suarasurabaya.net|.Tidak melibatkan riset kampus, industri di Indonesia dinilai tidak mau ambil pusing dan hanya mau untung besar. Penilaian ini disampaikan Gusti Muhammad Hatta Menteri Riset dan Teknologi saat kunjungi ITS, tadi.
Diakui Menristek, masih ada ketidakpercayaan industri di Indonesia menggunakan riset-riset kampus dan menindaklanjutinya dalam produksi massal. Kebanyakan menggunakan riset-riset lembaga asing yang biayanya sangat besar dengan kualitas yang memang bisa dipastikan.
Riset-riset kampus di Indonesia sebenarnya tidak kalah. Ini yang menjadi tugas Kemenristek untuk mendorong industri di Indonesia lebih percaya riset kampus. “Kami merangsang kampus untuk lebih banyak menghasilkan riset dengan kualitas baik dan bisa diterapkan ekonomis di industri,” kata dia.
Diantara langkahnya adalah memberi insentif pada penelitian-penelitian di kampus. Ini juga berlaku untuk mahasiswa yang bahkan belum lulus S1. “Kami membuat program kompetisi penelitian yang masing-masing paket dibiayai Rp50 juta,” kata Menristek.
Di sisi lain, Kemenristek juga merangsang industri lebih percaya pada riset kampus melalui BUMN. Berbagai kemudahan juga diberikan pada industri, misalnya fasilitas bebas pajak bagi komponen-komponen riset yang harus diimpor.
Keresahan ini juga dirasakan kalangan kampus. Muhammad Nur Yuniarto Kepala Laboratorium Sistem Otomasi Industri ITS misalnya mengatakan ketidakpercayaan industri pada riset kampus menyebabkan ketertinggalan teknologi otomotif Indonesia setidaknya hingga 50 tahun.
Dia mencontohkan teknologi fuel injection yang sebenarnya ditemukan tahun 1960-an, baru bisa dikembangkan di Indonesia akhir-akhir ini saja. Itupun masih dalam skala riset dan belum mencapai produksi massal.
“Kalau industri negeri ini memberi kepercayaan pada riset kampus, saya yakin kondisinya tidak seperti ini. Akan banyak inovasi-inovasi teknologi yang lahir dari kampus,” paparnya.
Menristek juga mengakui, diantara penyebab masih kurang dipercayanya riset kampus adalah anggaran riset dalam APBN yang terlalu kecil. Tahun ini, APBN mengalokasikan Rp315 miliar untuk riset kampus. Nominal idealnya, minimal 1% dari Gross Domestic Product (GDP) yang pada 2011 lalu tercatat nilainya Rp1.732 triliun.
Sebagai perbandingan negara yang punya riset cukup maju adalah Jepang yang mengalokasikan 3% dari GDP-nya untuk riset.
“Tapi memang kebutuhan kita masih lebih banyak di sektor lain. Saat ini kita upayakan setidaknya kalangan kampus tetap bisa berkarya dengan riset-riset mereka,” pungkas Menristek.(edy)
Teks Foto :
- Gusti Muhammad Hatta Menristek dengan hasil riset robot buatan mahasiswa Politeknik Elektronika Negeri Surabaya.
Foto : Eddy suarasurabaya.net
Sumber: http://kelanakota.suarasurabaya.net/16 Maret 2012/humasristek
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 comments:
Post a Comment