Jerman, Habibie pulang dengan semangat cemerlang. Apa lacur, di kemudian hari ia menghadapi kemurungan, pesawat mangkrak berdebu di IPTN. Sebagaimana di film, terang-benderang Habibie menghadapi vendor pengusaha culas, terbiasa menyogok, giliran ditolak mengancam bawa-bawa backing. Juga oknum jenderal di awal-awal membangun industri tidak sreg rencana Habibie. Kuat diugaan sang jenderal memang kaki tangan asing.

Asing-Aseng di ranah kongkalingkong.

Di lapangan sebagaimna pernah saya verifikasi, saya menemukan seorang saksi  membayar kolomnis untuk menembus KOMPAS dan TEMPO seharga US $ 5.000 perkolom opini. Kolomnis bernama, mereka berikan tulisan 500 kata. Intinya tulisan memojokkan, menjelekkan IPTN dan program Habibie. Puncaknya ketika IPTN membarter pesawatnya dengan beras ketan dari Thailand, isu miring pun menjadi-jadi.

Padahal, ketika saya sempat pada 2010 lalu ke Emirat Arab, keluarga Syekh Zayed, memberi tempat terhormat kepada Habibie. Peswat N-235 produksi IPTN mereka cat putih dijadikan pesawat VVIP. Dan bila saya tak keliru, Habibie dijadikan keluarga kehormatan, konon diangkat anak. Maka setiap Habibie ke Emirat Arab, pastilah disambut langsung saudaranya, keluarga raja, dihormati sekali.

Lain halnya di negaranya sendiri. Banyak pihak mencibir. Bahkan ketika beberapa time line saya tulis di twitter Minggu malam, ada follower mengaku industrialis hebat. Ia mengatakan pada 1987 sudah menulis bahwa produktifitas IPTN rendah. Bagi saya sosok orang Indonesia demikian sudah termakan isu luar tak ingin tumbuhnya industri manufaktur untuk kepentingan lokal.

Dan lebih sadis lagi, sebagaimana saksi mata Said Didu, di media sosial mengatakan, di saat pertanggung-jawaban Presiden Habibie di DPR, ada anggota DPR bertindak, maaf, bak kaki empat. Mereka berteriak huuuu di saat Habibie masuk sidang pleno DPR. Dalam perkembangan waktu saya menemukan indikasi fakta nyata, ternyata untuk huuu itu ada dana Rp 50 miliar digelontorkan kepada sebuah fraksi di DPR.

Habibie pun tidak diterima pertanggung-jawabannya di DPR.

Industri peswat terbang RI seakan mangkrak.

Dan kemudian seakan terhenti. Fakta nyata-nyata memang disuruh hentikan oleh IMF, melalui surat resmi yang dituangkan ke nota kesepahaman dalam bantuan IMF terhadap Indonesia untuk tidak meneruskan industri strategis termasuk IPTN.

“IPTN dihentikan karena Habibie ingin membangun pesawat jet N 2130, karena memang terbukti sangat laris di pasaran,” kata Said Didu, Mentan Sekjen Kementrian BUMN, di Twitter.

Apa lacur. Industri strategis kita memang diperkosa. Sama halnya sebagaimana acap saya tulis, perusahaan otomotif seperti Perkasa teknologinya didukung oleh Steir pun mangkrak berserak. Potensi? Jangan ditanya.

Kini simaklah pesawat bagaikan N250, kita membeli dari Cina. Bahkan pesawat jet seperti hendak dibangun oleh IPTN, di format hampir sama, dibeli penerbangan nasional ratusan, menjadi belanja terbanyak dalam sejarah beli-beli pesawat dunia.

Lengkaplah sudah.

Di saat orang heboh film Habibie dan Ainun, mata saya berkaca. Membayangkan sahabat saya seperti Dadang Erawan di Bandung. Ia doktor aeronatika, mantan IPTN. Isterinya di Bandung membuat usaha yoghurt berlabel Odise. Lumayan laris. Entah karena isterinya orang Perancis atau memang ada peruntungan di sana, tapi kegigihannya mengikuti tender-tender dunia di pembuatan wind tunel (terowongan angin) untuk uji kelaikan terbang pesawat, satu dua membuahkan hasil. Paling tidak ada saja order kepadanya di harga US $ 1,5 juta dalam setahun. Bagi saya ini luar biasa, bukti bahwa anak-anak Indonesia mumpuni.

Sahabat satunya lagi Hemat Dwi Nuryanto, pendiri Zamrud teknologi. Saya pun kadang merinding dengan karya-karyanya di aplikasi kini. Otomasi radio 2.0 di jaringan www.diradio.net, adalah karyanya. Ia berkantor di gedung di belakang Masjid Salman, Bandung. Bersama timnya mereka membuat aplikasi otomasi radio RISE, yang memudahkan penyiar, pendengar, pengiklan dalam menyimak mengoperasikan radio. Bahkan seorang penyiar dapat me-remote siaran dari gadget-nya di mana pun ada akses internet. Siaran sambil ngopi di gunung pun bisa. Pengiklan dapat menyimak real time penayangannya. Pemilik tahu pendapatan bisnisnya itungan klik.

Baik Dadang dan Hemat, punya pula teman seangkatan. Nah ini bikin saya marah. Teman mereka itu sudah lama bekerja membuat pesawat tanpa awak untuk Malaysia. Entah untuk apa  bagi Malaysia. Saya duga ya untuk memata-matai Indonesia. Maka suatu hari pernah saya laporkan ke Menkopulhukam, Djoko Suyanto, agar anak-anak hebat seperti ini dibawa pulang. Saya diminta ketemu Deputinya, alhasil katanya belum ada anggaran untuk itu. Padahal membawa pulang ajak omong, sementara dengan biaya Rp 5 juta juga beres, lalu berikutnya bisa dibuat rencana kerja, program dan sebagainya.

Brain drain insinyur hebat yang disekolahkan Habibie banyak sekali, bukan hanya seperti cerita di atas. Di industri pesawat Boeing beberapa manajer mantan IPTN.

Maka atas dasar itu, saya lantang saja bicara. Orang Indonesia menghina IPTN, menghina Habibie, dengan huuu di DPR misalnya, lebih jauh membuat segala kehebatan bangsa sendiri mati, sejatinya jasadnya saja manusia. Hatinya tak lebih dari sosok berkaki empat. Mungkin tepatnya manusia berkaki empat anteknya IMF beserta sekutu.

Lain tidak.

Iwan Piliang, Citizen Reporter (kompasiana)
0

Jokowi ditetapkan sebagai wali kota terbaik ketiga di dunia

Jakarta Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo (Jokowi) terpilih menjadi wali kota terbaik ketiga dunia. Jokowi dipilih karena reputasinya yang membawa perubahan di Kota Surakarta saat menjabat sebagai wali kota.

Dikutip dari http://www.worldmayor.com, Selasa (8/1), predikat pertama wali kota terbaik dunia jatuh pada Inaki Azkuna, Wali kota Bilbao, Spanyol. Inaki Azkuna dikenal karena kebijakannya yang radikal sehingga mampu menyulap Bilbao dari kota industri menjadi kota pusat pariwisata dan seni internasional.

Saat menjabat, Inaki memutuskan untuk menghabiskan hampir USD 230 juta dari uang publik untuk museum untuk seni modern. Kebijakan ini pun segera mengundang kritik keras karena Inaki dianggap menghambur-hamburkan uang rakyat.

Namun perkembangan sejak saat itu telah membungkam para kritikus. Jumlah pengunjung tahunan ke kota Bilbao meningkat dari 100.000 sebelum pembukaan museum menjadi lebih dari 700.000 pada tahun 2011.

Di posisi kedua wali kota terbaik dunia ini jatuh kepada Lisa SCAFFIDI, Wali kota Perth, Australia Barat. Lisa berhasil meningkatkan profil internasional kota itu. Lisa dianggap wali kota yang membuat kota Perth dikenal sebagai pembuat roti dan susu.

Sedangkan Indonesia diwakili Jokowi. Jokowi selain dianggap sukses mengangkat Surakarta juga sukses dalam kampanye antikorupsi. Kampanyenya melawan korupsi membuatnya mendapatkan reputasi sebagai politisi jujur. Saat menjabat sebagai wali kota Solo, Jokowi juga menolak untuk mengambil gaji.(mdk/hhw)

 Terbaik ke-3 dunia, Jokowi kalah dari Wali Kota Bilbao & Perth

Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo (Jokowi) terpilih menjadi wali kota terbaik ketiga dunia. Jokowi dipilih karena reputasinya yang membawa perubahan di Kota Surakarta saat menjabat sebagai wali kota. Jokowi kalah dengan Walikota Bilbao, Spanyol dan Walikota Perth, Australia.

Dikutip dari http://www.worldmayor.com, Selasa (8/1), Walikota Bilbao, Spanyol, Inaki Azkuna dikenal karena kebijakannya yang radikal. Dia mampu menyulap Bilbao dari kota industri menjadi kota pusat pariwisata dan seni internasional.

Kebijakan Inaki yang memutuskan untuk menghabiskan hampir USD 230 juta dari uang publik untuk museum untuk seni modern mengundang kritik keras. Inaki dianggap menghambur-hamburkan uang rakyat.

Namun perkembangan sejak saat itu telah membungkam para kritikus. Jumlah pengunjung tahunan ke kota Bilbao meningkat dari 100.000 sebelum pembukaan museum menjadi lebih dari 700.000 pada tahun 2011.

Sementara di posisi kedua wali kota terbaik dunia ini jatuh kepada Lisa Scaffidi, Wali Kota Perth, Australia Barat. Lisa berhasil melambungkan kotanya ke kancah internasional. Di tangan Lisa, Perth dikenal sebagai pembuat roti dan susu yang berkualitas dunia.

Bagaimana dengan Jokowi? Jokowi selain dianggap sukses mengangkat Surakarta juga sukses dalam kampanye antikorupsi. Kampanyenya melawan korupsi membuatnya mendapatkan reputasi sebagai politisi jujur. Saat menjabat sebagai wali kota Solo, Jokowi juga menolak untuk mengambil gaji.

Saat ini, Jokowi telah menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta. Pria kalem ini belum berkomentar terkait terpilihnya dia sebagai wali kota terbaik ketiga dunia.(mdk/war)

 World Mayor dibanjiri pujian untuk Jokowi

World Mayor menetapkan Jokowi sebagai wali kota terbaik ketiga dunia. Saat polling dibuka segudang pujian untuk Jokowi pun menumpuk. Jokowi banyak dipuji karena kejujurannya dan empatinya yang tinggi.

"Ada di sini daftar panjang testimonial positif dan pujian tulus dan sangat antusias untuk walikota, yang paling terutama untuk kejujuran," seperti dikutip dari http://www.worldmayor.com, Selasa (8/1).

Jokowi terpilih menjadi wali kota Solo sejak Juli 2005. World mayor mencatat, Kota Solo sebelumnya sangat rawan tindak kejahatan, namun oleh Jokowi, Solo atau Surakarta lalu disulap menjadi kota pusat regional untuk seni dan budaya, yang telah mulai untuk menarik pariwisata internasional.

"Dia terlihat sebagai pelayan publik. Kualitas pribadinya, kerendahan hatinya jelas, dan sangat menghargai orang lain," terangnya.

Salah satu yang menarik bagi world mayor adalah kebijakan Jokowi yakni satu jam di kantor dan sisanya dia habiskan dengan blusukan. "Dia baru saja memenangkan pemilihan untuk menjadi gubernur Jakarta dengan margin yang jelas," lanjutnya.

Berikut 10 wali kota terbaik dunia yang dirilis oleh World mayor

1. Iataki Azkuna Wali Kota Bilbao, Spanyol
2. Lisa Scaffidi Wali Kota Perth, Australia
3. Joko Widodo Wali Kota Surakarta, Indonesia
4. Racgis Labeaume Wali Kota Quabbec City, Kanada
5. John F Cook Wali Kota El Paso, Amerika
6. Park Wan-su Wali Kota Changwon City, Korea Selatan
7. Len Brown Wali Kota Auckland, Selandia Baru
8. Edgardo Pamintuan Wali Kota Angeles City, Filipina
9. Mouhib Khatir Wali Kota Zeralda, Aljajair
10. Alfonso Sainchez Garza Wali Kota Matamoros, Meksiko
(mdk/hhw)


0

Sri Mulyani Masuk 100 Top Global Thinkers 2012  

http://statik.tempo.co/data/2011/04/19/id_72439/72439_275.jpgWashington - Sri Mulyani Indrawati, Managing Director Bank Dunia, masuk dalam daftar 100 Top Global Thinkers 2012 versi Foreign Policy. 100 Top Global Thinkers 2012 menjadi cover story majalah politik dan ekonomi ini untuk edisi Desember 2012.

Dalam daftar yang dirilis Senin, 10 Desember 2012, mantan Menteri Keuangan Indonesia ini berada di urutan ke-72 dari 100 pemikir global lainnya.

Foreign Policy menuliskan, Sri Mulyani Indrawati, 50 tahun, mendapat penghargaan yang tinggi karena sebagai Menteri Keuangan selama periode 2005-2010 berhasil melakukan reformasi besar-besaran dengan menindak pejabat Pajak (Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan) yang korupsi.

Sri Mulyani juga dinilai berhasil meningkatkan pendapatan dari Pajak sebanyak empat kali lipat sehingga membuat negara dengan penduduk 250 juta orang berhasil keluar dari krisis keuangan global dengan pertumbuhan ekonomi rata-rata sebesar 6 persen.

Saat ini sebagai Managing Director Bank Dunia, kata Foreign Policy, Sri Mulyani berkeliling ke berbagai negara di dunia untuk memberikan saran atau nasehat tentang pertumbuhan ekonomi dunia dengan berkaca dari keajaiban perekonomian Indonesia.

Resepnya sangat sederhana: pemotongan fiskal yang masuk akal plus mendorong kebijakan yang meningkatkan pertumbuhan dengan membebaskan segala hambatan di bidang perdagangan, investasi, dan inovasi.

Majalah Forbes pada Agustus lalu juga menempatkan Sri Mulyani dalam daftar 100 World’s Most Powerfull Women. Sri Mulyani berada di urutan ke-72.

Majalah Forbes menyebutkan, Sri Mulyani yang menjadi Managing Director dan wanita paling senior di Bank Dunia sejak Mei 2012, selama menjadi Menteri Keuangan Indonesia pada 2005-2010, berhasil memotong separuh utang Indonesia dan berhasil ikut menaikkan cadangan devisa negara ke level tertinggi sepanjang masa, yakni US$ 50 miliar.

Majalah Forbes juga mengatakan, sebagai Managing Director Bank Dunia yang membawahi negara-negara Asia, Afrika, Amerika Latin, Eropa, dan Timur Tengah banyak memberi perhatian kepada negara-negara berpenghasilan menengah dengan membagi pengalamannya sebagai Menteri Keuangan Indonesia.


Tempo
0

☆ Kisah Jenderal Besar Soedirman

 Soedirman, Bapak Tentara dari Banyumas 

Jakarta--Ia mungkin telah jadi ikon: sepotong jalan utama dan sebuah universitas negeri telah menggunakan namanya. Raut lelaki tirus itu pernah tertera pada sehelai uang kertas.

Di Jakarta, tubuhnya yang ringkih diabadikan dalam bentuk patung setinggi 6,5 meter di atas penyangga 5,5 meter. Menghadap utara, dibalut jas yang kedodoran, ia memberi hormat--entah kepada siapa.

Barangkali, hanya sedikit cerita yang kita ingat dari Soedirman--sejumput kenangan dari buku sejarah sekolah menengah. Ia panglima tentara yang pertama, orang yang keras hati. Ia pernah bergerilya dalam gering yang akut--tuberkulosis menggerogoti paru-parunya.

Sejak ia remaja, orang segan kepadanya: karena alim, dia dijuluki kaji. Ia aktif dalam gerakan Hizbul Wathan--kepanduan di bawah payung Muhammadiyah.

Dipilih melalui pemungutan suara sebagai Panglima Besar Tentara Keamanan Rakyat/Angkatan Perang Republik Indonesia pada 12 November 1945, Soedirman figur yang sulit dilewatkan begitu saja. Ia mungkin sudah ditakdirkan memimpin tentara.

Dengan banyak pengalaman, tak sulit baginya terpilih sebagai panglima dalam tiga tahap pengumpulan suara. Dia menyisihkan calon-calon lain, termasuk Oerip Soemohardjo--kandidat lain yang mengenyam pendidikan militer Belanda.

 Kisah Seorang Perokok Berat 

Soedirman adalah seorang perokok kelas berat. Ia merokok sejak remaja. Rokok kreteknya tak bermerek, tingwe alias nglinthing dewe artinya meramu sendiri. Sepulang bergerilya, kondisi kesehatan Soedirman memburuk. Ia masuk Rumah Sakit Panti Rapih, Yogyakarta.

Mohamad Teguh Bambang Tjahjadi, 63 tahun, putra bungsu Soedirman, ingat cerita ibunya, Siti Alfiah, bagaimana saat sakit bapaknya tetap ingin merokok.

"Bapak dipaksa berhenti merokok oleh dokter. Karena perokok berat, Bapak tak bisa benar-benar meninggalkan rokok. Bapak meminta Ibu merokok dan meniupkan asap ke mukanya."

Menurut Teguh, belakangan ibunya menjadi perokok. "Barangkali terdengar konyol, tapi Ibu berprinsip menaati perintah Bapak," katanya.

Pada Ahad pagi, 29 Januari 1950, setelah lama terkulai lemas sejak Oktober di rumah peristirahatan tentara di Magelang, mendadak wajah Soedirman tampak cerah. Pagi itu, Ahmad Yani, Gatot Soebroto, serta beberapa petinggi militer dan sipil hadir. Tidak diketahui apa yang dibicarakan.

"Waktu itu, menurut Ibu, tiba-tiba terdengar suara kaleng dan botol pecah mendadak. Bersamaan dengan itu, bendera di halaman melorot setengah tiang. Sampai Ibu bilang ke beberapa pengawal, ’Ah, itu hanya angin’."

Setelah salat magrib, sebagaimana didengar dari Alfiah, Soedirman memanggil istrinya ke kamar. Di dalam, dia berkata, "Bu, aku sudah tidak kuat. Titip anak-anak. Tolong aku dibimbing tahlil.” Alfiah menuntunnya mengucap Laa Ilaha Illallah, dan Soedirman mengembuskan napas terakhir. 

 Kisah Asmara di Wiworo Tomo 

Soedirman memang begitu sayang kepada istrinya. Menurut Mohamad Teguh Bambang Tjahjadi, 63 tahun, putra bungsu Soedirman, ibunya pernah bercerita bagaimana bapaknya tergolong teliti untuk urusan kosmetik dan busana. "Bapak selalu memilihkan bedak dan busana untuk Ibu. Ibu tinggal mengenakan," ujar Teguh. Bapaknya ternyata juga suka menjaga penampilan agar rapi dan berwibawa, terutama saat berpidato.

Ibunya sekali waktu bercerita, pernah saat Soedirman berpidato, ia merasa cemburu. Soedirman saat itu berpidato di hadapan putri-putri Keraton Solo. Mereka terlihat kagum pada penampilannya yang besus atau selalu rapi. Selesai pidato, Alfiah berseloroh, "Kamu senang, ya? Kalau begitu mau lagi?" Soedirman langsung menjawab, "Ya tidak, kan aku sudah punya kamu."

Kisah asmara Soedirman dan Alfiah dimulai di Perkumpulan Wiworo Tomo, Cilacap. Soedirman tersohor sebagai pemain sepak bola dan pemain tonil atau teater. Dia dijuluki Kajine karena alim. Tatkala menjadi ketua, Soedirman memilih Alfiah sebagai bendahara Perkumpulan. Salah seorang teman Soedirman, menurut Teguh, bercerita, banyak pemuda naksir kepada ibunya tapi tak berani mendekati karena segan kepada sang ayah.

Gosip Soedirman menaksir Alfiah, kata Teguh, bermula dari kebiasaan Soedirman berkunjung ke rumah Sastroatmodjo, orang tua Alfiah. Silaturahmi itu berkedok koordinasi internal Muhammadiyah. Kala itu Soedirman termasuk pengurus Hizbul Wathan dan Pemuda Muhammadiyah. Adapun orang tua Alfiah pengurus Muhammadiyah.

Saat menjadi guru HIS Muhammadiyah, Soedirman dikenal dermawan. Gajinya kerap dipakai membantu tetangga. Tatkala menjadi anggota Badan Penyediaan Pangan, lembaga penarik upeti di bawah Jepang, Soedirman bahkan tidak memaksa warga menyetor upeti jika kekurangan.

"Nenek tahu betul Soedirman muda naksir Alfiah. Nenek merestui karena kagum pada kealimannya. Nenek membujuk Kakek mau menerima Soedirman menjadi menantu. Saat itu, usia Bapak 20 tahun, Ibu 16 tahun."

Menurut Teguh, paman ibunya yang bernama Haji Mukmin, saudagar pemilik hotel, sesungguhnya tidak setuju terhadap perkawinan Alfiah dan Soedirman. Mukmin berkeras Alfiah harus mendapatkan suami dari kalangan orang kaya. Adapun Soedirman anak ajudan wedana, yang bergaji kecil. "Akhirnya, menurut Ibu, semua ongkos pernikahan diam-diam disiapkan Nenek. Strategi itu agar Bapak tidak disepelekan keluarga besar Kakek."

Dari ibunya, Teguh mendengar, pada saat makan bersama keluarga besar, Haji Mukmin menyingkirkan hidangan paling enak dari hadapan bapaknya. Sang ibu tersinggung, tapi bapaknya memilih mengalah. Sikap Haji Mukmin berubah setelah Soedirman diangkat menjadi Panglima Besar. Ketika diarak ke Cilacap, dia melihat pamannya itu berdiri di pinggir jalan. Soedirman menghentikan mobil, lalu mengajaknya masuk ke mobil.

 Soedirman dan Keris Penolak Mortir 

Desing pesawat membangunkan Desa Bajulan yang senyap, suatu hari di awal Januari 1949. Penduduk kampung di Nganjuk, Jawa Tengah, yang tengah berada di sawah, halaman, dan jalanan, itu panik masuk ke rumah atau bersembunyi ke sebalik pohonan.

Warga Nganjuk tahu itu pesawat Belanda yang sedang mencari para gerilyawan dan bisa tiba-tiba memuntahkan bom atau peluru. Tak kecuali Jirah. Perempuan 16 tahun itu gemetar di dapur seraya membayangkan gubuknya dihujani peluru.

Di rumahnya ada sembilan laki-laki asing tamu ayah angkatnya, Pak Kedah, yang ia layani makan dan minum. Meski tak paham siapa orang-orang ini, Jirah menduga mereka yang sedang dicari tentara Belanda. Sewaktu pesawat mendekat, dia melihat seorang yang memakai beskap duduk di depan pintu dikelilingi delapan lainnya. “Saya mengintip dan menguping apa yang akan terjadi dari dapur,” kata Jirah, September lalu.

Lelaki pemakai beskap yang oleh semua orang dipanggil ”Kiaine” atau Pak Kiai itu mengeluarkan keris dari pinggangnya. Keris itu ia taruh di depannya. Tangannya merapat dan mulutnya komat-kamit merapal doa. Ajaib. Keris itu berdiri dengan ujung lancipnya menghadap ke langit-langit. Kian dekat suara pesawat, kian nyaring doa mereka.

Keris itu perlahan miring, lalu jatuh ketika bunyi pesawat menjauh. Kiaine menyarungkan keris itu lagi dan para pendoa meminta undur diri dari ruang tamu. Kepada Jirah, seorang pengawal Kiaine bercerita bahwa keris dan doa itu telah menyamarkan rumah dan kampung tersebut dari penglihatan tentara Belanda.

Dari curi-dengar obrolan para tamu dengan ayahnya itu, Jirah samar-samar tahu, orang yang memakai beskap bertubuh tinggi, kurus, dan pendiam dengan napas tercekat yang dipanggil Kiaine tersebut adalah Jenderal Soedirman. “Saya mendapat kepastian itu Pak Dirman justru setelah beliau meninggalkan desa ini,” ujarnya.

Waktu itu Panglima Tentara Indonesia ini sedang bergerilya melawan Belanda, yang secara resmi menginvasi kembali Indonesia untuk kedua kalinya tiga tahun setelah Proklamasi. Jirah ingat, rombongan itu--yang berjumlah 77 orang--datang ke Bajulan pada Jumat Kliwon Januari 1949. Di rumahnya, Soedirman ditemani delapan orang, antara lain Dr Moestopo, Tjokropranolo, dan Soepardjo Roestam. Yang lain menginap di rumah tetangga.

Selama lima hari di Bajulan, tak sekali pun Belanda menjatuhkan bom atau menembaki penduduk. “Itu berkat keris dan doa-doa,” kata Jirah. Soedirman seolah-olah tahu tiap kali Belanda akan datang mencarinya. Karena itu, operasi Belanda mencari buron nomor wahid tersebut selalu gagal.

 Cerita Kesaktian Soedirman 
foto
Soedirman terkenal punya firasat dan perhitungan jitu semasa bergerilya. Anak bungsunya, Mohamad Teguh Sudirman, mendengar banyak cerita ”kesaktian” ayahnya. Teguh lahir pada 1949 ketika ibunya bersembunyi di Keraton Yogyakarta saat ayahnya bergerilya. Dia tak sempat bertemu dengan ayahnya, yang meninggal dua bulan setelah ia lahir, dan hanya mendengar kisah Soedirman dari sang ibu, Siti Alfiah.

Inilah kesaktian sang Jenderal yang merupakan perokok berat ini.

Ceritanya ketika Soedirman sampai di Gunungkidul. Ia tak mengizinkan pasukannya beristirahat lama-lama. Benar saja, beberapa saat kemudian, pasukan Belanda tiba di lokasi peristirahatan pasukannya. Jika Soedirman, yang dalam sakit bengek dan tubuh rapuh, tak segera meminta mereka jalan lagi, pertempuran tak akan bisa dihindari. "Dan bisa jadi pasukan Bapak kalah," kata Teguh.

Soedirman, yang selalu menyamar sepanjang gerilya, juga kerap diminta mengobati orang sakit. Di sebuah desa di Pacitan, Teguh bercerita, Soedirman dan pasukannya kelaparan karena tak menemukan makanan berhari-hari. Mau meminta kepada warga desa, takut ada mata-mata Belanda. Saat rombongan ini beristirahat, seorang penduduk menghampiri mereka dan meminta air mantra untuk kesembuhan istri lurah di situ.

Sang Panglima mengambil air dari sumur, lalu meniupkan doa. Ajaib, istri lurah yang terbaring payah itu bisa bangun setelah minum. Pak Lurah pun menyilakan Soedirman dan anak buahnya beristirahat. Ia menjamunya dengan pelbagai makanan. "Baru setelah itu Bapak mengenalkan diri," kata Teguh.

 Sang Jenderal Klenik 

Kepercayaan dan kegemaran Soedirman pada supranatural tak hanya terjadi saat gerilya, tapi juga dalam diplomasi formal dengan Belanda. Muhammad Roem punya kisah menarik tentang klenik Soedirman. Syahdan, suatu pagi beberapa hari menjelang perundingan Renville di Yogyakarta pada 17 Januari 1948, Roem dipanggil Presiden Sukarno.

Presiden meminta Ketua Delegasi Indonesia dalam perundingan itu menemui Soedirman di rumahnya. "Sebagai ketua delegasi, jiwa Saudara harus diperkuat," kata Presiden. "Temuilah segera Panglima Soedirman." Meski awalnya menolak, Roem, yang tak mengerti urusan klenik, menuruti saran itu.

Di rumahnya, Soedirman sudah menunggu. Sang Panglima ditemani seorang anak muda yang ia kenalkan kepada Roem sebagai "orang pintar". Rupanya, anak muda yang dikenal Roem tak punya pekerjaan tetap itu yang akan "memperkuat jiwa" Menteri Dalam Negeri ini. Dukun itu kemudian memberinya secarik kertas. "Jimat ini tak boleh terpisah dari Saudara," kata Soedirman. "Kalau hilang, kekuatannya bisa berbalik. Jagalah sebaik-baiknya."

Jimat itu menemani Roem menghadapi delegasi Belanda yang keras kepala tak mau hengkang dari Indonesia. Seorang diplomat Amerika Serikat yang jadi penengah rundingan itu memuji Roem dan delegasi Indonesia. "Saya sudah kesal karena Belanda begitu legalistik, tapi kalian bisa melawannya dengan legalistik juga. You are wonderful," katanya, seperti ditulis Roem dalam Jimat Diplomat. Roem, lulusan Rechts School (Sekolah Hukum) di Jakarta, hanya mesem sambil meraba jimat itu di saku celananya.

Akan tetapi, cerita paling absurd yang pernah didengar anak bungsunya, Mohamad Teguh Sudirman, adalah kisah seorang santri dari Pesantren Krapyak, Yogyakarta. Kepadanya, santri itu menceritakan kisah gurunya yang ikut bergerilya bersama Soedirman. Dalam sebuah pertempuran sengit, menurut santri itu, Soedirman menjatuhkan pesawat Belanda dengan meniupkan bubuk merica. Teguh berkomentar, "Gila, ini tak masuk nalar."

 Soedirman Penganut Kejawen Sumarah 

Soedirman terkenal punya firasat dan perhitungan jitu semasa bergerilya. Jenderal dari Banyumas dan percaya klenik ini dikabarkan memiliki bermacam kesaktian.

Soedirman disebut sebagai penganut aliran kejawen Sumarah. Ia gemar mengoleksi keris. Ia juga percaya benda pusaka itu punya tuah yang bisa melindunginya.

Anak bungsu Soedirman, Mohamad Teguh Sudirman, bercerita sewaktu ayahnya terpojok di lereng Gunung Wilis, Tulungagung, keris ayahnya bisa menyelamatkan pasukannya. Padahal ketika itu tentara gerilyawan tak punya celah meloloskan diri dari kepungan pasukan Belanda.

Soedirman tiba-tiba mencabut cundrik, keris kecil pemberian seorang kiai di Pacitan, dan mengarahkannya ke langit. Tak berapa lama, awan hitam bergulung-gulung, petir dan angin menghantam-hantam. Hujan lebat pun turun dan membuyarkan kesolidan pengepungan Belanda. Lagi-lagi pasukan Soedirman selamat.

Cundrik itu ia tinggalkan di rumah penduduk. Beberapa tahun setelah Soedirman meninggal pada 1950, Panglima Kodam V Brawijaya Kolonel Sarbini datang ke rumahnya di Kota Baru, Yogyakarta, ditemani seorang petani.

Menurut Teguh, Sarbini bercerita kepada ibunya, Siti Alfiah, petani itu hendak mengembalikan cundrik Soedirman yang dititipkan kepadanya sewaktu gerilya. "Cundrik itu kami titipkan di Museum Soedirman di Bintaran Timur, Yogya," ujar Teguh. "Tapi sekarang hilang.

 Bintang Lapangan Sepak Bola 

Senin Pon, 18 Maulud 1846 dalam almanak Jawa atau 24 Januari 1916. Seorang bayi lahir di Dukuh Rembang, Desa Bantar Barang, Kecamatan Rembang, Kabupaten Purbalingga, Jawa Tengah, sekitar 30 kilometer dari pusat Kota Purbalingga. Ia lahir dari rahim Siyem, wanita asal Purwokerto, istri Karsid Kartoworidji, seorang pekerja pabrik gula.

Seperti ditulis Majalah Tempo Senin 12 November 2012, bayi laki-laki itu diberi nama Soedirman. Nama itu diberikan ayah angkatnya, Raden Tjokrosoenarjo, asisten wedana di Rembang, Purbalingga. Sejak lahir, ia memang langsung diurus dan tinggal di rumah pasangan Tjokrosoenarjo dan Toeridowati.

Soedirman memasuki masa sekolah pada 1923. Kala itu, berkat status Raden Tjokrosoenarjo yang bekas pejabat, Soedirman kecil bisa memperoleh pendidikan formal di Hollandsch-Inlandsche School (HIS, setingkat sekolah dasar) pada usia tujuh tahun.

Di sekolah inilah bintang Soedirman mulai bersinar terang. Salah satunya lewat olahraga kegemarannya: sepak bola. Menurut Teguh, saking piawainya memainkan si kulit bundar, Soedirman, yang biasa berposisi sebagai penyerang dijuluki si bintang lapangan.

Pria 62 tahun itu mengatakan ayahnya juga menguasai betul aturan dan tata cara permainan bola sepak. Lantaran dikenal sebagai sosok yang jujur, Soedirman kemudian kerap didaulat menjadi wasit. "Kebiasaan sepak bola ini terbawa terus sampai Bapak remaja menuju dewasa," kata Teguh.

 Di Sekolah, Jenderal Soedirman Dijuluki Kaji 

Soedirman memasuki masa sekolah pada 1923. Kala itu, berkat status Raden Tjokrosoenarjo, ayah angkatnya yang bekas pejabat, Soedirman kecil bisa memperoleh pendidikan formal di Hollandsch-Inlandsche School (HIS, setingkat sekolah dasar) pada usia tujuh tahun. Di sekolah milik pemerintah ini, ia dikenal sebagai murid yang sangat rajin, berdisiplin, dan pandai.

Seperti ditulis Majalah Tempo Senin 12 November 2012, Soedirman dikenal sebagai sosok yang tak segan membantu teman-temannya dalam hal apa pun, termasuk pelajaran. Ia sangat antusias mengikuti pelajaran bahasa Inggris, ilmu tata negara, sejarah dunia, sejarah kebangsaan, dan agama Islam. "Saking tekunnya pada pelajaran agama, Soedirman diberi julukan Kaji atau Haji," ujar sejarawan Rushdy Hoesein.

Cara bergaul ayahnya pun luwes, kata anak bungsunya, Mohammad Teguh. Dia bisa memastikan hal itu berdasarkan cerita ibunya. Soedirman bisa berkawan dan menempatkan diri di antara senior ataupun juniornya. "Bapak biasa berada di tengah banyak orang. Soalnya Bapak sangat piawai berpidato," ujarnya. Terutama saat ayahnya getol mengurus organisasi intrasekolah Putra-Putri Wiworotomo.

Soedirman lulus HIS pada 1930. Ia baru masuk ke Meer Uitgebreid Lager Onderwijs (MULO, setara dengan sekolah menengah pertama) Parama Wiworotomo, Cilacap, dua tahun setelahnya dan lulus pada 1935.

Bersekolah di MULO merupakan tahapan penting bagi Soedirman. Di sekolah itulah ia mendapatkan pendidikan nasionalisme dari para guru yang kebanyakan aktif di organisasi Boedi Oetomo, seperti Raden Soemojo dan Soewardjo Tirtosoepono, lulusan Akademi Militer Breda di Belanda.

 Begini Asal-usul Keluarga Jenderal Soedirman 

Soedirman lahir pada Senin Pon, 18 Maulud 1846 dalam almanak Jawa atau 24 Januari 1916 di Dukuh Rembang, Desa Bantar Barang, Kecamatan Rembang, Kabupaten Purbalingga, Jawa Tengah. Soedirman diurus dan tinggal di rumah asisten wedana di Rembang, Raden Tjokrosoenarjo dan istri Toeridowati.

Seperti dimuat Majalah Tempo Senin, 12 November 2012, data Pusat Sejarah Tentara Nasional Indonesia menyebutkan, istri Tjokrosoenarjo adalah kakak kandung ibunda Soedirman. Sejak Soedirman masih di dalam kandungan, Tjokrosoenarjo sudah meminta izin Siyem agar kelak bisa merawat kemenakannya itu.


Setelah Soedirman berusia delapan bulan, Tjokrosoenarjo pensiun dari jabatannya. Berbekal duit pensiun 62,35 gulden, ia memboyong keluarganya, termasuk Soedirman dan orang tuanya, pindah ke sebuah rumah sederhana di Kampung Kemanggisan, Kelurahan Tambakreja, sebelah selatan pusat Kota Cilacap, Jawa Tengah. "Jadi, Bapak cuma numpang lahir di Purbalingga, lalu kehidupannya berlanjut di Cilacap," kata Mohamad Teguh Bambang Tjahjadi, anak bungsu Soedirman, saat ditemui Tempo awal Oktober lalu.

Teguh bercerita, selama ini banyak buku dan literatur digital di dunia maya menulis ngawur soal asal-usul keluarganya. Dari sekian banyak buku tentang ayahnya, Teguh hanya percaya pada buku berjudul Doorstoot naar Djokja: Pertikaian Pemimpin Sipil-Militer karya wartawan senior Julius Pour terbitan 2005.

"Walau bukan buku biografi Bapak, ceritanya cocok semua dengan cerita Ibu," ujar bungsu dari sembilan putra-putri pasangan Soedirman dan Siti Alfiah itu.

Soal asal-usul keluarga sang Panglima Besar, Teguh mengatakan, berdasarkan pernyataan keluarga, Soedirman merupakan anak kandung Tjokrosoenarjo, Asisten Wedana Rembang, bukan anak angkat seperti yang selama ini tertulis di berbagai buku sejarah. "Belum ada satu pun buku yang menulis soal ini (versi keluarga)," katanya.

Tjokrosoenarjo wafat saat Soedirman masih menempuh sekolah guru di Cilacap pada sekitar 1936. Ia mewariskan seluruh hartanya kepada anak tunggalnya itu.

Siti Alfiah, istri Soedirman, beberapa kali berusaha meluruskan soal data sejarah ini, tapi selalu kandas. Janda Soedirman itu pernah berupaya meluruskannya pada 1960-1970-an. Namun, pihak Pusat Sejarah ABRI kala itu malah mengesahkan secara resmi sejarah orang tua Soedirman yang masih kontroversial tersebut lewat pengadilan. "Tapi aneh karena tak ada satu pun anggota keluarga yang diundang," ujar Teguh.

Bagi Teguh, ibundanya adalah satu-satunya orang yang tahu persis soal riwayat sang Jenderal Besar. Sebab, semua dokumen yang berkaitan dengan Soedirman telah dilenyapkan demi kepentingan keamanan sebelum ia berangkat bergerilya.

Menurut Teguh, sejarawan Anhar Gonggong pernah memberinya saran agar ia menuliskan semua riwayat Soedirman dari sudut pandang dan pengakuan keluarga. Namun, hingga kini dia belum pernah mencoba melaksanakan saran Anhar itu.

"Yang jelas, Bapak itu pahlawan nasional. Jasanya banyak, perlu jadi teladan bangsa ini. Itu saja cukup," ucap Teguh.

 Bekas Kamar Jenderal Sudirman Bertarif Rp 5 Juta 

Yogyakarta - Sebuah kamar di Hotel Inna Garuda, Jalan Malioboro, Yogyakarta, pernah ditempati Panglima Besar Jenderal Sudirman sebagai kantor sekaligus kamar tidur. Anda tertarik menginap di kamar Jenderal Sudirman? Bisa, Anda hanya perlu mengeluarkan Rp 5 juta per malam untuk tidur di kamar 291 itu.

“Kami menjual nilai sejarah kamar yang pernah digunakan sebagai kantor dan kamar Pak Dirman,” kata Ayub Khan, juru bicara Hotel Inna Garuda, Yogyakarta, Rabu 29 Juni 2011. Menurut Ayub, kamar dengan kelas suite room itu tiap bulan tak pernah sepi penghuni.

Kamar Sudirman ini tertata rapi layaknya kamar hotel berbintang lima. Meski pernah dihuni Pak Dirman, tidak semua perangkat di kamar ini asli. Ada sebagian yang sudah diganti karena termakan usia. Ada beberapa benda peninggalan Sudirman yang masih tersimpan di kamar tersebut, seperti foto Sudirman ketika masih memimpin perang gerilya melawan penjajah Belanda.

Adapun barang peninggalan Sudirman seperti patung, baju, pusaka, hingga tempat tidur kuno yang masih ada kelambu sebagai pemberian istri mendiang Sudirman tidak ditempatkan di kamar itu. Alasannya, tamu banyak yang takut jika benda-benda kuno dipasang di kamar itu. “Kami simpan di tempat lain di hotel,” kata dia.

Kebanyakan para tamu yang menyewa kamar itu adalah kalangan pejabat negara, wisatawan lokal, maupun mancanegara yang sangat berminat terhadap wisata sejarah.

Sebelum kemerdekaan masa penjajahan Belanda, hotel ini bernama Grand Hotel. Kemudian pada masa penjajahan Jepang, hotel ini berganti nama Hotel Asahi. Kemudian pada zaman kemerdekaan, hotel ini berganti nama menjadi Hotel Merdeka dan akhirnya menjadi Hotel Inna Garuda.

Walikota Yogyakarta Herry Zudianto mengusulkan kepada pengelola hotel untuk mengembalikan ruang perkantoran dan tempat tinggal Jenderal Sudirman itu seperti zaman dahulu. Pasalnya, kamar itu juga merupakan ikon sejarah perjuangan melawan penjajah Belanda.

“Akan lebih bagus dan menarik jika kamar itu dikembalikan seperti tempo dahulu. Penataan ruangannya dibuat sama seperti saat Jenderal Sudirman berkantor di sini,” kata Herry.

TIM TEMPO

© Tempo.Co
0

☆ Wiweko Soepono

Wiweko Soepono
Dari Blitar ke Kelas Dunia
WIWEKO Soepono, lahir tanggal 18 Januari 1923 di Blitar, Jawa Timur. Dia adalah putra dari keluarga “ambtenaar”, pasangan Soepono yang asli Banyumas dengan Boentarmi, seorang wanita asal Solo. Sejak kecil Wiweko gemar membaca dan menyukai bidang ilmu pengetahuan dan teknologi. Dia kemudian dikenal sebagai seorang pekerja keras yang tidak pernah kenal dengan kata menyerah.

Diluar waktu sekolah dia banyak menghabiskan waktunya dengan kegiatan yang menjadi hobi beratnya yaitu aeromodelling. Upayanya termasuk juga berusaha membuat merancang, membuat dan sekaligus menerbangkannya. Bersama sejumlah teman, termasuk sinyo Belanda, Wiweko membentuk dan kemudian juga memimpin sebuah Aeroclub. Dia juga berlangganan dan sering berdiskusi dengan wartawan majalah Vliegwereld, yang merupakan satu-satunya majalah kedirgantaraan yang terbit dan beredar di Indonesia kala itu. Semenjak masih bocah, dia telah banyak mendengar dan ikut serta dalam banyak diskusi dengan ayahnya yang seorang nasionalis tulen bersama dengan rekan-rekan dalam pergerakan nasional.

Dia telah mengenal sejak usia dini mengenai paham nasionalistis yang mencakup tentang Self Help dan Self determination. Dia juga sering mendengar dan mengikuti banyak cerita dan pidato dari Ir. Soekarno, yang juga berasal dari Blitar terutama dalam hal membangun semangat persatuan dan kemerdekaan kepada seluruh rakyat yang tengah terjajah. Diluar waktu sekolah pun, Wiweko sering memperhatikan sekelompok remaja berseragam KBI, Kepanduan Bangsa Indonesia yang berdasi merah putih, giat berlatih.

Setelah tumbuh menjadi pemuda dan mendengar berita proklamasi kemerdekaan Indonesia, dia langsung bergabung dengan kelompok pemuda pejuang Priangan. Bersama dengan pemuda Suryadarma, Mashudi, Sarbini Somawinata, Abdul Haris Nasution, Sutoyo dan lain-lain, Wiweko mengadakan musyawarah dan memutuskan untuk segera merebut pangkalan udara dari tangan Jepang yang baru kalah perang melawan sekutu. Sempat mereka menguasai sejumlah pesawat terbang dan berbagai fasilitas penerbangan yang ada di pangkalan udara Andir, meski kemudian terusir oleh pasukan sekutu yang diboncengi tentara Belanda yang memang ingin kembali berkuasa di Indonesia.

Walau dalam keadaan terusir dan harus menyingkir keluar kota, dia tidak pernah berputus asa. Dengan semangat juang, berbekal pengetahuan dan pengalaman dibidang kedirgantaraan walau masih sangat terbatas, dia langsung bergabung dengan TKR, Jawatan Penerbangan yang baru saja terbentuk dan kemudian resmi menjadi Angkatan Udara Republik Indonesia.

Pada usia yang baru mencapai 25 tahun Wiweko Soepono telah berani sekali menyatakan wawasan dan sikapnya dalam bidang kedirgantaraan. Sewaktu pemerintah perjuangan di tahun 1948 mengambil kebijaksanaan tentang Civil Aviation yang cenderung akan bergantung saja kepada American-Indonesian Corporation dan banyak memberi konsesi kepada pihak asing, dengan tegas dan berani Wiweko Soepono menentangnya.

Menurut dia, perhubungan udara begitu penting bagi satu Negara yang Merdeka, terutama dalam bidang politik, strategi dan perkembangan ekonomi bangsa. Dia memiliki keyakinan yang sangat besar, bahwa Indonesia sebagai bangsa pasti memiliki kemampuan yang cukup dan tidak kalah dari bangsa lain dalam mengelola system dari perhubungan udara nasionalnya.

Wiweko Soepono, tidak hanya berani untuk berbeda dalam visi, akan tetapi dia juga memang pandai dalam menyusun suatu konsep. Salah satu contoh, pada satu saat, bersamaan dengan protesnya dalam penyelenggaraan perhubungan udara nasional, Wiweko menyertakan juga didalamnya satu konsep usulan tentang pembentukan sebuah Skadron Transport sebagai unsur operasi penerbangan perintis di tanah air.

Di awal kemerdekaan Republik Indonesia, dia pulalah yang kemudian merealisasikan usulan tersebut dengan mendirikan Djawatan Angkutan Udara Militer atau DAUM. Secara teratur DAUM, terbang menjalankan misi kenegaraan, seperti membawa pejabat militer dan sipil dalam menjangkau wilayah tanah air yang saat itu masih banyak yang terisolasi.

Pandangan dan sikapnya ini adalah merupakan refleksi dari penilaian tentang begitu pentingnya perhubungan udara di Indonesia yang diyakininya akan menentukan kemampuan bangsa dalam mengelola perhubungan udara nasional dalam satu Air Integrity, satu kesatuan wilayah udara nasional. Kini telah menjadi satu realita dari pemahaman bahwa sarana Angkutan Udara Nasional dalam konteks perhubungan udara yang terintegrasi akan sangat menentukan utuhnya Negara Indonesia sebagai satu Negara Kesatuan yang sekaligus akan banyak membantu perjalanan bangsa menuju kesejahteraan masayarakat.

Kita mengenal Maskapai sang pembawa bendera merah putih , Garuda Indonesian Airways. Ditangan Garuda inilah, kehormatan dan kebanggaan serta promosi bangsa Indonesia dipanggung global dalam penyelenggaraan angkutan udara dipertaruhkan. Garuda Indonesia pernah dipimpin oleh seorang Pilot kawakan bernama Wiweko, penerbang Asia pertama yang pernah menembus samudra pasifik (dari Oakland, AS ke Jakarta) seorang diri dengan pesawat terbang. Itu sebabnya, sebagai pimpinan sebuah Maskapai dia mampu berorientasi kepada bidang penerbangan secara total.

Sebagai Pilot, dia tau saat membeli banyak pesawat sekaligus dia persiapkan SDM nya. Wiweko tidak hanya menganalisis dan membahas tuntas dalam hal memilih pesawat terbang yang cocok untuk digunakan di Negara kepulauan ini bersama dengan pabrik pesawat kenamaan didunia, akan tetapi juga merancang disain kokpit pesawat yang sangat spektakuler sepanjang sejarah.

Wiweko telah merubah awak kokpit menjadi hanya dua orang saja. (two men forward facing crew cockpits). Keberhasilan ini dinilai sangat fenomenal. Yang sangat mengagumkan adalah, konon pihak Airbus ingin menggunakan nama Wiweko sebagai “hak paten” dari penemuan ini, dan ditolak secara halus oleh Wiweko. Disain yang tadinya ditentang habis-habisan oleh FAA, Federal Aviation Administration, otoritas penerbangan Amerika Serikat, kini justru telah menjadi standar baku dari disain kokpit pesawat angkut internasional. Disain ini telah mengubah secara revolusioner pengawakan pesawat angkut di dunia, khususnya pesawat sekelas “Jumbo-Jet” yang tadinya hanya bisa diterbangkan dengan 3 orang awak kokpit, sejak saat itu berubah menjadi hanya diawaki 2 orang saja. Ini adalah salah satu kisah sukses Wiweko pada waktu memimpin Garuda, dalam proses penambahan armada udaranya.

Saat itu Garuda sang pembawa bendera melesat maju di angkasa Asia, Eropa dan bahkan pernah sampai ke Amerika Serikat. Garuda Indonesian Airways ditahun 1968-1984, dibawah kepemimpinan Wiweko telah berhasil menguasai tidak hanya pasar domestik akan tetapi juga pasar regional. Disisi lain sang merah putih juga dibawa oleh si Garuda dengan gagahnya ke Eropa dan bahkan Amerika. Ketika memimpin Garuda, Wiweko menjadikan “flag carrier” itu menjadi “airlines” kedua terbesar di belahan bumi Selatan, setelah Japan Air Lines, dengan 79 armada jet. Armada Garuda bahkan lebih besar dari yang dimiliki oleh banyak negara Eropa pada waktu itu. Swiss Air yang beken saat itu misalnya, konon hanya memiliki 55 buah pesawat saja.

Kini, dalam era yang penuh dengan tantangan dan persaingan dalam industri penerbangan dunia, sumbangsih dari seorang Wiweko kiranya sangat sulit untuk dapat dilupakan begitu saja. Wiweko sang Perintis dan Pionir Penerbangan di Indonesia. Nama Wiweko memang tidak seterkenal sesuai dengan karya-karya nya.

(sumber : Dari Blitar ke Kelas Dunia/Primamedia Pustaka)
© Chappy Hakim
0

☆ Yum Soemarsono, Bapak Helikopter Indonesia

13489958771028729124
Yum Soemarsono (google)
YUM Soemarsono lahir di desa Banyurip, Purworejo, pada tanggal 10 April 1916. Ia adalah salah satu tokoh bangsa Indonesia yang mengembangkan pesawat terbang, dalam hal ini pesawat terbang helikopter.

Konon, Yum Soemarsono berhasil menyelesaikan pesawat helikopternya di usia 32 tahun atau pada tahun 1948, yang berarti hanya berselisih 9 tahun saja setelah Igor Sikorsky menerbangkan helikopter pertama di dunia. Hal ini menjadi sangat menarik karena sebenarnya, Yum Soemarsono pada awalnya diarahkan untuk menjadi anggota Angkatan Darat (AD) tetapi dengan keinginannya sendiri, ia lalu masuk ke Angkatan Udara (AU). Dalam salah satu memoar yang ditulisnya sendiri, dengan tulisan tangan tertulis sebagai berikut :

“Walaupun Penulis (Yum Soemarsono) ditargetkan menjadi komandan Bengkel Induk PALAD (Peralatan Angkatan Darat) di Bandung berpangkat kapten AD, Penulis bersama-sama Soendrio “Duet” yang membuat Helikopter pertama di Indonesia memilih melamar ke AU melalui Pak Soerjadarma yang kebetulan menerima “Duet” di halaman Rumah sore hari di Yogya 3 hari sebelum Beliau pergi mengikuti konperensi meja bundar di Negeri Belanda (Ibu Surya saksi).

Soeryadarma menerima kita berdua untuk dikerjakan di Litbang AU Yogyakarta. Penulis sendiri merangkap menjadi Instruktur dari SPen di Jogya tahun 1950 dalam Benteng dalam mata pelajaran Aerodinamika dan Aircraft Structure. Murid-murid pertama : Soebambang, Andoko, Soemitro, Dono Indarto dan Soewarto.”

Salah satu dari helikopter ciptaannya sangat menarik perhatian banyak pihak dan mengundang kekaguman tidak sedikit ahli di bidang penerbangan masa itu. Tidak bisa dibayangkan, adalah bahwa seluruh dari hasil hitung-hitungan rancangannya itu “asli”. Rekayasa dan perhitungan-perhitungan yang sebenarnya sangat detil dan pelik dalam disain rancang-bangun pesawat helikopter sama sekali tidak meniru dari yang sudah ada.

Bahkan “rotor-stabilizer”, yang merupakan bagian yang sangat vital dari sebuah rotor helikopter, dibuatnya berdasarkan intuisi. Seorang Instruktur Penerbang dari pabrik pembuat Helikopter terkenal di Amerika Serikat, Hiller Helicopter Inc., bernama Leonard Parish, tak bisa menyembunyikan kekagumannya saat melihat karya-karya Yum Soemarsono. Kebetulan kala itu, pada tahun 1954, Parish berada di Indonesia dalam rangka menunaikan tugas untuk menerbangkan dan merawat sebuah Helikopter Hiller yang baru saja dibeli oleh Pemerintah Indonesia. Tentang hubungannya dengan orang Amerika bernama Parish dan juga dengan Wiweko, Yum Soemarsono menulis di catatan hariannya seperti ini :

“Wiweko dan Penerbang-penerbang keluar dari AU setelah clash dengan KSAU Soeryadarma. Penulis (Yum Soemarsono) dilatih terbang ulang oleh Parish, seorang Amerika. Penulis, di samping menjadi murid menjabat Kepala Seksi Bengkel di Husein, tahun 1953.”

Yum Soemarsono tengah melaksanakan uji terbang pesawat helikopter buatannya dan berhasil menerbangkan hingga sejauh 50 meter dengan ketinggian sekitar satu meter. Parish sendiri tidak hanya berkesempatan menyaksikan demo udara ini akan tetapi juga menyempatkan diri untuk turut menerbangkannya. Konon, Parish inilah yang berangkat dari kekagumannya melihat keberhasilan seorang Yum Soemarsono dengan karya yang spektakuler tersebut kemudian menyarankan agar pesawat terbang helikopter itu dinamakan “Soemarkopter”. Dalam catatan pribadi, sebenarnya Soemarsono menulis tentang helikopternya yang ketiga di tahun 1954 sebagai berikut :

“Seorang ahli Teknik teman Pilot Parish bernama Neff bersama-sama melihat Helikopter buatan penulis (Yum Soemarsono) yang ketiga. Mereka nyeletuk, “This is a real Chopper, Soem. Call it “SoemarCopter”. Did Nurtanio know it?”

Yum Soemarsono menyelesaikan pesawat helikopter rancangannya pada kurun waktu antara tahun 1948 hingga 1968. Helikopter pertamanya, RI-H, berhasil diselesaikan pada tahun 1948 sementara yang kedua, YSH, sempat melayang 10 cm di udara di lapangan Sekip, Yogyakarta, pada tahun 1950. Berikutnya adalah pesawat helikopter terakhir karyanya yang diberi nama “Kepik”, pemberian nama dari Bung Karno. Pada penerbangan dengan “Kepik” inilah, musibah menimpa Yum Soemarsono.

Kecelakaan terjadi di Lapangan Pindad, Bandung, pada tanggal 22 Maret 1964 pukul 16.30 yaitu ketika Yum Soemarsono melakukan uji terbang yang ketujuh. Sebenarnya, badan pesawat helikopter itu sendiri sudah berhasil terangkat dengan sempurna akan tetapi salah satu daun rotor lepas dari kedudukannya dan melesat dengan kecepatan tinggi melewati kening Yum. Bagaikan sebuah pisau yang sangat tajam langsung menebas tangan kirinya serta menyabet Dali hingga tewas seketika. Selama lebih kurang satu setengah tahun, Yum menghilang dan tidak terlihat aktifitas terbangnya lagi.

Namun, setelah itu, Yum mulai aktif kembali sebagai Pilot Kepresidenan meski hanya memiliki satu tangan saja. Ia berhasil menggunakan tangan palsunya yang dilengkapi dengan peralatan khusus yang dirancangnya sendiri untuk tetap melaksanakan tugas sebagai Pilot Helikopter. Kabarnya, alat khusus di tangan palsu Yum Soemarsono yang dapat digunakan untuk menggerakkan “collector” di kokpit helikopter itu merupakan hasil kerja kerasnya sendiri. Salah satu sahabat Yum seorang berkebangsaan Perancis telah berusaha mematenkannya untuk Yum Soemarsono namun hingga kini tidak diketahui lagi kabar beritanya.

Sampai dengan akhir hayatnya, Yum masih saja menerbangkan helikopter pribadinya. Yum Soemarsono, sang genius dan pemberani itu, menghadap Sang Maha Kuasa pada tanggal 5 Maret 1999, hanya lebih kurang sebulan sebelum dia mencapai usia 83 tahun. Ayah dari enam anak dan kakek dari 21 cucu ini telah mewariskan nilai-nilai keteladanan dan kepeloporan di bidang penerbangan, terutama dalam sikap hidupnya yang tidak mengenal kata menyerah dalam merancang dan menerbangkan pesawat helikopter. Kehilangan satu tangan dalam penerbangan uji coba tidak cukup untuk dapat menyurutkan niat besarnya dalam berkarya dan tetap membuat serta menerbangkan sendiri pesawat helikopter di Indonesia.

Dalam catatan harian yang tercecer dari almarhum, Yum Soemarsono juga menulis tentang musibah yang membawa hikmah. Agak kurang jelas, uraian tulisan ini dalam konteks apa, tetapi tertulis di situ sebagai berikut :

“Musibah yang membawa hikmah. Penulis (Yum Soemarsono) yang telah pindah ke SPL Husein Sastranegara meneruskan pembuatan Heli ketiga dengan motor Continental 60 HP bantuan dari Karno Barkah, putranya Ibu Guru Penulis sewaktu di SD Temanggung, Ibu Soemaryo.”

Paling tidak, kutipan tulisan tersebut, menggambarkan betapa Yum Soemarsono memang memiliki tekad kuat dalam usahanya membuat helikopter.

Sebagai catatan tambahan, dari kekaguman dua orang Amerika, Parish dan Neff, Yum Soemarsono kemudian disponsori untuk latihan terbang Heli free of charge di Hiller Company dan Sikorsky USA pada tahun 1955. Kesempatan tersebut juga digunakan oleh Yum Soemarsono untuk mengikuti kursus tentang Disain Helikopter. Di tahun 1957, Yum Soemarsono dikirim lagi ke Texas.

Itulah Yum Soemarsono, yang sejak tahun 1965 berstatus sebagai Pilot Helikopter bertangan satu masih bertugas terbang selama lebih dari 7 tahun menyemprot hama tebu. Yum Soemarsono telah membukukan tidak kurang dari 8000 jam terbang termasuk dengan kondisi bertangan satu sebagi penerbang yang sekaligus sebagai pelopor dan perancang pesawat helikopter di Indonesia.

0

Suhartina, Penemu Kedelai Tangguh Tahan Kekeringan

http://www.mediaindonesia.com/spaw/uploads/images/article/image/20120729_085444_Suhartina-b.jpgMALANG--MICOM: Hari beranjak siang. Terlihat seorang pemulia sedang beraktivitas di laboratorium Balai Penelitian Tanaman Kacang-Kacangan dan Umbi-umbian (Balitkabi), Malang, Jawa Timur, Kamis (26/7).

Dengan sabar menyeleksi dan memilah setiap biji kedelai berwarna kuning dalam wadah baskom dan sejumlah wadah plastik berdasarkan ukuran. Hasil seleksi selanjutnya dimasukkan ke bungkus plastik.

Sang pemulia, Suhartina menyapa ramah Media Indonesia sembari mengatakan sedang melakukan kegiatan seleksi galur harapan kedelai DV/2984 -330.

"Biji kedelai ini calon varietas unggul toleran cekaman kekeringan selama fase reproduktif," tegasnya.

Kedelai hasil penelitian selama enam tahun terakhir itu merupakan inovasi terbaru di Indonesia. Memiliki arti penting, solusi mengatasi ketergantungan impor terhadap komoditas pangan.

Selain itu, membuka peluang lebar bagi petani dalam mengembangkan budi daya di musim kemarau, bahkan pada kondisi sangat kering sekali pun.

Ia menjelaskan agroekosistem utama kedelai di Indonesia adalah lahan sawah. Ditanam setelah padi pada musim kemarau 1 dan musim kemarau 2 dengan pola tanam padi-padi-kedelai atau padi-kedelai-kedelai.

Pada kondisi demikian, budi daya kedelai seringkali menghadapi resiko kekeringan. Akibatnya terjadi kekhawatiran terjadi gagal panen. Apalagi akhir-akhir ini terjadi perubahan iklim global yang menyebabkan peningkatan intensitas iklim ekstrim, terutama kekeringan dan kelebihan air atau banjir.

Oleh karena itu, kata dia, perlu inovasi baru varietas unggul yang lebih adaptif. Baik itu varietas berumur genjah atau varietas-varietas yang toleran kekeringan.

Tim pemulia Balitkabi sudah menjalani sidang di hadapan Tim Penilai dan Pelepas Varietas Tanaman Pangan Kementerian Pertanian pada 2 April 2012. Hasil presentasi dinyatakan lulus. Sehingga galur harapan DV/2984-330 siap dilepas sebagai varietas unggul tahun ini.

Dengan pelepasan varietas ini akan menambah koleksi varietas unggul kedelai menjadi 74 varietas, sekaligus memberikan solusi terhadap risiko kekeringan pada tanaman kedelai yang ditanam pada MK2 sekitar Juni-Juli.

Suhartina mengaku sudah menyiapkan sekaligus mengusulkan nama bagi galur harapan kedelai tangguh tersebut sebagai varietas unggul baru dengan nama Dering 1 atau kedelai toleran kekeringan I. (OL-11)

Sumber : MediaIndonesia