Palu (ANTARA News) - Tiga ilmuwan asal Jepang akan meneliti gempa bumi di Palu, Sulawesi Tengah, sekaligus memberikan pelatihan kepada mahasiswa dan masyarakat setempat.
Ketiga ilmuwan itu adalah Junji Kiyono dari Universitas Kyoto, serta Yusuke Ono dan Tatsuya Noguchi dari Universitas Tottori, kata
Junji Kiyono mengatakan hal tersebut saat menjadi pembicara dalam seminar ilmiah "Observasi Gempa dan Mitigasi Bencana Alam" yang dilaksanakan di Universitas Tadulako Palu, Jumat.
Junji Kiyono membandingkan gempa bumi yang terjadi di Aceh pada 2004 dan gempa di Jepang pada 2011.
Menurutnya, gempa bumi yang menyebabkan tsunami di Aceh dan di Jepang ada persamaan, yakni gelombang air laut naik secara perlahan dan sekitar 10 detik kemudian kecepatan air akan meningkat.
Dia mengaku tertarik melakukan penelitian di Palu karena wilayah ini mirip dengan kondisi geografis di Jepang.
Sementara Yusuke Ono dan Tatsuya Noguchi memperkenalkan alat untuk mengukur gempa tremor.
Noguchi mengatakan getaran tremor terjadi di permukaan bumi dan tidak dapat dirasakan oleh manusia sehingga untuk mengetahui kekuatan getaran itu diperlukan sensor.
Gempa tremor dengan kekuatan satu Hertz bisa berasal dari apa saja, seperti aktivitas pabrik, kendaraan di jalan raya, atau ledakan gunung.
Dalam waktu dekat ketiga ilmuwan Jepang yang didampingi peneliti dari Universitas Gadjah Mada (UGM) dan Universitas Tadulako Palu, serta sejumlah mahasiswa akan melakukan penelitian tentang potensi gempa bumi di Palu.
Subagyo, peneliti gempa dari UGM, mengatakan dipilihnya Palu untuk menjadi objek penelitian karena kota ini dilewati sesar Palu Koro sepanjang hingga 1.000 kilometer yang berpotensi terjadi gempa bumi.
Para peneliti itu akan melakukan pengeboran di pegunungan Gawalise di Kecamatan Palu Barat.
Kota Palu di Provinsi Sulawesi Tengah adalah salah satu dari tujuh daerah rawan bencana alam yang ditetapkan oleh pemerintah.
Ketujuh daerah itu adalah DKI Jakarta, Daerah Istimewa Yogyakarta, Bengkulu, Sumatera Barat, Jawa Tengah, Nusa Tenggara Timur, dan Sulawesi Tengah.
Subagyo berharap hasil penelitian yang dilakukan ilmuan Jepang dan peneliti lokal itu akan berguna bagi perkembangan ilmu pengetahuan.
"Yang jelas hasilnya bisa menghindarkan korban lebih banyak," kata Subagyo. (R026/N002)
Ketiga ilmuwan itu adalah Junji Kiyono dari Universitas Kyoto, serta Yusuke Ono dan Tatsuya Noguchi dari Universitas Tottori, kata
Junji Kiyono mengatakan hal tersebut saat menjadi pembicara dalam seminar ilmiah "Observasi Gempa dan Mitigasi Bencana Alam" yang dilaksanakan di Universitas Tadulako Palu, Jumat.
Junji Kiyono membandingkan gempa bumi yang terjadi di Aceh pada 2004 dan gempa di Jepang pada 2011.
Menurutnya, gempa bumi yang menyebabkan tsunami di Aceh dan di Jepang ada persamaan, yakni gelombang air laut naik secara perlahan dan sekitar 10 detik kemudian kecepatan air akan meningkat.
Dia mengaku tertarik melakukan penelitian di Palu karena wilayah ini mirip dengan kondisi geografis di Jepang.
Sementara Yusuke Ono dan Tatsuya Noguchi memperkenalkan alat untuk mengukur gempa tremor.
Noguchi mengatakan getaran tremor terjadi di permukaan bumi dan tidak dapat dirasakan oleh manusia sehingga untuk mengetahui kekuatan getaran itu diperlukan sensor.
Gempa tremor dengan kekuatan satu Hertz bisa berasal dari apa saja, seperti aktivitas pabrik, kendaraan di jalan raya, atau ledakan gunung.
Dalam waktu dekat ketiga ilmuwan Jepang yang didampingi peneliti dari Universitas Gadjah Mada (UGM) dan Universitas Tadulako Palu, serta sejumlah mahasiswa akan melakukan penelitian tentang potensi gempa bumi di Palu.
Subagyo, peneliti gempa dari UGM, mengatakan dipilihnya Palu untuk menjadi objek penelitian karena kota ini dilewati sesar Palu Koro sepanjang hingga 1.000 kilometer yang berpotensi terjadi gempa bumi.
Para peneliti itu akan melakukan pengeboran di pegunungan Gawalise di Kecamatan Palu Barat.
Kota Palu di Provinsi Sulawesi Tengah adalah salah satu dari tujuh daerah rawan bencana alam yang ditetapkan oleh pemerintah.
Ketujuh daerah itu adalah DKI Jakarta, Daerah Istimewa Yogyakarta, Bengkulu, Sumatera Barat, Jawa Tengah, Nusa Tenggara Timur, dan Sulawesi Tengah.
Subagyo berharap hasil penelitian yang dilakukan ilmuan Jepang dan peneliti lokal itu akan berguna bagi perkembangan ilmu pengetahuan.
"Yang jelas hasilnya bisa menghindarkan korban lebih banyak," kata Subagyo. (R026/N002)
0 comments:
Post a Comment