Jakarta | Mengingat banyaknya kasus penyakit hati di Indonesia dan belum adanya penanganan terpadu, maka tercetuslah ide untuk membuat Pusat Hati Pertama. "Rencananya di bulan April, kami sudah buka center of liver," ujar Direktur Operasional Rumah Sakit Petramedika Sentul City, Kamelia Faisal yang ditemui di Hotel Indonesia, sabtu, 23 Februari 2013.Tapi operasional pusat layanan hati baru aktif total mulai September 2013.
Ide memiliki pusat layanan hati, Kamelia menjelaskan, adalah dengan melihat jumlah populasi penderita hati di Indonesia. Ia tidak bisa mengingat angka tepatnya, tapi berdasar data dari Kementerian Kesehatan penyaki ini menempati diderita 15 persen penduduk Indonesia. "Tiga persennya, hepatitis (B & C), tumor dan Sirosis (pengerasan) hati." Dari pengalaman Kamelia sendiri pun, di keluarganya ada dua orang yang menderita gangguan hati.
Sementara penderita terus bertambah, layanan terpadunya tidak ada. Kamalia menuturkan, penderita hati sering mendapatkan salah deteksi dari awal. Jadi mereka digiring ke dokter penyakit dalam (internis). Ketika ternyata dirawat tidak sembuh, baru ketahuan ada gangguan hati yang tentunya stadiumnya sudah bertambah buruk. Akibatnya perawatannya pun jadi lebih mahal dan berat.
Dengan adanya pusat layanan hati ini, diharapkan bisa deteksi dini sehingga bisa diselamatkan dari awal. Saat ini, di RS Pertamedika sudah tersedia 10 dokter yang khusus menangani di pusat layanan hati, para dokter itu pun secara bertahap akan mendapat pelatihan dengan pusat Hati dari Kobe Jepang. Pengampunya adalah Presiden Yayasan Kobe International Medical Alliance, Koichi Tanaka. "Saya juga menangani proyek serupa di Abu Dhabi dan Mesir," ujar dia dalam kesempatan yang sama.
"Selain dokter Indonesia yang dilatih di Jepang, nanti ada dokter Jepang yang secara berkala ke Indonesia," Ia menambahkan. Rumah Sakit di Sentul, Tanaka menguraikan, akan dibuat menjadi Rumah Sakit Rujukan Hati. Tapi untuk bisa melakukan transplantasi, kemungkinan dimulai pada awal 2015. Saat ini, tahapannya adalah masih mengembangkan kapasitas tempat tidur, sumber daya manusia dan fasilitas rumah sakit. "Sentul juga cocok untuk Rumah Sakit Hati, karena lingkungannya masih baik," ujar pria yang sudah mentransplantasi 2 ribu kasus ini.
Kamelia mengatakan, alasan Jepang dipilih adalah selain faktor budaya juga faktor jarak. "Lebih enak sesama Asia, lagipula mereka kemampuan tinggi dengan kasus hati yang juga banyak," ujar dia. Jepang juga dinilai memiliki penanganan kasus kanker yang bagus. Dengan segala rekam jejak dan tawaran yang ada, maka dibukalah kerjasama untuk pusat layanan hati pertama.
Ide memiliki pusat layanan hati, Kamelia menjelaskan, adalah dengan melihat jumlah populasi penderita hati di Indonesia. Ia tidak bisa mengingat angka tepatnya, tapi berdasar data dari Kementerian Kesehatan penyaki ini menempati diderita 15 persen penduduk Indonesia. "Tiga persennya, hepatitis (B & C), tumor dan Sirosis (pengerasan) hati." Dari pengalaman Kamelia sendiri pun, di keluarganya ada dua orang yang menderita gangguan hati.
Sementara penderita terus bertambah, layanan terpadunya tidak ada. Kamalia menuturkan, penderita hati sering mendapatkan salah deteksi dari awal. Jadi mereka digiring ke dokter penyakit dalam (internis). Ketika ternyata dirawat tidak sembuh, baru ketahuan ada gangguan hati yang tentunya stadiumnya sudah bertambah buruk. Akibatnya perawatannya pun jadi lebih mahal dan berat.
Dengan adanya pusat layanan hati ini, diharapkan bisa deteksi dini sehingga bisa diselamatkan dari awal. Saat ini, di RS Pertamedika sudah tersedia 10 dokter yang khusus menangani di pusat layanan hati, para dokter itu pun secara bertahap akan mendapat pelatihan dengan pusat Hati dari Kobe Jepang. Pengampunya adalah Presiden Yayasan Kobe International Medical Alliance, Koichi Tanaka. "Saya juga menangani proyek serupa di Abu Dhabi dan Mesir," ujar dia dalam kesempatan yang sama.
"Selain dokter Indonesia yang dilatih di Jepang, nanti ada dokter Jepang yang secara berkala ke Indonesia," Ia menambahkan. Rumah Sakit di Sentul, Tanaka menguraikan, akan dibuat menjadi Rumah Sakit Rujukan Hati. Tapi untuk bisa melakukan transplantasi, kemungkinan dimulai pada awal 2015. Saat ini, tahapannya adalah masih mengembangkan kapasitas tempat tidur, sumber daya manusia dan fasilitas rumah sakit. "Sentul juga cocok untuk Rumah Sakit Hati, karena lingkungannya masih baik," ujar pria yang sudah mentransplantasi 2 ribu kasus ini.
Kamelia mengatakan, alasan Jepang dipilih adalah selain faktor budaya juga faktor jarak. "Lebih enak sesama Asia, lagipula mereka kemampuan tinggi dengan kasus hati yang juga banyak," ujar dia. Jepang juga dinilai memiliki penanganan kasus kanker yang bagus. Dengan segala rekam jejak dan tawaran yang ada, maka dibukalah kerjasama untuk pusat layanan hati pertama.
● Tempo
0 comments:
Post a Comment