TEMPO Interaktif, Jakarta - Bukit-bukit batu itu memanjang berbentuk setengah lingkaran mengepung Kota Majalengka. Ada di sebelah utara, barat, dan selatan dari kota yang terletak di Provinsi Jawa Barat.
Formasi yang disebut sebagai Struktur Majalengka ini pernah dipelajari ahli geologi. Bukit memanjang pada struktur diterjemahkan sebagai sesar naik (thrust fault), yaitu mencuatnya lapisan batuan secara vertikal.
Sesar atau patahan adalah rekahan yang mengalami pergeseran yang jelas. Jaraknya berkisar dari beberapa milimeter sampai ratusan meter. Panjangnya hitungan desimeter hingga ribuan meter.
Namun, R.P. Koesoemadinata, guru besar geologi di Institut Teknologi Bandung, curiga bahwa formasi itu merupakan fenomena geologi. Bukan apa-apa, Struktur Majalengka berbentuk melingkar yang tak bisa diinterpretasikan sebagai sesar naik. "Struktur Majalengka merupakan kompleks kawah hasil tumbukan meteorit," kata Koesoemadinata kepada Tempo bulan lalu.
Dia merujuk pada empat hingga lima struktur melingkar. Yang terbesar berdiameter 6 kilometer dalam struktur itu. Dugaan tersebut dia sampaikan ke koleganya.
Hipotesis kawah meteor atas struktur melingkar merupakan hal yang wajar. Di seluruh permukaan bumi tercatat 178 struktur melingkar yang disebabkan tumbukan batu angkasa.
Bentuknya berupa cekungan berbentuk mangkuk dengan tepian yang lebih tinggi dari permukaan tanah di sekitarnya.
Kawah Vredefort di Afrika Selatan merupakan struktur terbesar dengan diameter 300 kilometer.
Lalu kawah meteor Chixulub di Semenanjung Yucatan, Meksiko, berdiameter 180 kilometer. Kawah ini diketahui sebagai penyebab kepunahan dinosaurus sekitar 65 juta tahun silam.
Bulan lalu, sekelompok mahasiswa melakukan penelusuran di sekitar Struktur Majalengka untuk membuktikan dugaan Koesoemadinata. Namun batuan yang dicari belum ditemukan. Vegetasi yang lebat di sekitar kawah tumbukan menghalangi upaya pencarian.
Selain itu, sedimen yang tebal membuat lapisan batuan sisa tumbukan terkubur jauh di bawah tanah. Koesoemadinata menyarankan agar dilakukan pengeboran untuk menemukan bebatuan tersebut.
Pada saat tumbukan terjadi sekitar 4 juta tahun lalu, Pulau Jawa telah terangkat dari samudra dan berada tak jauh dari posisi saat ini.
Nenek moyang manusia yang muncul saat itu adalah Australopithecus. Belakangan, spesies ini berevolusi menjadi Pithecanthropus erectus, yang berdiam di daerah aliran Sungai Bengawan Solo pada 1,6 juta tahun lalu.
Menurut peneliti Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN), Thomas Djamaluddin, meteor mungkin saja pernah menumbuk daratan Indonesia dan menyisakan kawah. Tekanan tinggi yang dihasilkan tabrakan mendorong permukaan tanah sehingga membentuk cekungan.
Adapun pada bagian pinggir terjadi pengangkatan permukaan tanah dan membentuk struktur lingkaran. "Secara umum struktur ini cenderung berbentuk lingkaran," ujarnya.
Sedangkan terbentuknya kompleks kawah Majalengka, menurut dia, bisa jadi disebabkan tumbukan yang terjadi tidak serentak.
Thomas menduga sebanyak empat-lima kawah di Majalengka terbentuk pada waktu yang berbeda, karena pembentukan kompleks kawah meteor sulit terjadi.
Dia mencurigai aktivitas cuaca yang sangat aktif di khatulistiwa menghapus jejak tabrakan tersebut. Akibatnya, sulit mengenali langsung kawah tumbukan di Indonesia karena telah berubah dari bentuk aslinya. Namun beberapa mineral tertentu bisa dijadikan petunjuk keberadaan kawah tumbukan.
Koesoemadinata membenarkan telah terjadi perubahan pada struktur kawah Majalengka. Cekungan pada kawah kini tertutup sedimen Pliosen yang berumur 4-5 juta tahun lampau.
Selain itu, sebagian dari pinggiran kawah mengalami keruntuhan akibat erosi, apalagi terdapat Sungai Cilutung yang membelah kompleks kawah. Umur kawah tak akan lebih muda dari umur sedimen.
Survei seismik terhadap Struktur Majalengka juga pernah dilakukan. Pada penelitian tersebut, data lapisan tanah diambil melalui beberapa lintasan. Hasilnya, lapisan cekungan yang terkubur sedimen tidak ditemukan.
Koesoemadinata menduga telah terjadi pelapukan batuan pada lapisan cekungan.
Jejak mineral sisa tumbukan juga menjadi pencarian berikutnya. Saat ditumbuk, batuan mengalami perubahan bentuk akibat tekanan dan panas mahatinggi.
Shatter cone adalah salah satu jenis batuan yang tercipta dari tumbukan meteor. Batuan ini tersusun atas kerucut yang diperkirakan berasal dari tekanan sebesar 2-30 miliar Pascal.
Planar deformation features merupakan material gelas dan tersusun paralel juga menjadi pertanda sisa tumbukan.
Mineral lain yang bisa menjadi petunjuk adalah diapletic glass serta batuan campuran biotit dan feldspar.
Mineral ini akan menjadi sidik jari tumbukan karena masing-masing tercipta pada tekanan dan temperatur tertentu. Pengeboran merupakan salah satu upaya menemukan bukti-bukti geologis tumbukan meteor di Majalengka.[ANTON WILLIAM]
• TEMPOInteraktif
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 comments:
Post a Comment