REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR - Jumlah peneliti asing yang ingin melakukan penelitian di Indonesia cukup banyak dan berdasarkan data Direktori Ristek Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) tercatat 600 surat izin peneliti asing yang telah dikeluarkan sepanjang 2010 hingga 2011.
"Indonesia memiliki keanekaragaman hayati yang menjadi daya tarik peneliti untuk melakukan penelitian," kata Teguh Triono dari Global Taxonomi Initiative-LIPI di Kampus Baranangsiang, Bogor, Senin.
Dalam acara Lokakarya bertemakan "Konvensi Keanekaragaman hayati pasca Protokol Nagoya : Isu-isu terkini dan implementasinya" yang diselenggarakan oleh Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM) IPB diikuti banyak peneliti.
Teguh menyebutkan, peneliti tersebut berasal dari berbagai negara seperti Amerika Serikat, Jepang, Perancis, Inggris, Jeman, Belanda, Australia, Italia dan Kadan. Jumlah peneliti terbanyak berasal dari Amerika Serikat sebesar 28 persen, disusul Jepang 29 persen, Prancis 16 persen, Inggris 11 persen dan Jeman 8 persen. "Mereka kebanyakan meneliti keanekaragaman hayati, baik itu, tumbuh-tumbuhan, hewan maupun bidang lainnya," kata Teguh.
Menyusul ditandatanganinya Protokol Nagoya, lanjut Teguh, memberikan perlindungan kepada Indonesia untuk memperketat izin penelitian warga negara asing dalam rangka perlindungan bagi Sumberdaya Genetika yang ada. Teguh menyebutkan, sebelum adanya Protokol Nagoya, pengeluaran izin peneliti asing juga melalui seleksi sangat ketat. Namun, setelah adanya Protokol Nagoya akan memberikan perlindungan dan kontribusi bagi Indonesia dalam penelitian yang dilakukan.
"Protokol Nagoya memberikan manfaat bagi Indonesia oleh karena itu, kita sedang mengupayakan bagaimana pelaksanaan Protokol Nagoya dapat terlaksana optima," kata Teguh. Sementara itu, Ketua Bidang Sumber Daya Genetika pada Kementerian Lingkungan Hidup, Vidia Sarinalang menyebutkan, Protokol Nagoya merupakan pengaturan internasional yang komprehensif dan efektif dalam memberikan perlindungan sumber daya genetik (SDG) dan menjamin pembagian keuntungan bagi Indonesia.
"Dengan Protokol Nagoya dapat mencegah pencurian hayati, mengingat negara kita kaya akan sumber daya genetik," katanya.
Protokol Nagoya terdiri dari 36 pasal dengan materi dasar menjamin kedaulatan negara atas sumber daya alam yang dimiliki, akses terhadap sumberdaya genetik harus mendapat izin dari negara penyedia sumberdaya genetik dan penggunaan dan penyediaan harus mencapai kesepakatan untuk pembagian keuntungan yang mungkin timbul dari pemanfaatanya.
Vidia mengatakan, penerapan Protokol Nagoya harus didukung oleh legislasi nasional seperti RUU pengelolaan Sumber Daya Genetik.
Sementara Teguh menambahkan, dengan adanya Protokol Nagoya mampu mendorong peneliti Indonesia untuk mampu memanfaatkan peluang dengan melakukan penelitian sendiri di negari sendiri.
Lokakarya "Konvensi Keanekaragaman hayati pasca Protokol Nagoya : Isu-isu terkini dan implementasinya" yang diselenggarakan oleh Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM) IPB diikuti sekitar 20 orang peserta yang merupakan para peneliti dan dosen.
• Republika
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 comments:
Post a Comment