KOMPAS.com - Kementerian Komunikasi dan Informasi (Kominfo) menyatakan kesiapannya untuk menerima pengaduan terkait pemungutan suara untuk memilih Komodo sebagai New 7Wonders melalui pesan singkat (SMS) dan membawanya ke proses hukum.
"Memang ada kalanya SMS mengandung penipuan, baik dari nomor GSM atau dari SMS premium. Karena itu, kami siap menerima pengaduan dan membawanya ke proses hukum," kata Kahumas Kementerian Kominfo, Gatot Dewobroto di Jakarta, Rabu (2/11/2011).
Penegasan itu disampaikan terkait dengan pernyataan Dubes RI di Swiss, Djoko Susilo sebelumnya yang mempertanyakan kebijakan panitia pendukung pemenangan Pulau Komodo sebagai "New 7Wonder" di dunia.
Dukungan yang awalnya hanya melalui situs Internet dengan sistem "one e-mail one vote" (satu e-mail satu suara), lalu berubah melalui SMS, dan sistem pengiriman berulang melalui nomor yang sama. "Kok tiba-tiba bisa jadi SMS, gimana itu? Sebelumnya biayanya Rp1.000 terus kini jadi Rp 1, berapapun itu ada dana masyarakat yang diserap. Siapa yang bikin ketentuan? Lalu siapa yang memberi otorisasi," kata Djoko.
Gatot melanjutkan, penipuan melalui SMS dapat dijerat dengan Pasal 28 ayat (1) UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) dan diancam hukuman enam tahun atau denda Rp 1 miliar. Ia juga menegaskan bahwa pihaknya hanya mengatur formula, sementara urusan tarif dan isi pesan, urusan operator.
"Yang jelas setiap SMS ada biaya produksinya. Kalau SMS komodo hanya berbiaya Rp 1, yang tahu perhitungannya tentu operatornya," ucapnya. Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) pun akan memanggil content provider Mobilink yang diduga melakukan penyedotan pulsa pada "vote" untuk Komodo.
Anggota BRTI Heru Sutadi mengungkapkan pihaknya akan menanyakan kepada Mobilink terkait komplain masyarakat seputar berbayarnya layanan "vote for Komodo" tersebut. Keberadaan New 7Wonders memang mengundang kontroversi. Setelah diputus Pemerintah RI, melalui Kemenbudpar, karena meminta biaya besar sejak dari pendaftaran hingga permintaan 10 juta dolar AS untuk penyelenggaraan perayaan dan pengumuman New 7Wonders, justru LSM di Swiss ini menggelar vote melalui SMS dengan menggandeng LSM lokal Pendukung Pemenangan Komodo (P2K) pimpinan Emmy Hafild.
LSM berumur empat bulan ini bahkan menunjuk mantan Wapres Jusuf Kalla sebagai dutanya. Menanggapi tudingan itu, Ketua P2K Emmy Hafild balik mempertanyakan pernyataan Djoko. Menurut Emmy, dengan melemparkan isu itu Djoko terbukti tidak memahami prosedur pemungutan suara yang berlaku di ajang New7Wonders.
"Voting melalui SMS lazim dilakukan sebagai 'emotional vote'. Pemberian suara melalui SMS bisa dilakukan berkali-kali oleh satu orang. Kalau lewat Internet itu 'rational voting'. Satu orang, satu alamat e-mail, tidak bisa lebih," papar Emmy. Emmy menegaskan tidak ada dana sepeser pun yang masuk ke kantong Tim Pemenangan Komodo.
Semua dana SMS yang masuk, digunakan untuk kampanye dan pemenangan Komodo. Sebelum Jusuf Kalla (JK) didaulat sebagai Duta Komodo, perolehan suara melalui SMS sangat sedikit. Namun, setelah mantan wakil presiden itu memimpin kampanye, perolehan suara meningkat tajam. Dalam sehari bisa terkumpul 1.000 SMS memilih Komodo.
"Setelah kami hitung-hitung, Komodo ini kan terlambat voting melalui SMS, sementara finalis lain sudah sejak beberapa bulan yang lalu. Lalu, Pak JK bilang 'kalau begini Komodo tidak bisa menang nih'," kata Emmy.
Padahal, pada 2007 dalam kompetisi keajaiban dunia buatan manusia, ada finalis yang menang karena berhasil menyalip dalam waktu dua minggu terakhir. Akhirnya, JK memanggil pimpinan operator Telkomsel, Indosat, dan pemimpin media massa untuk mencari solusi. "Pak JK bilang pada saat itu, kalau begini Komodo kalah. Supaya bisa menang, Pak JK bilang SMS harus nol," papar Emmy.
Akhirnya, kedua operator tersebut berunding. Lalu disepakatilah tarif SMS melalui Indosat nol rupiah, sedangkan Telkomsel 1 rupiah. Selain itu, JK juga meminta media massa untuk membantu mengkampanyekan Komodo.
• KOMPAS
0 comments:
Post a Comment