TEMPO.CO , Jakarta- Salah satu penyebab rendahnya penetrasi komputer personal di Indonesia adalah karena PC belum menjadi prioritas keluarga di Indonesia. Dianggap tidak mendesak, banyak keluarga yang memilih menunda membeli PC.
“Terdapat kesenjangan yang cukup besar antara yang berkeinginan untuk membeli PC dengan yang benar-benar membeli PC," kata Head Marketing and Consumer Sales Intel Southeast Asia, Sunita Venkataraman, di kantor Intel Indonesia, Jakarta, Rabu 25 April 2012.
Sebagai contoh, keluarga di Indonesia akan lebih mendahulukan membeli sepeda motor ketimbang membeli komputer. Meskipun sebenarnya dari sisi kemampuan mereka bisa membeli PC, sepeda motor dinilai punya fungsi yang lebih banyak, misalnya untuk mengantar anak pergi sekolah.
Sunita mengungkapkan di Indonesia harga kerap menjadi alasan orang tidak membeli PC. Bahkan, alasan tersebut juga menjadi dalih bagi orang yang sebenarnya dari sisi finansial mampu. “Jadi ini sebenarnya soal prioritas, membeli PC bisa ditunda,” katanya.
Kenyataan ini tentu saja berbeda dengan tingginya penjualan mobil, barang elektronik, serta penjualan ponsel cerdas seperti BlackBerry. Sedangkan penjualan PC, meskipun terus menunjukkan pertumbuhan, namun masih jauh dari besarnya keinginan orang untuk membeli PC.
Selain itu, masih banyak orang Indonesia yang ragu dengan keuntungan mempunyai sebuah PC. Mereka, di antaranya sudah merasa cukup dengan mengandalkan warung internet, misalnya. Ada juga yang masih terkendala karena ketidaktahuan bagaimana menggunakan komputer.
Dari 4.059.780 rumah tangga di Indonesia yang disurvei, sebanyak 34 persen sangat ingin memiliki PC dan 29 persen ingin memiliki PC, sedangkan 33 persen menyatakan tidak ingin, dan 4 persen tidak tahu.
Dibanding dengan sejumlah negara Asia Tenggara lainnya, Indonesia adalah terendah dalam hal keinginan untuk mempunyai PC di rumah, meskipun basis jumlah rumah tangga yang disurvei berbeda tiap-tiap negara.
Thailand dan Filipina menjadi yang tertinggi persentase rumah tangga yang ingin mempunyai PC, yakni total masing-masing 94 persen dan 87 persen.
Menurut Sunita, keunikan pasar Indonesia ini menjadi tantangan bagi Intel dan perusahaan vendor komputer. Ke depannya, strategi pemasaran tidak lagi semata-mata hanya menjual produk. “Tapi juga harus mengkomunikasikan sebuah nilai,” katanya.[IQBAL MUHTAROM]
“Terdapat kesenjangan yang cukup besar antara yang berkeinginan untuk membeli PC dengan yang benar-benar membeli PC," kata Head Marketing and Consumer Sales Intel Southeast Asia, Sunita Venkataraman, di kantor Intel Indonesia, Jakarta, Rabu 25 April 2012.
Sebagai contoh, keluarga di Indonesia akan lebih mendahulukan membeli sepeda motor ketimbang membeli komputer. Meskipun sebenarnya dari sisi kemampuan mereka bisa membeli PC, sepeda motor dinilai punya fungsi yang lebih banyak, misalnya untuk mengantar anak pergi sekolah.
Sunita mengungkapkan di Indonesia harga kerap menjadi alasan orang tidak membeli PC. Bahkan, alasan tersebut juga menjadi dalih bagi orang yang sebenarnya dari sisi finansial mampu. “Jadi ini sebenarnya soal prioritas, membeli PC bisa ditunda,” katanya.
Kenyataan ini tentu saja berbeda dengan tingginya penjualan mobil, barang elektronik, serta penjualan ponsel cerdas seperti BlackBerry. Sedangkan penjualan PC, meskipun terus menunjukkan pertumbuhan, namun masih jauh dari besarnya keinginan orang untuk membeli PC.
Selain itu, masih banyak orang Indonesia yang ragu dengan keuntungan mempunyai sebuah PC. Mereka, di antaranya sudah merasa cukup dengan mengandalkan warung internet, misalnya. Ada juga yang masih terkendala karena ketidaktahuan bagaimana menggunakan komputer.
Dari 4.059.780 rumah tangga di Indonesia yang disurvei, sebanyak 34 persen sangat ingin memiliki PC dan 29 persen ingin memiliki PC, sedangkan 33 persen menyatakan tidak ingin, dan 4 persen tidak tahu.
Dibanding dengan sejumlah negara Asia Tenggara lainnya, Indonesia adalah terendah dalam hal keinginan untuk mempunyai PC di rumah, meskipun basis jumlah rumah tangga yang disurvei berbeda tiap-tiap negara.
Thailand dan Filipina menjadi yang tertinggi persentase rumah tangga yang ingin mempunyai PC, yakni total masing-masing 94 persen dan 87 persen.
Menurut Sunita, keunikan pasar Indonesia ini menjadi tantangan bagi Intel dan perusahaan vendor komputer. Ke depannya, strategi pemasaran tidak lagi semata-mata hanya menjual produk. “Tapi juga harus mengkomunikasikan sebuah nilai,” katanya.[IQBAL MUHTAROM]
• TEMPO.CO
0 comments:
Post a Comment