Showing posts with label Artikel. Show all posts
Showing posts with label Artikel. Show all posts
0

Sekilas Mengenai Freeport (2)

 Bikin sewot masyarakat adat  

Konflik antara PT Freeport Indonesia dengan masyarakat adat setempat meletup tujuh tahun setelah penambangan dimulai. Masyarakat empat wilayah adat Suku Amungme (Waa/Banti, Tsinga, Arwanop dan Kwamki), Lemasa, Lemasko, merasa terganggu karena lahan ulayat mereka digarap oleh perusahaan asal Amerika Serikat itu.

Pada 1974, akhirnya warga empat wilayah adat itu menuntut ganti rugi atas pembabatan hutan di atas lahan ulayat mereka. Di tahun sama, dibuatlah perjanjian disebut January Agreement 1974. Sayang, sejak perjanjian dibuat hingga 2000-an, konflik rupanya belum reda. Gangguan keamanan masih terjadi.

Ketua Ketua Komite Penyelamat Kekayaan Negara Marwan Batubara dalam buku berjudul Menggugat Pengelolaan Sumber Daya Alam Menuju Negara Berdaulat menyebut pada Februari 1978 terjadi penembakan terhadap seorang polisi. "Insiden ini disebabkan tak dipenuhinya seluruh janji Freeport tertuang dalam January Agreement."

Berikutnya pada Agustus 2002, terjadi penyerangan terhadap sejumlah karyawan pertambangan Freeport di Timika, Tembagapura, di jalur Mil 62-63. Peristiwa ini menewaskan dua warga Amerika, Ted Bargon dan Ricky Saipar, serta satu warga Indonesia bernama S.S. Bambang Riwanto.

Tahun itu juga Freeport akhirnya berunding dengan warga empat wilayah adat ditengahi oleh Komisi Nasional Hak Asasi Manusia. Warga tetap menuntut ganti rugi atas pembukaan hutan di atas lahan ulayat. Konflik antara warga dan Freeport hingga kini belum selesai.

Ketua Koordinasi Nasional Papua Solidarity (NAPAS) Martaen Goo, beberapa waktu lalu mengatakan akar konflik Papua adalah kehadiran PT Freeport. Aparat keamanan diduga memanfaatkan Freeport untuk menarik uang keamanan, sedangkan warga Papua tidak mendapat kesejahteraan apa-apa. "Freeport juga membuat tanah Papua kotor. Alam rusak," kata dia.

Hubungan antara Freeport dengan pemerintah Indonesia juga meriang. Pemerintah menuntut renegosiasi kontrak karya penambangan. Namun Freeport McMoran sempat menolak renegosiasi. Bahkan mereka sempat mengancam membawa kasus ini ke Pengadilan Arbitrase Internasional.

Belakangan, perusahaan tambang terbesar di dunia itu melunak. Freeport mengaku siap melakukan renegosiasi dengan pemerintah. Namun mereka masih mencari formula cocok agar tercipta kesepakatan yang baik. "Perusahaan juga memahami itu dan mendukung," kata Direktur Utama Freeport Rozik Soetjipto.

Komisaris Independen PT Freeport Indonesia Marzuki Darusman mengatakan renegosiasi berjalan baik. Freeport juga masih mempelajari tuntutan pemerintah soal royalti sepuluh persen. "Pajak badan yang diwajibkan, ini semua dalam proses perundingan. Angka beredar harus dirundingkan, enggak ada target spesifik."

Menurut Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Rudi Rubiandini, besaran itu berdasarkan permintaan Menteri Koordinator Perekonomian Hatta Rajasa. Dia mengakui angka itu terlalu tinggi. "Namanya juga usaha. tawar menawar. Tetapi tidak hanya untuk Freeport, ini berlaku buat semua," ujarnya.(mdk/fas)

 Talak buat Freeport congkak  

Sejak 1967 hingga kini PT Freeport Indonesia (PTFI) masih menggangsir bumi Papua, menambang emas, perak, dan tembaga. Selama hampir setengah abad itu telah muncul pelbagai masalah, terutama menyangkut jatah penerimaan negara karena kurang optimal. Masalah lain ihwal minimnya peran negara, terutama Badan Usaha Milik Negara, untuk ikut mengelola tambang dikuasai Freeport McMoran di daerah Mimika, Papua, itu.

Rupa-rupa persoalan itu mengakibatkan desakan terhadap pemerintah melakukan renegosiasi kontrak karya agar lebih menguntungkan negara dan rakyat Papua. Menurut Direktur Eksekutif Indonesian Resources Studies (Iress) Marwan Batubara, Freeport merasa dirinya digdaya karena di bawah bendera Amerika Serikat. "Karena merasa adidaya tidak mau mengubah kontrak," kata Marwan ketika dihubungi merdeka.com lewat telepon seluler, Kamis pekan lalu.

Dia menjelaskan setelah Freeport McMoran menikmati keuntungan besar, mereka seperti emoh membagi keuntungan lebih banyak dengan pemerintah. Kontrak karya itu pertama kali ditandatangani pada 1967 berdasarkan Undang-undang Nomor 11 Tahun 1967 tentang Ketentuan Pertambangan. Berikutnya pada 1991 kontrak karya kedua kembali diteken dan berlaku 30 tahun mendatang, dengan opsi perpanjangan dua kali, masing-masing 10 tahun.

Pemerintah meminta renegosiasi kontrak karya itu. Sebab beleid baru tentang pertambangan sudah lahir, yakni Undang-undang Nomor 4 Tahun 2009 tentan Minerba. Namun Freeport tidak mau mengubah kontrak sesuai akta itu. "Mereka mengancam bakal memperkarakan ke pengadilan arbitrase internasional. Jadi persoalannya lebih pada arogansi kekuasaan. Di sisi lain, pemimpin kita pengecut," Marwan menegaskan.

Padahal dampak penambangan terhadap lingkungan juga signifikan. Misal, rusaknya bentang alam pegunungan Grasberg dan Erstberg. Kerusakan lingkungan akibat pertambangan telah mengubah bentang alam seluas 166 kilometer persegi di daerah aliran sungai Ajkwa. Freeport telah membuang tailing dengan kategori limbah B3 (Bahan Beracun Berbahaya) melalui sungai itu. Limbah ini telah mencapai pesisir laut Arafura.

Marwan pernah melaporkan kerusakan lingkungan ini semasa dia menjabat Ketua Komite Penyelamat Kekayaan Negara. Laporan itu dibukukan dan diberi judul Menggugat Pengelolaan Sumber Daya Alam Menuju Negara Berdaulat. Menurut dia, Freeport mengelola tambang terbesar di dunia di berbagai negara, didalamnya termasuk 50 persen cadangan emas di kepulauan Indonesia.

Namun, dari hasil eksploitasi itu, hanya sebagian kecil pendapatan masuk ke kas negara dibanding keuntungan diperoleh perusahaan. Kehadiran Freeport pun tidak mampu menyejahterakan masyarakat di sekitar wilayah pertambangan. Apalagi sejak 1967 hingga 1994 Freeport hanya melapor sebagai penambang tembaga. Baru pada 1995 mereka mengaku menambang emas di Papua.

Celakanya, volume emas ditambang selama 21 tahun itu tidak pernah diketahui publik, bahkan oleh orang Papua sendiri. Panitia kerja Freeport dan beberapa anggota DPR Komisi VII bidang Pertambangan sempat mencurigai telah terjadi manipulasi dana atas potensi produksi emas Freeport. Dewan curiga jumlah emas diperkirakan 2,16-2,5 miliar ton.

DPR juga tidak percaya data kandungan konsentrat diinformasikan sepihak oleh Freeport. Dewan berkesimpulan negara telah dirugikan lebih dari 30 tahun akibat tidak adanya pengawasan serius. Lalu bagaimana sekarang? "Pemerintah didukung DPR mestinya punya sikap tegas, berani memberikan sanksi. Misalnya, kalau Freport tidak mau renegosiasi, sanksinya mohon maaf, anda (Freeport) silakan pergi dulu."

Dampak sanksi pengusiran terhadap Freeport pasti akan besar. Misalnya, akan ada ratusan bahkan ribuan orang kehilangan pekerjaan, kemudian pendapatan negara berkurang. Tetapi tidak apa-apa kalau memang negara mau berdaulat. Sebagai pilihan terakhir, sanksi tegas memang harus diberikan. Namun sebelum memberikan sanksi pemerintah harus membuat langkah antisipatif lebih dulu.

"Sebelum sanksi pengusiran, masih ada negosiasi intensif. Masalahnya sekarang yang didorong hanya dirjen, kenapa tidak menteri atau presiden. Soalnya Freeport ini Amerika, butuh presiden langsung bernegosiasi, kita butuh pemimpin tegas," kata Marwan, yang juga mantan Anggota DPR periode 2004-2009.(mdk/fas)


  Merdeka  
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgooV1VxZtEsH4vI20hI-r2oQ16VSeAVhaU051orN-_f14Dy4r7Abm-QuaFrw4Y1yHdzPjiTzcgMX9SJi0KfjrQRJwsPhAAscD9wCxqg1CxOhldL5FQjlgoagk76DSQbpmT__OEVvhDSXM/s35/cinta-indonesia.jpg
0

Sekilas Mengenai Freeport (1)

 Ekspedisi Wilson berkah Freeport  

Tidak ada yang menyangka buku laporan pendakian puncak Jaya Wijaya, Papua, ditulis oleh Jean Jaques Dozy pada 1936 adalah muasal pertambangan Freeport di Indonesia. Laporan itu menceritakan ketakjubannya melihat keindahan alam Papua. Selain itu, dia terperanjat melihat kandungan logam dan hamparan luas bijih tembaga hingga permukaan. Pemandangan itu sangat tidak lazim untuk wilayah ketinggiaan sampai dia menyebut gunung tembaga (Erstberg) dalam laporan itu.

Sayangnya, laporan bernilai itu terbengkalai di perpustakaan Belanda hingga berdebu. Tidak ada yang menindaklanjuti. Maklum saat terbit, kondisi dunia tidak mendukung, menjelang berkecamuknya Perang Dunia Kedua melibatkan banyak negara, termasuk Belanda.

Pertengahan 1959, revolusi mengatasnamakan rakyat berlangsung di Kuba dipimpin oleh Fidel Castro. Fidel Castro berhasil merebut Kota Havana hingga memaksa rezim diktator Batista hengkang. Kebijakan berubah. Castro segera menasionalisasi perusahaan-perusahaan asing beroperasi di Kuba, termasuk Freeport Sulphur kala itu siap mengapalkan biji nikel produksi perdana.

Pada Agustus 1959, berlangsung pertemuan antara Forbes Wilson, direktur dan pakar ahli pertambangan Freeport dengan Jan van Fruisen, Direktur Pelaksana East Borneo Company. Dalam rapat itu, Jan van Fruisen bercerita kepada Wilson isi buku Dozy ditemukan dalam kondisi berdebu. Wilson kemudian tertarik dengan laporan Dozy soal gunung tembaga itu.

Wilson dan rombongannya pada februari 1960 mengunjungi lokasi seperti ditulis Dozy. Rombongan ekspedisi ini dibantu oleh suku setempat untuk menjelajahi wilayah pegunungan itu. Hasil penelusuran itu dituangkan dalam buku Conquest of Copper Mountain. Persis Dozy, Wilson menuliskan kekagumannya akan hamparan mineral tidak pernah dia lihat sebelumnya. Dia juga menulis kesannya mengenai Mozes Kilangin, pemuda dari suku Amungme yang menemani dia dalam ekspedisi itu.

Saat mencapai gunung tembaga disebut kawasan Erstberg, dia terperanjat dengan hamparan bijih tembaga di atas permukaan tanah. Dalam bukunya itu, Wilson menyebut wilayah itu sebagai tempat terjadinya mineralisasi tidak lazim di atas ketinggian dua ribu meter dari permukaan laut. Dia memperkirakan kandungan logamnya mencapai 40-50 persen bijih besi, tiga persen tembaga, dan masih terdapat emas dan perak di dalamnya.

Dia melaporkan lewat kabel temuan itu kepada Presiden Freeport Bob Hills di New York, Amerika Serikat. Dia menyebut dari areal 14 hektar, hanya satu hektar tanpa bijih tembaga. Sedangkan kedalaman baru mencapai seratus meter.

Setelah menganalisis laporan Wilson, konsultan tambang Freeport memperkirakan akan mendapat 13 juta ton di atas permukaan dan 14 ton di bawah tanah dengan kedalaman seratus meter. Perlu sekitar USD 60 juta dolar untuk mengeksplorasi kawasan itu. Ongkos produksi saat itu USD 16 sen per pon dan harga jual USD 35 sen saban pon. Dengan begitu, Freeport menduga modal investasi akan balik dalam tiga tahun.

Itulah sebagian dari isi artikel Lisa Pease berjudul JFK, Indonesia, CIA, and Freeport dimuat majalah Probe edisi Maret-April 1996. Laporan ini kini tersimpan di National Archieve, Washington DC, Amerika Serikat. National Archieve adalah lembaga independen menyimpan dokumen catatan sejarah dan dokumen. Lembaga ini bertanggung jawab memelihara dan menerbitkan salinan hukum asli dan otoritatif dikeluarkan oleh kongres, pernyataan presiden dan perintah eksekutif, serta federal.

Pimpinan Freeport begitu gembira dengan kemungkinan keuntungan bakal diperoleh. Namun, saat proyek tambang akan dimulai, hubungan Belanda dan Indonesia kian memanas memperebutkan Irian Barat. Akhir 1961, Presiden Soekarno memerintahkan pendaratan pasukan di wilayah itu.

Pihak Freeport semakin jengkel dengan sikap Presiden John Fitgerald Kennedy karena lebih memihak Indonesia. Belum lagi dengan sikap Amerika menghentikan bantuan pemulihan ekonomi Eropa setelah Perang Dunia Kedua (rencana Marshal) untuk Belanda. Freeport sebenarnya lebih cemas kepada Soekarno yang gencar dengan prinsip nasionalisme dan antikolonialisme.

Perserikatan Bangsa-Bangsa lalu turun tangan dan akhirnya memutuskan membentuk pemerintahan transisi di Irian Barat. Kemudian diadakan Penentuan Pendapat Rakyat (Pepera) pada 1969, untuk memutuskan apakah rakyat Papua akan memilih bergabung dengan Indonesia atau Belanda.

Dalam laporan Lisa, dua tahun sebelum Pepera, Freeport sudah mendapat Kontrak Karya Pertama pada 50 April 1967. Perjanjian bisnis ini berlaku 30 tahun dan bisa diperpanjang. Lisa juga menemukan Freeport melakukan berbagai macam cara untuk mendapatkan izin dan perpanjangan kontrak karyanya.

Adriana Elisabeth, peneliti Papua dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) menjelaskan masalah Freeport sampai saat ini masih gelap dan belum lengkap. "Adanya izin tambang Freeport di Papua itu mengikutsertakan politik tingkat tinggi, maka perlu konfirmasi semua pihak. Kadang orang membicarakan masalah Freeport dengan campur aduk, mulai dari efek Kontrak Karya Pertama hingga masalah pemberdayaan masyarakat. Itu dua masalah panjang dan berbeda," katanya kepada merdeka.com, Rabu pekan lalu.(mdk/fas)

 Mendongkel kekuasaan Soekarno  

Pada 1961-an, Presiden Soekarno gencar merevisi kontrak pengelolaan minyak oleh asing di Indonesia. Sebanyak 60 persen dari keuntungan perusahaan minyak asing menjadi jatah pemerintah. Kebanyakan gerah dengan peraturan itu.

Menurut sejarawan Asvi Marwan Adam, Soekarno benar-benar ingin sumber daya alam Indonesia dikelola oleh anak bangsa sendiri. Asvi menuturkan sebuah arsip di Kedutaan Besar Amerika Serikat di Jakarta mengungkapkan pada 15 Desember 1965 sebuah tim dipimpin oleh Chaerul Saleh di Istana Cipanas sedang membahas nasionalisasi perusahaan asing di Indonesia.

Soeharto yang propemodal asing, datang ke sana menumpang helikopter. Dia menyatakan kepada peserta rapat dia dan Angkatan Darat tidak setuju rencana nasionalisasi perusahaan asing itu. "Soeharto sangat berani saat itu, Bung Karno juga tidak pernah memerintahkan seperti itu," kata Asvi saat dihubungi merdeka.com, Kamis malam pekan lalu.

Sebelum tahun 1965, seorang taipan dari Amerika Serikat menemui Soekarno. Pengusaha itu menyatakan keinginannya berinvestasi di Papua. Namun Soekarno menolak secara halus. "Saya sepakat dan itu tawaran menarik. Tapi tidak untuk saat ini, coba tawarkan kepada generasi setelah saya," ujar Asvi menirukan jawaban Soekarno.

Soekarno berencana modal asing baru masuk Indonesia 20 tahun lagi, setelah putra-putri Indonesia siap mengelola. Dia tidak mau perusahaan luar negeri masuk, sedangkan orang Indonesia memiliki pengetahuan nol tentang alam mereka sendiri. Sebagai persiapan, Soekarno mengirim banyak mahasiswa belajar ke negara-negara lain.

Soekarno boleh saja membuat tembok penghalang untuk asing dan mempersiapkan calon pengelola negara. Namun, Asvi menjelaskan usaha pihak luar ingin mendongkel kekuasaan Soekarno tidak kalah kuat.

Dalam artikel berjudul JFK, Indonesia, CIA, and Freeport dterbitkan majalah Probe edisi Maret-April 1996, Lisa Pease menulis pada awal November 1965, Langbourne Williams, ketua dewan direktur Freeport, menghubungi direktur Freeport, Forbes Wilson. Williams menanyakan apakah Freeport sudah siap melakukan eksploitasi di Papua. Wilson hampir tidak percaya mendengar pertanyaan itu. Dia berpikir Freeport akan sulit mendapatkan izin karena Soekarno masih berkuasa.

Setahun sebelumnya, seorang peneliti diberi akses untuk membuka dokumen penting Departemen Luar Negeri Pakistan dan menemukan surat dari duta besar Pakistan di Eropa. Dalam surat per Desember 1964, diplomat itu menyampaikan informasi rahasia dari intel Belanda yang mengatakan dalam waktu dekat Indonesia akan beralih ke Barat.

Lisa menjelaskan maksud dari informasi itu adalah akan terjadi kudeta di Indonesia oleh partai komunis. Sebab itu, angkatan darat memiliki alasan kuat untuk menamatkan Partai Komunis Indonesia, setelah itu membuat Soekarno menjadi tahanan.

Telegram rahasia dari Departemen Luar Negeri Amerika Serikat ke Perserikatan BBangsa.Bangsa pada April 1965 menyebut Freeport Sulphur sudah sepakat dengan pemerintah Indonesia untuk penambangan puncak Erstberg di Papua. Sedangkan dalam telegram berkode Cinpac 342, 21 Januari 1965, pukul 21.48, menyatakan ada pertemuan pejabat Angkatan Darat Indonesia membahas rencana darurat bila Presiden Soekarno meninggal.

Kelompok dipimpin Jenderal Soeharto bergerak lebih jauh dari rencana itu. Soeharto mendesak Angkatan Darat segera mengambil alih kekuasaan tanpa perlu menunggu Presiden Soekarno berhalangan.

Setelah peristiwa 30 September 1965, keadaan negara berubah total. Usaha Freeport masuk ke Indonesia semakin mudah. Sebagai bukti adalah pengesahan Undang-undang Penanaman Modal Asing pada 1967. Freepot menjadi perusahaan asing pertama yang kontraknya ditandatangani Soeharto.

Bukan saja menjadi lembek, bahkan Indonesia menjadi sangat tergantung terhadap Amerika. "Saya melihat seperti balas budi Indonesia ke Amerika Serikat karena telah membantu menghancurkan komunis yang konon bantuannya itu dengan senjata," tutur Asvi.(mdk/fas)

 Tak berdaya hadapi Freeport  

Bicara mengenai PT Freeport Indonesia tentu tidak bisa dilepaskan dari tiga hal. Pertama, kinerja perusahaan tambang selama ini mengeruk sumber daya alam Indonesia. Kedua, kewajibannya terhadap Indonesia melalui royalti perusahaan kepada negara, dan sikap pemerintah terhadap anak perusahaan Freeport McMoran itu.

Keberadaan dan operasional Freeport Indonesia sejak 1967 hingga kini tak ubahnya mesin pencetak uang bagi perusahaan induknya, yakni Freeport McMoran di Amerika Serikat. Untuk melihat pundi-pundi keuntungan Freeport tidak perlu melihat jauh ke belakang. Tengok saja kinerja perusahaan sepanjang tahun lalu. Freeport Indonesia telah menjual 915.000 ons atau setara 28,6 ton emas dan 716 juta pon (358 ribu ton) tembaga dari tambang Grasberg di Papua. Hasil penjualan emas itu menyumbang 91 persen penjualan emas perusahaan induknya.

Berdasarkan laporan keuangan Freeport McMoran, total penjualan emas Freeport sebanyak 1,01 juta ons (31,6 ton) emas dan 3,6 miliar pon ( 1,8 juta ton) tembaga. Penjualan tembaga asal Indonesia menyumbang seperlima penjualan komoditas sejenis bagi perusahaan induknya.

Harga komoditas pertambangan memang turun belakangan ini lantaran rendahnya permintaan di pasar dunia. Namun, kondisi ini tidak terlalu berpengaruh terhadap keuntungan perusahaan. Buktinya, laba Freeport naik sekitar 16 persen pada kuartal keempat tahun lalu menjadi USD 743 juta (Rp 7,2 triliun). Total pendapatan juga meningkat menjadi USD 4,51 miliar dari USD 4,16 miliar pada periode sama tahun sebelumnya.

Berangkat dari kinclongnya kinerja Freeport, bagaimana andilnya terhadap Indonesia, negara yang kekayaan alamnya sudah dikeruk hampir setengah abad? Kewajiban Freeport terhadap Indonesia bisa dilihat dari royalti dan dividen. Freeport hanya memberikan royalti satu persen dari hasil penjualan emas dan 3,75 persen masing-masing untuk tembaga dan perak. Kewajiban terbilang sangat rendah dibanding keuntungan diperoleh Freeport.

Kontrak Karya Freeport Indonesia di tambang Garsberg akan habis pada 2021. Freeport mendapat kesempatan memperpanjang kontrak dua kali 10 tahun setelah durasi kontrak pertama, 30 tahun, berakhir. Freeport mendapatkan hak kelola tambang di Mimika pada 1991. Renegosiasi kontrak karya pun mulai diembuskan pemerintah pertengahan tahun lalu. Salah satu poin akan dibahas adalah besaran royalti Freeport.

Sejak pertengahan 2011, wacana renegosiasi kontrak karya Freeport terus bergulir. Saat itu, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Hatta Rajasa paling ngotot mendesak Freeport ke meja perundingan. Pemerintah menginginkan royalti Freeport sepuluh persen. Dari ujung timur Indonesia, Freeport menyatakan siap berunding, namun belum sepakat mengenai besaran royalti. "Secara umum telah ada pembahasan keenam pokok renegosiasi. Sudah ada saling pengertian tapi belum sampai pada kesepakatan angka detailnya," kata Direktur Utama Freeport Rozik Soetjipto beberapa waktu lalu.

Kabar dari meja perundingan akhir tahun lalu, kedua pihak disebut-sebut menyepakati besaran royalti emas empat persen. Freeport dikabarkan setuju dengan angka itu, tapi pemerintah ternyata masih pikir-pikir. Renegosiasi pun kembali dilakukan. Setelah hampir satu tahun, hasilnya sudah bisa ditebak. "Renegosiasi sampai saat ini masih tetap berjalan," ujar Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Susilo Siswoutomo kepada merdeka.com, Kamis pekan lalu.

Susilo mengakui alotnya perundingan untuk renegosiasi kontrak karya. Namun dia menegaskan segera menyelesaikan masalah itu. "Karena yang dinegosiasikan banyak. Ada enam poin. Kita harapkan secepatnya bisa diselesaikan. Target pemerintah tahun ini."

Tidak hanya soal royalti, keluhan juga datang terkait dividen buat pemerintah sebagai salah satu pemegang saham Freeport. Pemerintah memiliki 9,36 persen saham Freeport Indonesia. Menteri Badan Usaha Milik Negara Dahlan Iskan telah menyentil Freeport lantaran tidak menepati janji melunasi kekurangan setoran dividen tahun lalu sebesar Rp 350 miliar dari total Rp 1,5 triliun. Nilai dividen 2012 turun 14,77 persen dibanding tahun sebelumnya mencapai Rp 1,76 triliun. Freeport memang pernah membayarkan dividen lebih besar kepada negara, yakni Rp 2,09 triliun pada 2009. Namun sejak 2010 setorannya perlahan mulai turun.

Pemerintah berambisi menguasai saham mayoritas atau melakukan divestasi 51 persen saham Freeport. Menteri Keuangan Agus Martowardojo mengaku kepincut membeli saham Freeport jika perusahaan itu menjual saham mereka. Dia meyakini pembelian saham Freeport akan menghasilkan keuntungan sebesar-besarnya untuk kepentingan masyarakat. Pembelian dilakukan sepanjang pemerintah memiliki keuangan mencukupi.

Yang tidak kalah menarik dari keberadaan Freeport di Indonesia adalah sikap pemerintah terhadap perusahaan sudah beroperasi di Indonesia lebih tiga dekade ini. Ketegasan pemerintah seolah setengah hati. Di satu sisi, pemerintah tegas mengejar royalti dan dividen dari Freeport. Namun, di sisi lain, tidak ada ketegasan terkait masa depan kontrak karya Freeport sudah berjalan hampir dua tahun ini.

Beda pejabat, beda pemikiran dan sikap. Rudi Rubiandini, mantan wakil menteri energi kini menjabat Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas), pernah mengancam akan mengusir Freeport dari Indonesia jika perundingan kontrak karya tidak menghasilkan kesepakatan menguntungkan Indonesia. "Kalau renegosiasi buntu, pasti putus kontrak," ujar Rudi kepada merdeka.com, Oktober tahun lalu.

Tapi penggantinya, Susilo Siwoutomo, lebih lembek. Dia mengatakan pemerintah tidak berniat memutus kontrak karya Freeport. Terlebih, perusahaan tambang ini sudah lama menjalankan kegiatan bisnis dan investasi di Indonesia. "Tidak (putus kontrak), itu kontrak sudah lama. Namanya renegosiasi selalu alot, tetapi kita masih akan usahakan berbicara terus dengan pihak sana. Semoga saja selesai secepatnya," kata Susilo belum lama ini.

Wakil Direktur Reforminer Institute Komaidi Notonegoro juga tidak yakin pemerintah berani mengusir Freeport. "Untuk memutus jika tidak ada hal dilanggar tentu akan sulit bagi pemerintah," ucapnya.(mdk/fas)


  Merdeka  
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgooV1VxZtEsH4vI20hI-r2oQ16VSeAVhaU051orN-_f14Dy4r7Abm-QuaFrw4Y1yHdzPjiTzcgMX9SJi0KfjrQRJwsPhAAscD9wCxqg1CxOhldL5FQjlgoagk76DSQbpmT__OEVvhDSXM/s35/cinta-indonesia.jpg
0

Mimpi Bos PT DI, 'Si Pencipta SS-2 & Panser Anoa'

http://us.images.detik.com/content/2013/02/18/1036/mstory-080740_halamandepanptdi.jpg Bandung  Direktur Utama PT Dirgantara Indonesia (PT DI) Budi Santoso memiliki visi membangkitkan kejayaan industri pesawat terbang sipil dan militer Indonesia.

Bangkit dari keterpurukan pasca berhentinya suntikan dana pemerintah di 1998, PT DI harus terseok-seok mencari uang. Budi yang menjadi Dirut untuk periode kedua sejak 2007 ini melihat, industri penerbangan global telah berubah. Pihaknya tidak bisa lagi berdiri sendiri dalam mengembangkan pesawat.

"Mengerjakan sendiri dengan risiko nama nggak terkenal atau kita kerjasama dengan orang lain sehingga branding bagus. PT DI harus mengikuti realitas dunia. Perusahaan nggak ada yang sendiri. Airbus saja dengan beberapa negara. Boeing juga nggak semua dikerjakan sendiri. Malah mereka beli (komponen pesawat) dari anak usaha Airbus," tutur Budi kepada detikFinance di Kantor Pusat PT DI, Jalan Pajajaran, Bandung, Jumat (15/2/2013).

Menurutnya, PT DI belajar banyak pasca krisis ekonomi yang menghantam Indonesia di 1998. Budi yang merupakan mantan Dirut PT Pindad serta pencipta senapan otomatis SS-2 dan panser Anoa ini bertutur, PT DI tidak lagi boleh tergantung terhadap suntikan modal pemerintah, melainkan harus berpikir menjadi sebuah korporasi perusahaan pesawat terbang yang fokus pada pasar.

"Sederhananya, prioritas pertama membuat PT DI kompetitif dibandingkan perusahaan lain terutama dalam produksi. Kita nggak jual desain, kita jual barang. Itu harus dibuat dengan yang kompetitif. Ini yang kita lakukan saat ini," tambahnya.

Pihaknya juga tak ingin mengembangkan produk yang sangat tergantung secara langsung dengan dukungan 100% dari pemerintah. "Kita perkuat PT DI menjadi persahaan bukan perusahaan riset, mudah-mudahan tidak tercampur politik. Pengalaman buruk begitu Pak Harto berhenti, program hancur semua. PT DI ini kita inginkan jadi terbesar. Tidak terlalu tergantung faktor politik," tambahnya.

PT DI ke depan tidak mau lagi menjual mimpi, melainkan menghasilkan produk berdasarkan kemampuan. Selain itu, PT DI secara bertahap sedang merancang pesawat penumpang berbadan kecil, yakni N-219 sebagai satu produk hasil rancangan sendiri.

Meskipun tak ingin bergantung pada pemerintah, ia berharap alokasi subsidi BBM yang besar (Rp 300 triliun) bisa diperuntukkan untuk membantu mengembangkan pesawat.

"Kita harus punya produk sendiri. Kalau kita bangun pesawat sendiri. Kita bangun pesawat yang senilai US$ 2 miliar. Kita akan cari partner," cetusnya.


  ● Detik 
0

Apa kabar KFX/IFX

Riset KFX/IFX Memasuki Tahap Engineering Manufacturing Development JAKARTA  Ajakan Pemerintah Korea Selatan yang disampaikan pertengahan 2010 di Jakarta diterima dengan senang hati oleh Kementerian Pertahanan Indonesia. Karena memang punya keinginan memenuhi kebutuhan alut sista secara mandiri, ajakan membuat pesawat tempur generasi 4,5 tersebut disambut bak peluang emas. Kedua pihak menyadari kemandirian di bidang pertahanan bisa memperkokoh industri dalam negeri, memangkas ketergantungan pada sistem senjata strategis dari luar dan mendongkrak deterrent sistem pertahanan nasional. Meski gayung sudah bersambut, namun merealisasikan jet tempur berkode KFX/IFX ini tak semudah membalik telapak tangan. Berikut laporan A. Roni Sontani dan A. Darmawan tentang status terkini dari program yang amat prestisius ini, langsung dari “dapurnya”.

Singkat cerita, proyek bilateral ini sudah berjalan dan berlangsung lebih kurang satu setengah tahun. Selama kurun waktu tersebut konsep jet tempur masa datang generasi 4,5 ini telah diurai dan disusun menurut kebutuhan operasional sistem pertahanan Korea dan Indonesia. Program dikatakan menelan anggaran 8 miliar dolar AS, dimana Indonesia akan menanggung 20 persen sementara sisanya akan dipikul Korea. Dalam perjanjian juga disepakati, Indonesia berhak membeli 50 unit pesawat, sementara Korea Selatan 150 unit. Dan, jika pesawat ini dibeli negara lain, kedua pihak akan berbagi royalti.

Perancangan front-liner fighter yang bakal beroperasi setelah 2020 ini dipusatkan di KFX/IFX Research Center, Daejeon, 160 km sebelah selatan ibukota Seoul. Di sini telah berkutat dan saling bertukar-pikiran 140 enjinir dari kedua negara, di mana 30 persennya berasal dari Indonesia. KFX/IFX tak lain adalah singkatan dari Korea Fighter Experiment/Indonesia Fighter Experiment. Korea Selatan sendiri ingin Turki ikut bergabung, namun negeri ini mengundurkan diri setelah sebelumnya sempat menyatakan tertarik.

Menurut pihak Defence Acquisition Program Administration (DAPA) Korea Selatan, jet-jet tempur baru ini akan menggantikan jajaran F-4 Phantom dan F-5 yang sudah menua. Korea tertarik mengajak Indonesia, karena Indonesia merupakan sahabat yang tak memiliki problem politik dan batas wilayah. Telah mampunya Indonesia membuat sendiri pesawat terbang dan adanya hubungan dagang di antara kedua negara, juga menjadi faktor penentu. (Lebih jauh, baca Angkasa, edisi Oktober 2010) 

Dalam Lokakarya Dewan Penerbangan dan Antariksa Nasional RI (Depanri) 20 Desember 2012 di BPPT, Jakarta, perjalanan dan pencapaian sementara program ini untuk pertama kalinya dipaparkan secara terbuka. Di hadapan pejabat Dewan Penerbangan dan Antariksa Nasional RI (Depanri), Kemenristek, BPPT (Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi), Lapan, PT Dirgantara Indonesia dan TNI AU, Kapuslitbang Kementerian Pertahanan, Prof. Dr. Eddy S. Siradj, menjelaskannya cukup gamblang.

“Hingga Desember 2012, program sudah sampai tahap Technology Development. Tahapan ini sudah selesai. Setelah ini kami berharap bisa lanjut ke tahapan berikutnya, yakni Engineering Manufacturing Development,” ungkapnya kepada Angkasa usai lokakarya.

Sudah Dikuasai, Hampir Seluruh Teknologi KFX/IFX

Bukan rahasia lagi, pertanyaan terbesar di seputar pembuatan KXF/IFX adalah: Apakah Korea Selatan atau Indonesia sudah menguasai teknologi jet tempur generasi ke-4,5? Menanggapi keraguan ini, Prof. Dr . Mulyo Widodo menjawab mantap, jangan khawatir, Korea Selatan sudah menguasai hampir seluruh teknologinya. Mereka gigih mengembangkan sendiri pesawat tempur, dan semua ini tak lepas dari kesiapan industri kedirgantaraan (Korea Aerospace Industries) serta lembaga penelitian yang berdiri di belakangnya.

“Meski sebagian lagi (teknologi) masih dicari, kami percaya Korea bisa meraihnya. Mereka punya road-map yang jelas dalam proyek pengembangan jet tempur. Mereka sudah memulainya dengan KT-1, lalu T-50, TA-50 dan setelah itu: FA-50. Lebih dari itu mereka juga punya belasan veteran NASA dan USAF yang jadi tempat bertanya. Mereka kini dosen di sejumlah perguruan tinggi,” tuturnya dalam Lokakarya Dewan Penerbangan dan Antariksa Nasional RI, 20 Desember lalu di BPPT, Jakarta.

Menurut salah seorang pakar kedirgantaraan dari Institut Teknologi Bandung yang juga ditunjuk membidani front liner fighter itu lagi, inti dari teknologi jet tempur generasi 4, 4,5 maupun 5 adalah elektronik dan material penyerap gelombang radar. Elektronik dalam arti avionik untuk mengendalikan penerbangan dan misi serangan, sementara material penyerap gelombang radar bisa digambarkan sebagai “kulit pesawat” yang bisa menyerap gelombang elektromagnet radar penjejak pesawat.

Angkasa mencatat, kedua teknologi inti itulah yang sejatinya diandalkan pesawat stealth (siluman) macam F-117A Nighthawk, F-22A Raptor dan F-35. RAM atau Radar Absorbent Material bisa menekan angka Radar Cross Section hingga kecil sekali sehingga radar seolah tak sanggup “melihatnya”. Di lain pihak, tubuh pesawat dan rumah mesin juga perlu dibentuk sedemikian rupa agar gelombang radar terpantul menjauh. Kalau pun bentuk pesawat menjadi tidak aerodinamis dan tidak stabil seperti yang “dialami” F-117A, hal ini bisa diatasi dengan avionik khusus yang bisa mengendalikan penerbangan.

“Kami memang belum menguasai soal material penyerap gelombang radar. Tetapi, untungnya Korea sudah punya kemampuan yang sangat tinggi di bidang elektronik. Chip paling rumit bahkan sudah dibuat di Samsung Industrie. Itu sebab KFX/IFX hanya diputuskan sampai sebatas generasi 4,5,” ungkap Prof. Widodo seraya menjelaskan bahwa material penyerap gelombang radar ini lah yang seyogyanya akan mendongkrak teknologi pesawat ke generasi 5.

Begitu pun Tim KFX/IFX akan membekalinya dengan perangkat elektronik yang bisa menuntun pesawat mengelak dari radar. Sayap vertikalnya juga dibuat miring (canted vertical tail) untuk gelombang radar tak mampu menjejak bagian yang paling rawan ini. Angkasa mendapat konfirmasi, desain pasti KFX/IFX sudah ada, namun baik pihak Korea maupun Indonesia belum mau mempublikasikannya. Kalau pun selama ini ada beberapa desain yang dimuat di situs-situs internet, gambar-gambar itu dikatakan baru sebatas rekaan yang mendekati. Hampir semua gambar rekaan ini merujuk ke F-35 dan F-22.

Ketika program ini digelindingkan, sempat ada pemikiran untuk membuat F-16 dari versi yang lebih canggih. Mereka menyebutnya dengan F-16 Plus. Dibanding F-16 versi reguler, F-16 Plus memiliki keunggulan performa, kecepatan jelajah (super cruise) dan agak stealth. Tetapi, dalam perjalanan, konsep ini ditinggalkan lalu dialihkan ke jet tempur generasi ke-4,5 yang benar-benar baru. Pesawat ini jauh lebih unggul dari F-16 Plus.

Pernyataan Sekjen Kemhan Marsdya TNI Eris Herryanto: “Program KFX/IFX Tetap Berjalan”

Di tengah berbagai pemberitaan mengenai dilanjutkan atau tidaknya program pembuatan pesawat tempur generasi 4,5 antara Korea dan Indonesia (KFX/IFX), bulan lalu Angkasa menemui Sekretaris Jenderal Kementerian Pertahanan Marsdya TNI Eris Herryanto di ruang kerjanya. Perwira tinggi TNI AU yang ikut membidani kerjasama ini menyatakan keyakinannya bahwa Program KFX/IFX tidak akan berhenti di tengah jalan.

Eris menilai, Korea punya komitmen dan kepentingan yang besar terhadap Indonesia. Sehingga, pemerintahan negeri ginseng itu tidak akan begitu saja membatalkan kesepakatan yang telah dibuat. Tidak hanya terbatas pada kerjasama KFX/IFX dan pembelian pesawat lainnya dari Korea, kerjasama Indonesia dengan Korea juga terjalin baik dalam hal perdagangan maupun kerjasama teknologi lainnya. Pembelian tiga kapal selam dari Korea untuk memperkuat armada TNI AL adalah salah satunya, di mana ratusan teknisi PT PAL telah dikirim ke Korea untuk menyerap teknologi pembuatan kapal selam yang nantinya akan membuat satu dari tiga kapal selam yang dibeli dari Korea itu di Indonesia.

“Korea berkepentingan dengan Indonesia. Contoh kecil saja, rakyat Korea yang ada di Indonesia itu sekitar 45.000 orang tersebar di berbagai industri. Masa, mereka akan begitu saja membatalkan kerjasama KFX/IFX,” ujarnya. Berikut kutipan wawancaranya.

Sudah sejauh mana Program KFX/IFX ini berjalan?

Program KFX/IFX dimulai dengan tahapan Feasibility Studies Phase, Technical Development Phase, Engineering Manufacturing Development (EMD) Phase, Production, serta Upgrade. Sekarang ini kita masuk ke tahap kedua, EMD. Harusnya dimulai Januari 2013, tapi diundur sekitar satu setengah tahun. Mengapa diundur, ini yang sedang kami teliti juga. Tapi pihak Korea sudah melakukan pemberitahuan resmi kepada kami. Penjelasannya, bahwa Korea sekarang sedang melakukan penjajakan untuk membeli pesawat tempur generasi kelima. Kompetitornya saya dengar adalah F-35 dan F-15. Tapi sumber lain mengatakan ada Eurofighter Typhoon juga. Yang dimaksud generasi kelima di sini adalah pesawat-pesawat dengan avionic suite tercanggih, tidak semata-mata karena faktor stealth saja.

Mengapa hal ini “menghambat” Program KFX/IFX?

Begini, Korea itu sama dengan negara kita. Kalau mau beli pesawat, mereka mensyaratkan juga harus ada Transfer of Technology (ToT). Harus ada offset. Nah, salah satu offset yang ingin mereka dapatkan dari pembelian pesawat generasi kelima itu salah satunya adalah teknologi yang bisa diterapkan di KFX/IFX. Contohnya radar. Korea sedang berusaha agar dapat offset untuk diberi teknologi radar AESA. Radar ini nantinya akan digunakan pada KFX/IFX. Itu bargain mereka. Kita tahu, Korea itu negara yang dalam posisi siaga perang, selalu dalam ancaman. Sementara beberapa pesawat tempurnya sudah mau habis masa pakainya. Contohnya F-5. Kalau mereka harus menunggu KFX terlalu lama waktunya. Itu penjelasan mereka kepada kita.

Kalau mereka tidak dapat offset, berarti KFX/IFX terbengkalai?

Kalau tidak dapat, konsekuensinya mungkin mereka akan beli radar itu. Saya tidak tahu persis. Selain radar, juga ada teknologi-teknologi lain yang mereka butuhkan. Mereka sebut ada delapan item yang akan mereka ambil ToT-nya. Mungkin juga soal mesinnya, dan rudalnya. Itu tidak disampaikan kepada kita. Yang jelas mereka bilang bahwa mereka akan konsentrasi dulu ke pembelian pesawat generasi kelima. Targetnya 1,5 tahun selesai. Dimulai awal tahun 2013 ini.


  • Angkasa  
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgooV1VxZtEsH4vI20hI-r2oQ16VSeAVhaU051orN-_f14Dy4r7Abm-QuaFrw4Y1yHdzPjiTzcgMX9SJi0KfjrQRJwsPhAAscD9wCxqg1CxOhldL5FQjlgoagk76DSQbpmT__OEVvhDSXM/s35/cinta-indonesia.jpg
0

Tucuxi dan Diaspora Indonesia

KOMPAS Images/KOMPAS/HERU SRI KUMORO Menteri BUMN Dahlan Iskan menunjukkan mobil listrik Tucuxi di Gelora Bung Karno, Jakarta, Minggu (23/12/2012). Tucuxi dikerjakan oleh rumah modifikasi Kupu-Kupu Malam di Yogyakarta. Dengan baterai terisi penuh mobil ini bisa menempuh jarak sekitar 400 kilometer atau 4 jam. Pengisian baterai diperlukan waktu sekitar 6 jam. 

Willy Sakareza

Jakarta | Bulan Juli 2012, Duta Besar Republik Indonesia di Amerika Serikat, Dino Patti Djalal menggagas pertemuan bersejarah di Los Angeles. Mengapa bersejarah? Karena pertemuan itu dapat dikatakan sebagai pertemuan pertama dan terbesar yang dihadiri oleh para diaspora Indonesia di berbagai negara. Antara lain, warga Indonesia di Qatar, Peru, Jerman, Korea Selatan, khususnya mereka yang bermukim di daratan Amerika Serikat.

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menyampaikan sambutan pembukaan pertemuan akbar tersebut melalui rekaman video, disaksikan oleh 1000 undangan yang memadati gedung Los Angeles Convention Center.

Dalam sambutannya, Presiden Yudhoyono dan Duta Besar Dino Patti Djalal menyebutkan betapa tinggi potensi diaspora Indonesia yang bermukim di luar negeri. Menurut Dino Patti Djalal definisi diaspora adalah mereka yang bermukim di luar negeri, termasuk warga negara asing yang memiliki ikatan keluarga dengan Indonesia. Warga negara asing yang mencintai Indonesia pun dapat dianggap sebagai diaspora Indonesia. Meski sementara ini, perhatian utama dari diaspora Indonesia adalah mereka yang memiliki paspor Indonesia.

Dubes Dino memprediksi terdapat 10 juta diaspora Indonesia yang tersebar di seluruh dunia. Angka ini sangatlah besar bahkan hampir menyamai jumlah populasi penduduk di Swedia atau Austria. Secara kualitas, diaspora Indonesia pun bukan diaspora “asal-asalan”. Warga negara Indonesia di Amerika Serikat memiliki pendapatan rata-rata sebesar 59.000 dollar AS setiap tahunnya. Jauh lebih besar dibandingkan warga Amerika Serikat yang pendapatan rata-ratanya sebesar 45.000 dollar AS per tahun.

Di samping itu, 48 persen warga diaspora Indonesia di Amerika Serikat memiliki kualitas akademik di atas sarjana. Sementara, rata-rata penduduk Amerika Serikat yang memiliki kualitas akademik serupa, jumlahnya hanya 27 persen. Tidak hanya di Amerika Serikat, diyakini lebih banyak lagi warga diaspora Indonesia unggul lainnya tersebar di seluruh dunia seperti ilmuwan Indonesia yang tergabung di Ikatan Ilmuwan Indonesia Internasional (I-4).

Diaspora Indonesia, menurut Dino Patti Djalal, setiap tahun mengirimkan devisa ke Indonesia hingga mencapai 7 miliar dollar AS atau hampir Rp 70 triliun. Angka yang sangat besar karena nyaris menyamai jumlah dana otonomi khusus pada APBN-P 2012 yang ditransfer pemerintah pusat ke pemerintah daerah.

Tawaran pemerintah

Menyadari betapa besar dan strategisnya potensi diaspora Indonesia, Presiden Yudhoyono secara langsung mengajak para perantau ini untuk mendukung pemerintah Indonesia dalam pembangunan nasional. Presiden juga memberikan perhatian khusus kepada diaspora Indonesia. Sebagai contoh, Presiden telah memerintahkan untuk membentuk Desk Diaspora Indonesia di bawah koordinasi Kementerian Luar Negeri RI.

Tidak hanya itu, Presiden juga memerintahkan Kementerian Hukum dan HAM RI untuk menyusun regulasi visa khusus bagi diaspora Indonesia yang telah berganti kewarganegaraan. Apapun dilakukan untuk menarik diaspora Indonesia untuk kembali ke Indonesia dan mengembangkan potensinya untuk pembangunan Indonesia.

Pernyataan Presiden ini mendapat sambutan baik dari warga diaspora yang hadir dalam pertemuan tersebut. Termasuk delegasi Dewan Perwakilan Rakyat yang turut hadir pada acara tersebut. Wakil Ketua DPR RI, Priyo Budi Santoso menyambut aspirasi ribuan diaspora Indonesia yang hadir dan berjanji akan memperjuangkan aspirasi mereka di Senayan.

Di tingkat kementerian, Menteri BUMN, Dahlan Iskan turut mengajak salah satu diaspora Indonesia, Dr. Danet Suryatama, lulusan Universitas Michigan, Amerika Serikat yang berprestasi di kancah internasional untuk bergabung dalam kelompok “Putra Petir”. Sebuah inisiasi untuk mengembangkan inovasi mobil listrik. Karirnya di bidang otomotif sangat cemerlang di bawah bendera Chrysler dan Mitsubishi. Danet dapat dikatakan satu dari banyak diaspora yang kembali ke Indonesia dan mengembangkan keilmuannya di dalam negeri.

Pelajaran penting

Pemberitaan mengenai Danet Suryatama dan Dahlan Iskan terkait proyek mobil listrik Tucuxi patut menjadi perhatian bagi para diaspora. Hubungan manis yang berbuah produktif berupa mobil listrik buatan lokal pun berakhir pahit dengan kecelakaan yang dialami Dahlan ketika melakukan test drive di Magetan.

Danet, seperti dikutip dari berbagai berita, sangat kecewa kepada Dahlan Iskan karena dianggap telah melanggar perjanjian dalam hal hak kekayaan intelektual mobil listrik Tuxuci ini. Mobil listrik yang diproduksi oleh Danet dan timnya di Elektrikcar, dinilai telah “dioprek” oleh pihak lain secara sengaja tanpa sepengetahuan dan izinnya.

Menurut Danet, kecelakaan yang terjadi yang diduga karena perubahan spesifikasi setelah “dioprek” sehingga Danet menyatakan tidak bertanggung jawab karena adanya perubahan spesifikasi antara mobil listrik yang diproduksi Danet dengan mobil listrik yang telah “dioprek” di tempat lain tanpa izinnya.

Bagaimana reaksi Dahlan Iskan? Seperti biasa, Dahlan tidak menanggapi serius tudingan itu dan memilih untuk terus menguji mobil mewah seharga Rp 1,5 miliar ini. Walau pada akhirnya mobil itu rusak dan tidak bisa dipakai kembali sedangkan Danet sendiri saat ini memilih untuk kembali ke Amerika Serikat.

Jika kekecewaan Danet tidak diselesaikan dengan baik, dapat berimplikasi pada menguatnya pesimisme diaspora Indonesia terhadap pemerintah Indonesia yang selama ini mereka rasakan. Benarkah pemerintah Indonesia satu suara dan all out untuk mengajak diaspora Indonesia mengembangkan potensinya di dalam negeri?

Sebenarnya ada solusi lain, yaitu inisiasi swasta untuk menggandeng diaspora ini tanpa campur tangan pemerintah. Hal ini dilakukan oleh salah satu konglomerat Indonesia, Chairul Tanjung pada saat bertemu dengan para profesional Indonesia di Silicon Valley beberapa hari setelah Kongres Diaspora di Los Angeles. Chairul menantang para profesional itu untuk menyampaikan ide-ide brilian dan jika benar berpotensi, ajakan kerja sama pun akan diberikannya.

Apapun itu, fenomena diaspora Indonesia ini sebaiknya tidak mutlak difokuskan pada kesiapan para perantau untuk mengembangkan kapasitasnya di dalam negeri saja. Tapi juga kesiapan publik Indonesia di dalam negeri dalam menerima kembali diaspora untuk pulang kampung dan beraktivitas di dalam negeri yang pastinya memiliki kultur dan budaya berbeda dengan negara tempat para diaspora beraktivitas. (Willy Sakareza)

* Penulis adalah Mahasiswa Masters Leiden University, Belanda dan Penerima Beasiswa Unggulan PKLN Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan


  Kompas 
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgooV1VxZtEsH4vI20hI-r2oQ16VSeAVhaU051orN-_f14Dy4r7Abm-QuaFrw4Y1yHdzPjiTzcgMX9SJi0KfjrQRJwsPhAAscD9wCxqg1CxOhldL5FQjlgoagk76DSQbpmT__OEVvhDSXM/s35/cinta-indonesia.jpg
0

Pemberedelan Majalah Tempo Dan Proyek Gatotkaca

 Habibie Buka Suara Soal Pemberedelan Majalah Tempo

Habibie Buka Suara Soal Pemberedelan Majalah TempoJakarta | Cover story majalah Tempo 7 Juni 1994 benar-benar membuat merah telinga penguasa saat itu tentang pembelian kapal perang bekas dari Jerman Timur. Akibat pemberitaan tersebut, majalah Tempo bersama tabloid DeTik dan majalah Editor diberedel oleh Menteri Penerangan Harmoko.

Mantan Presiden Bachruddin Jusuf Habibie dalam pidatonya ketika menerima penghargaan Medali Emas Kemerdekaan Pers di Manado, Sulawesi Utara, Jumat malam, 8 Februari 2013, membuka kembali cerita yang sebenarnya.

Menurut B.J. Habibie, dia diminta Soeharto untuk mendapatkan 38 kapal bekas Jerman Timur yang masuk kandang setelah Jerman Timur bubar. Walaupun memiliki hubungan dekat dengan Jerman Barat, Habibie tidak lantas mendapatkannya dengan mudah. Dia mengatakan pada Soeharto bahwa untuk mendapatkan itu harus seizin NATO (Organisasi Pertahanan Atlantik Utara).

"Saya ditugaskan melakukan lobi, dan saya langsung berangkat ke Washington D.C.," kata Habibie yang menghadiri rangkaian acara Hari Pers Nasional (HPN) 2013 di Manado.

Selain ke Washington D.C., Habibie juga mengunjungi Roma, London, dan negara lainnya, mengingat banyak negara yang berminat untuk mendapatkan kapal-kapal tersebut. "Tugas saya melobi," katanya.

Pada 1994, ketiga media tersebut mengkritik pembelian 39 kapal perang bekas dari Jerman Timur. Pemberitaan berfokus pada harga pembelian yang diperdebatkan oleh Menteri Riset dan Teknologi B.J. Habibie dan Menteri Keuangan Marie Muhammad. Utamanya, besaran harga dari US$ 12,7 juta menjadi US$ 1,1 miliar. Sepekan sebelumnya, majalah Tempo mengungkapkan pembengkakan harga kapal bekas sebesar 62 kali lipat.

Pada 9 Juni 1994, dua hari setelah pemberitaan tersebut, ketika meresmikan pembangunan Pangkalan Utama Angkatan Laut di Teluk Ratai, Lampung, Soeharto marah besar. Dia memerintahkan supaya menindak tegas media yang “mengadu domba”. Dari sinilah, Menteri Penerangan Harmoko memberedel ketiga media tadi.

 Berhasil Melobi, Habibie Teruskan Proyek Gatotkaca

Bachruddin Jusuf Habibie yang kala itu menjadi Menteri Riset dan Teknologi akhirnya berhasil melobi negara-negara yang memperebutkan kapal perang bekas Jerman Timur, yang masuk kandang pada 1994. Pemerintah RI diperkenankan membeli kapal bekas dengan suku cadang lima tahun serta semua pelurunya dengan harga 25 juta deutsch mark atau sekitar US$ 12,5 juta.

"Setelah itu, saya menyerahkan urusan itu ke Departemen Hankam untuk meneruskan pengadaan kapal," kata Habibie ketika menerima penghargaan Medali Emas Kemerdekaan Pers di Manado, Sulawesi Utara, Jumat malam, 8 Februari 2013.

Habibie kembali melanjutkan pekerjaan utamanya mempersiapkan pesawat nasional N250 bernama Gatotkaca. Selanjutnya, kata Habibie, Jenderal Faisal Tanjung kala itu sebagai Panglima ABRI melanjutkan negosiasi dan berhasil menawar harga menjadi 20 juta deutsch mark dari harga 25 DM.

"Setelah itu, saya mendapatkan tugas bernegosiasi dengan pemerintah Jepang soal soft loans," kata Habibie, yang kala itu menggunakan pesawat pribadi untuk pergi ke Jepang.

 Habibie Batalkan Negosiasi Ketika Tempo Diberedel

Kepergian B.J. Habibie ke Jepang untuk bernegosiasi dengan pemerintah Jepang akhirnya batal ketika mendengar majalah Tempo diberedel. Habibie, yang kala itu sedang bernegosiasi, mendapatkan telepon dari Parni Hadi yang melaporkan pemberedelan tersebut. Ketika itu, Parni meminta Habibie melakukan sesuatu.

"Saya diminta Parni Hadi melakukan sesuatu, katanya kasihan adik-adik di Tempo," kata Habibie ketika menerima penghargaan Medali Emas Kemerdekaan Pers di Manado, Sulawesi Utara, Jumat malam, 8 Februari 2013.

Habibie langsung menyetop negosiasi dan terbang kembali ke Jakarta. Dia menelepon ajudan Soeharto agar diatur waktu untuk bertemu secepatnya. Dalam pertemuan dengan Soeharto, disampaikan bahwa keputusan pemberedelan tidak mungkin dicabut. Tapi Habibie berhasil meyakinkan Soeharto agar dikeluarkan SIUPP baru pengganti Tempo, yaitu Gatra.

"Banyak saksi yang mengetahui hal ini, silakan untuk mengecek kebenaran informasinya. Banyak saksi-saksi masih hidup dan dapat ditanyai," kata Habibie.

Cover story majalah Tempo 7 Juni 1994 mengkritik pembelian 39 kapal perang bekas dari Jerman Timur. Pemberitaan berfokus pada harga pembelian yang diperdebatkan oleh Menteri Riset dan Teknologi B.J. Habibie dan Menteri Keuangan Marie Muhammad. Utamanya, besaran harga dari US$ 12,7 juta menjadi US$ 1,1 miliar. Sepekan sebelumnya, majalah Tempo mengungkapkan pembengkakan harga kapal bekas sebesar 62 kali lipat.

Pada 9 Juni 1994, dua hari setelah pemberitaan tersebut, ketika meresmikan pembangunan Pangkalan Utama Angkatan Laut di Teluk Ratai, Lampung, Soeharto marah besar. Dia memerintahkan supaya menindak tegas media yang “mengadu domba”. Dari sinilah, Menteri Penerangan Harmoko memberedel tiga media: majalah Tempo, tabloid DeTik, dan majalah Editor.


 Tempo.Co 
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgooV1VxZtEsH4vI20hI-r2oQ16VSeAVhaU051orN-_f14Dy4r7Abm-QuaFrw4Y1yHdzPjiTzcgMX9SJi0KfjrQRJwsPhAAscD9wCxqg1CxOhldL5FQjlgoagk76DSQbpmT__OEVvhDSXM/s35/cinta-indonesia.jpg
0

Situs Prostitusi

  Mahasiswa IPB Diduga Kelola Situs Prostitusi 

Mahasiswa IPB Diduga Kelola Situs Prostitusi  
Ilustrasi pelacuran / prostitusi. REUTERS/Edgar Su
Bogor | Kepolisian Daerah Jawa Barat menangkap HFIH, terduga pengelola prostitusi online www.bogorcantik.blogspot.com. Dibekuk di Hotel Papaho, Kota Bogor, pria 24 tahun ini disebut-sebut sebagai mahasiswa Institut Pertanian Bogor. Juru bicara Polda Jawa Barat, Komisaris Besar Martinus Sitompul, mengatakan, HFIH tak ditangkap sendiri. Kala peringkusan, ia tengah bersama tiga remaja perempuan.

"Mereka ditangkap Jumat, pukul 18.00," kata Martinus melalui pesan pendek, Jumat, 8 Februari 2013. "Modusnya menyediakan dan memperdagangkan wanita."

Martinus menjelaskan, tiga remaja yang ditangkap bersama HFIH adalah M, 17 tahun; M (16); dan D (18). Keempatnya dicokok dalam kamar nomor 5 di penginapan yang terletak di Jalan Pajajaran, Kota Bogor, itu.

"Dari hasil pemeriksaan awal, HFIH telah memperdagangkan selama enam bulan," kata Martinus. "Tarifnya berkisar Rp 1,5 juta."

Dalam penggerebekan, polisi menyita barang bukti: komputer jinjing, empat telepon genggam; dan sebuah sepeda motor matic Vario T 3660 UM. Atas tuduhan itu, HFIH dijerat Pasal 30 dan 35 Undang-Undang Antipornografi, Pasal 45 ayat 1 Undang-Undang tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, serta Undang-Undang Perlindungan Anak. "Ancaman hukuman maksimal 12 tahun penjara," ujar Martinus. 

 Polisi Jebak Mahasiswa IPB Pengelola Situs Prostitusi 

Polisi Jebak Mahasiswa IPB Pengelola Situs Prostitusi
Ilustrasi prostitusi online. asiaone.com
Kepolisian Daerah Jawa Barat telah menangkap HFIH, pengelola situs prostitusi online www.bogorcantik.blogspot.com, Jumat, 8 Februari 2013. Sebelum melakukan peringkusan, polisi terlebih dulu menjebak HFIH dan kaki tangannya, tiga remaja putri: M, 17 tahun; M (16); serta D (18).

"Pelaku ditangkap dengan cara dijebak supaya mereka datang ke suatu tempat, kamar Hotel Papaho," kata Kepala Polda Jawa Barat Tubagus Anis Angkawijaya, Sabtu, 9 Februari 2013. "Setelah mereka berkumpul, barulah kami gerebek."

Polisi menangkap HFIH dan ketiga remaja perempuan itu kala mereka berada dalam kamar nomor 5, Hotel Papaho, Kota Bogor. Namun, menurut Tubagus, ketiga perempuan itu hanya korban perdagangan yang dilakukan HFIH. Dan rencananya, polisi bakal memberikan pembinaan kepada ketiganya. "Yang sudah jelas kami tindak itu si pelaku mahasiswa, pengelola situs," ujar dia.

Soal kabar bahwa HFIH adalah mahasiswa Institut Pertanian Bogor, Tubagus pun membenarkannya. Bahkan, menurut penyidik, HFIH jago bermain Internet. "Ya, dia mahasiswa sebuah perguruan tinggi terbaik dan terkenal di Bogor," jawab Tubagus kala ditanya soal status pendidikan HFIH di IPB.

Kini, HFIH dan tiga remaja perempuan itu tengah meringkuk di ruang tahanan Polda Jawa Barat. Dan dari hasil pemeriksaan awal, HFIH diduga menyediakan serta memperdagangkan perempuan secara online sejak enam bulan lalu dengan tarif berkisar Rp 1,5 juta.

Pada saat penggerebekan, polisi menyita barang bukti: komputer jinjing, empat telepon genggam, dan sebuah sepeda motor matic Vario T-3660-UM. Pelaku dijerat Pasal 30 dan 35 Undang-Undang Antipornografi, Pasal 45 ayat 1 Undang-Undang tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, serta Undang-Undang Perlindungan anak, dengan ancaman penjara 12 tahun.

 Seks Online, IPB Belum Pastikan HFI Mahasiswanya 

Wakil Rektor Bidang Akademik dan Kemahasiswaan Institut Pertanian Bogor (IPB) Prof Yoni Koesmaryono belum dapat memastikan dugaan keterlibatan mahasiswanya, Hemud Farhan Ibnu Hasan (HFIH), dalam bisnis seks secara online. Alasannya, IPB belum mendapat konfirmasi dari Kepolisian Daerah Jawa Barat.

"Sejauh ini belum bisa dipastikan karena belum ada konfirmasi dari pihak Polda Jabar tentang sejatinya identitas yang bersangkutan (HFIH)," kata Yoni melalui pesan singkat kepada Tempo, Sabtu malam, 9 Februari 2013.

Direktorat Kriminal Khusus Kepolisian Daerah Jawa Barat yang menangkap Hemud Farhan Ibnu Hasan, 24 tahun di Hotel Papaho, Bogor, bersama tiga gadis ABG yang masih berstatus pelajar SMA. Tersangka diduga mahasiswa Fakultas Agrobisnis IPB.

Yoni mengatakan, pihaknya juga belum mendapat kejelasan peranan Hemud dalam bisnis seks secara online karena diduga menjadi pengelola blog www.bogorcantik.blogspot.com sekaligus germo dari jaringan ini.

"Kita kedepankan azas praduga tidak bersalah dan kemungkinan juga ketidaksesuaian orang atau nama. Saya masih menunggu konfirmasi dari Polda Jabar tersebut," ujar Yoni.

Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda Jabar Komisaris Besar Martinus Sitompul mengatakan, pengakuan sementara Hemud Farhan Ibnu Hasan yang ditangkap di kamar nomor 5 Hotel Papaho,mendapatkan jatah 500 ribu dari tarif Rp 1,5 juta untuk setiap ABG. "Sementara gadisnya hanya mendapatkan Rp 1 juta."

Saat ditangkap, Hemud bersama tiga gadis ABG yang masih bersatsus pelajar SMA, yakni Me (17), Ma (16), dan Dv (18). Ketiga ABG ini diduga menjadi gadis penggilan dan kini masih diamankan di Polda Jabar.

Kepala Polres Bogor Kota Ajun Komisaris Besar Polisi Bahtiar Ujang Purnama mengungkapkan, jajaranya akan melakukan menyelidikan dan pendalaman kasus esek-esek secara online tersebut. Polisi menduga kasus serupa masih ada dan terdapat di wilayah hukumnya. "Kita akan bentuk tim kusus untuk menyelidiki dan mengembangkan kasus serupa seperti ini," ujar Bahtiar.

  • Tempo  
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgooV1VxZtEsH4vI20hI-r2oQ16VSeAVhaU051orN-_f14Dy4r7Abm-QuaFrw4Y1yHdzPjiTzcgMX9SJi0KfjrQRJwsPhAAscD9wCxqg1CxOhldL5FQjlgoagk76DSQbpmT__OEVvhDSXM/s35/cinta-indonesia.jpg
0

Harapan Indonesia Kedepan

 Pergeseran Kekuatan Ekonomi Dunia 

Berbagai perhitungan dan kalkulasi ekonomi telah dilakukan para pakar dalam 10 tahun terakhir, untuk meneropong seperti apa kira-kira kekuatan ekonomi dunia pada pertengahan abad 21 nanti, yakni tahun 2050. Hasilnya relatif sama, negara-negara itu juga yang masuk menjadi negara terkuat secara ekonomi, termasuk Indonesia. Perbedaannya ada pertukaran posisi untuk beberapa negara.

All image from jakartagreater.com

Misalkan, perhitungan yang dilakukan Carnegie Endowment for International Peace (April 2010), menempatkan Ekonomi dunia akan dipimpin China, disusul oleh India lalu Amerika Serikat di urutan ketiga. Lembaga ini menempatkan Indonesia di urutan nomer 13 kekuatan ekonomi dunia pada tahun 2050, dengan asumsi pertumbuhan ekonomi 4,8 % per tahun.

Perhitungan ini langsung dikoreksi Menteri Kordinator Perekonomian Hatta Rajasa. Menurutnya Indonesia akan menempati posisi 6 sebagai negara ekonomi terkuat pada tahun 2050, dengan asumsi pertumbuhan ekonomi Indonesia 6,8 % per tahun dan pada 2014 angka tersebut terkerek lagi ke 7-8%. Dengan hitung-hitungan itu, Indonesia diprediksi akan menjadi kekuatan ekonomi nomer 10 dunia pada tahun 2025.

Sementara menurut perhitungan the 2012 edition of The Wealth Report, India lah yang memimpin ekonomi dunia di tahun 2050, kemudian disusul China, Amerika Serikat dan Indonesia diperingkat ke 4.


Sementara data yang dirilis price waterhouse cooper (PwC) tanggal 17 Januari 2011, menempatkan Indonesia sebagai kekuatan ekonomi nomer 8 dunia (GDP PPP), mengalahkan Jerman, Perancis dan Inggris.

Peringkat 1: China, 2: AS, 3: India, 4: Brasil, 5: Jepang, 6: Rusia, 7: Meksiko, 8: Indonesia, 9: Jerman, 10: Perancis, 11: Inggris. Data ini diolah price waterhouse cooper berdasarkan data estimasi ekonomi Word Bank tahun 2009. Angka di atas keluar setelah melakukan penghitungan meliputi: Populasi penduduk yang tumbuh dan didominasi oleh usia pekerja, kekayaan alam, investasi di infrastruktur dan pendidikan, serta tingkat pertumbuhan ekonomi yang tinggi.

Perhitungan yang dirilis PwC, mirip dengan kalkulasi yang dilakukan pemerintah Indonesia. Menurut hitungan pemerintah, pada 2045, PDB Indonesia diperkirakan mencapai US$ 16,6 triliun dengan pendapatan per kapita sebesar US$ 48.900. Tahun itu, Indonesia diharapkan masuk 7 atau 8 besar negara dengan kekuatan ekonomi terbesar di dunia.

 Multi Polar 

Amerika Serikat dan Jepang sedang menghadapi jalan yang sulit, karena dari status super power ekonomi kini menjadi negara yang harus berbagi kepemimpinan itu dengan kekuatan baru seperti China dan India.

Negara-negara tersebut harus memiliki cara pandang yang lebih kolaboratif, agar tidak menimbulkan gesekan di tengah mulai memanasnya geopolitik dunia saat ini.

Indonesia termasuk kekuatan ekonomi dunia yang diprediksikan masuk ke dalam 10 besar pada tahun 2050. Hal itu bisa dicapai jika Indonesia tidak salah dalam melangkah.


 China dan India 

Perubahan kekuatan ekonomi dunia menuju pertengahan abad 21 semakin dipercepat dengan adanya krisis ekonomi yang melanda Eropa dan Amerika Serikat. Di pertengahan abad 21 (2050), China akan mengambil alih posisi super power dari Amerika Serikat dan India menyusul menemani China sebagai pemimpin ekonomi dunia.

 New Triad 

China, India dan Amerika Serikat akan menjadi tiga kekuatan ekonomi terbesar di tahun 2050, dengan total GDP 70 persen dibandingkan gabungan GDP anggota G-20 lainnya.

Posisi pimpinan ekonomi dunia, akan pindah tangan dari Amerika Serikat kepada China pada tahun 2023. Sementara tahun ini, China telah mengambil alih kekuatan ekonomi nomer dua dari Jepang.

 Eropa 

Tahun-tahun perjalanan menuju 2050 akan menjadi tahun yang kritis bagi negara-negara Uni Eropa, beserta 27 anggotanya. Jerman, Inggris, Perancis dan Italia yang saat ini masuk ke dalam 7 ekonomi terkuat dunia, akan mengalami pertumbuhan ekonomi hanya 1,5 persen per tahun hingga 2050. Untuk itu sumbangan ekonomi keempat negara ini ke G-20 turun dari 24 persen tahun 2009 menjadi 10 persen tahun 2050.

 Rusia 

Rusia yang memiliki kekuatan besar secara sejarah dan juga kaya sumber daya alam juga akan terkendala, karena populasi penduduknya pada tahun 2050 susut menjadi 109 juta jiwa dibandingkan sekarang yang berjumlah 140 juta jiwa.

Kekuatan China, India dan AS ini, akan memaksa Rusia memperkuat hubungan ekonomi dan keamanan mereka dengan Eropa dan menggalang balance of power dengan tetangga negara besar.

 Jepang 

Pada tahun 2050, Jepang menjadi seperti Inggris di tahun 1900. Kekuatan ekonomi Jepang akan terus tergerus. Hal ini karena pertumbuhan ekonomi Jepang bergerak lamban 1,1 persen per tahun dan menjadi negara dengan pertumbuhan terendah di antara negara anggota G-20.

Kekuatan ekonomi negara Asia yang terus berkembang, seperti China, India dan Indonesia akan semakin menekan Jepang.

Di tahun 2050 Ekonomi China diperkirakan 7 kali lebih besar dari ekonomi Jepang dan India 2,5 kali lebih besar dari Jepang.

Seperti halnya Inggris di abad lalu, Jepang akan mendorong regional balance of power dan memperkuat kerjasama pertahanan dengan Amerika Serikat.

Pada masa mendatang akan terjadi patron-patron yang rumit antara China dan India, serta Rusia dan China, untuk berkompetisi secara ekonomi dan militer. Mereka bisa menjadi rival jika urusan perdagangan dan perbatasan negara, tidak dikelola dengan benar.

Sekarang saja rivalitas itu mulai telah terlihat, yakni antara China dan Jepang.


 Indonesia 

Kekuatan Ekonomi G-20 diperkirakan akan tumbuh 3,5 persen per tahun, naik dari 38,3 triliun USD pada tahun 2009, menjadi 160 triliun USD tahun 2050. Kenaikan angka 120 triliun USD itu (160 T- 38,3 T), 60 persen-nya dipasok oleh 6 negara: Brazil, Rusia, India, China, Indonesia dan Meksiko.

GDP dari keenam negara tersebut akan meningkat sekitar 6 persen per tahun. Tahun 2010, share GDP negara–negara G20 akan naik dari 19,6 persen tahun 2009 menjadi 50,6 persen pada tahun 2050. Bertolak belakang dengan itu GDP negara-negara G7 akan tumbuh kurang dari 2,1 persen per tahun, sehingga sumbangan mereka (share) ke G20 akan turun dari 72,3 persen menjadi 40,5 persen di tahun 2050.


Untuk Indonesia dianggap menjadi faktor yang penting dalam menggerakkan ekonomi G-20, karena 6 negara itulah yang memagang kekuatan mayoritas ekonomi negara G-20 pada tahun 2050 nanti.

Dengan asumsi pertumbuhan ekonomi 4,8 % per tahun, lembaga Riset Internasional Carnegie mencatat, jumlah penduduk miskin Indonesia pada tahun 2050 akan berkurang drastis. Living under $ 1,25/day pada tahun 2005 berjumlah 27,4 persen, maka tahun 2050 tinggal 2,3 persen, bahkan menyalip India.

Living under $2/day tahun 2005 berjumlah 55,9 persen, maka pada tahun 2050 tinggal 3,7 persen. Angka kemiskinan itu akan lebih kecil lagi, jika target pertumbuhan ekonomi 6 sampai 7 persen/tahun bisa dicapai.

Dengan demikian opportunity yang dimiliki bangsa Indonesia untuk tumbuh berkembang dan maju dengan pesat sangat terbuka lebar.

Dengan opportunity sebesar di atas, tidak ada alasan bagi Indonesia untuk tidak membangun New N-250 sebagai jalan membangun transportasi udara Indonesia yang lebih modern di masa depan.

 New N-250 (by WH) 

Sebelum mulai lagi membangun pesawat komersial untuk mengisi pasar 70-90 penumpang, hal yang pertama kali dilakukan adalah study pangsa pasar. Termasuk mendatangi para calon pembeli potensial, untuk mendapatkan informasi apa saja yang mereka butuhkan agar bisa terus bersaing meraih untung dan tumbuh dalam sekian dekade ke depan. Sekalinya pasar sudah didefinisikan, baru mencari teknologi yang applicable untuk New N250.

Dengan infiormasi yang terbatas, saya pribadi memperkirakan (WH) perlu waktu sekitar 7 tahunan: 2-3 tahun untuk redesign, dan 4 tahun untuk proses sertifikasi sampai bisa dijual. Kalau sukes dalam kurun waktu tersebut, bisa dikatakan cukup excellent.

The last N250 can still continue to be developed with the latest technologies to fill the market and to win the competition.

Dan kalau PT DI secara berangsur-angsur memulainya tahun ini (Feb 2013 ?), maka keseluruhan di 2019 bangsa ini “tiba-tiba” akan berubah bentuk:

  • Mampu membuat & menjual pesawat di bawah 100 penumpang
  • Mampu membuat fregat 
  • Mampu membuat kapal selam 
  • Mampu membuat roket, satelit, missile 
  • Kekuatan pokok minimum, MEF, tercapai
  • Dan seterusnya, masih banyak
N-250 IPTN

Saat ini N250 sudah ada PA1 (Prototype Aircraft 1 untuk 50 seat) dan PA2 untuk 70 seat yang dulu sudah sering malang melintang menjalani flight test. Kedua pesawat ini melakukan manuver membelok tajam dengan kemiringan hampir 90 derajat juga sudah bukan hal yang aneh. Untuk menyelesaikan sertifikasi perlu 2000-an jam terbang lagi, kalau hanya dengan kedua pesawat ini akan perlu waktu lama. Dan sebetulnya, PA3 dan kalau nggak salah ingat PA4 juga, dulu sudah disiapkan, masing-masing untuk 70 penumpang. Tujuannya agar sertifikasi bisa dilakukan cepat, paralel dengan 4 pesawat. Kokpit, badan dan bagian-bagian lainnya dulu sudah mulai terlihat penampakannya saat sedangg dirakit. Dengan 4 pesawat ready maka perkiraan sertifikasi 4 tahun bisa optimis tercapai. By the way, bagaimanapun, time schedule dari PT DI yang lebih valid.

Semuanya tidak harus dimodali dari nol. Komputer & software yang diperlukan, demikian juga engineer, bisa pinjam dulu atau sharing dengan punyanya proyek N219 & fighter IFX. Kebutuhan pilot yang bakal banyak untuk flight test PA1 – PA4, bisa mulai dari sekarang mumpung banjir order: helikopter, CN295 dan lain-lain yang masing-masing harus di test flight sebelum diserahkan ke pembeli. Mesin-mesin produksi bisa sharing dengan yang buat heli, CN235, CN295, dan seterusnya. Apalagi pusat produksi CN235 dan CN295 akan dipindah dari Spanyol ke Bandung.

Asal pangsa pasar sudah jelas, New N250 tidak perlu ragu-ragu untuk diteruskan, karena ibaratnya tinggal selangkah lagi. Basic aircraft bisa dipertahankan, diteruskan dan tidak perlu diganti.

Kalau kita lihat Boeing 737, di awal pengembangannya akhir 1960 an juga sebetulnya malah tidak terlalu mulus. Ketika pesawat sudah jadi kemudian flight test, ditemui adanya masalah aerodinamika sayapnya. Ketika di-test terbang pada sudut serang tinggi (gampangnya, ini sudut kalau pesawat dinaikkan hidungnya), pilot merasakan getaran. Getaran ini diakibatkan oleh turbulensi di atas sayap yang memukul-mukul permukaan sayap sehingga timbul getaran.

Turbulensi ini terjadi karena lepasnya lapisan udara laminer dari permukaan kulit sayap. Ketika sudut serang bertambah, udara di permukaan kulit atas sayap bergerak akan makin cepat. Bila kecepatan alir ini semakin cepat, maka energi kinetik pada fluida ini tidak bisa mempertahankan aliran untuk terus menempel pada permukaan kulit, sehingga aliran udara terlepas dari permukaan kulit dan berubah jadi turbulensi lokal. Lapisan udara laminer pada permukaan kulit inilah biang terciptanya gaya angkat pada sayap. Sesuai regulasi, harusnya fenomena ini terjadi pada sudut serang sangat tinggi sekitar 24-an derajat, dimana kalau hidung pesawat terus diangkat, lapisan udara yang terlepas di permukaan sayap makin banyak, sehingga gaya angkat di sayap drop dan akhirnya stall, pesawat jatuh.

Kejadian yang menimpa baby 737 ini menjadi sangat serius, pesawat sudah pasti nggak bakal lulus sertifikasi, karena jauh sebelum sudut stall pesawat akan stall duluan. Separasi aliran udara di sayap terjadi di awal, jauh sebelum sudut serang mencapai batas maksimum untuk stall. Untuk mendesain sayap baru jelas akan mahal dan lama. Boeing memutuskan jalan terus dengan desain sayap yang ada. Engineer Boeing pada akhirnya menemukan solusi permanen nan “murah” tanpa mengganti desain sayap, yakni dengan memasangkan banyak vortex generator (berbentuk sirip segitiga kecil setinggi sekitar 5 cm) di hampir sepanjang permukaan atas sayap. Sirip kecil vortex generator ini tugasnya membuat pusaran udara (vortex) dari ujung siripnya. Aliran vortex ini akan berputar terus menembus lapisan udara laminer di permukaan kulit, tujuannya untuk “menyisipkan” energi kinetik dari udara luar ke lapisan laminer di kulit, agar tidak terjadi separasi & kmd turbulen.

Solusi ini dipakai hingga kini, bahkan Boeing 737-400 pun masih memakai barisan vortex generator di atas sayapnya (monggo dilihat-lihat), artinya masih pakai desain sayap 737 awal, saya nggak sempat lihat untuk yang 737-NG. Ini salah satu petunjuk bahwa sekalinya membuat pesawat, maka untuk seterusnya dalam memenuhi tuntutan pasar tidak perlu membuat pesawat yang sama sekali baru, kecuali untuk tuntutan jumlah penumpang dan jarak yang jauh berbeda. Basic design pesawat lama tinggal dipoles-poles kandungan teknologinya. Biarpun awalnya bermasalah, 737 telah menjadi satu2nya pesawat penumpang yang paling banyak diproduksi, dan hal ini tidak terlepas dari analisa pasarnya yang sangat akurat.


Sekalinya suatu saat nanti New N250 masuk pasaran, ini menjadi pertanda lompatan bersejarah bangsa. Berkapasitas 70-90 penumpang dengan mesin turbin dan baling-baling (turbo propeler), New N250 berpotensi besar memenangkan persaingan penerbangan jarak pendek (1,300 an km) karena lebih irit dibanding pesawat jarak sedang bermesin turbofans (4,000-an km). Kelebihan pesawat bermesin turbofans adalah speednya lebih cepat, namun untuk jarak pendek masalah speed menjadi tidak terlalu berpengaruh bagi penumpangnya dibanding turbo prop. Jakarta-Surabaya, Jakarta-Padang, Surabaya-Bandung, Surabaya-Makassar, Makassar-Balikpapan, Makassar-Menado, dan lain lain adalah contoh-contoh rute dalam jangkauan ideal N250, meskipun untuk yang lebih jauh lagi seperti Jakarta-Makassar juga monggo. Dengan ekonomi negara kita yang makin besar, sekarang nomer 15an, 2025 nanti masuk 10 besar dunia, dan 2050 menjadi 5 besar dunia. Maknanya adalah, hingga 2025 saja akan ada tambahan kelas menengah rata-rata 7 juta “OKB” (orang kaya baru) per tahun. Artinya, padatnya penerbangan rute sejarak Jakarta – Surabaya akan terus bermunculan dimana-mana di seluruh Indonesia. Isyarat boom OKB ini kini menjadi salah satu alasan utama Indonesia menjadi daya tarik dunia.

Dari semua aspek, saat ini sebetulnya timingnya sudah pas untuk meneruskan kembali N250.

Konsepnya Pak Habibie adalah berawal di akhir dan berakhir di awal. Setelah N250 sukses dipakai dipasar, maka baru kemudian memasuki tahapan riset untuk membuat komponen-komponen sendiri misalnya leanding gear, mesin dst. Pasar dalam negeri cukup potensial untuk menyerap barang2 buatan sendiri. ToT rudal C-705 bisa kita manfaatkan dalam pengembangan mesin pesawat. Setelah didapat teknologi pengontrolan missile, berikutnya kita bisa membuat rudal jelajah (cruise missile) yang dipasangi mesin turbofan. Membuat mesin turbofan untuk cruise missile kalau fail tidak terlalu beresiko dibanding kalau dicoba di pesawat berpilot. Dan kalau missile yang dibuat ada ribuan akan menjadi wahana luar biasa dalam pengembangan mesin turbofan sendiri. So, kapan lagi ?.


  JKGR 
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgooV1VxZtEsH4vI20hI-r2oQ16VSeAVhaU051orN-_f14Dy4r7Abm-QuaFrw4Y1yHdzPjiTzcgMX9SJi0KfjrQRJwsPhAAscD9wCxqg1CxOhldL5FQjlgoagk76DSQbpmT__OEVvhDSXM/s35/cinta-indonesia.jpg