Selain efektif menyembuhkan luka bakar, penemuan ini juga akan membuat cangkang bernilai ekonomis. Bari Hafidh Pramono mengatakan, ide mengolah cangkang sebagai salep obat luka bakar muncul karena selama ini pemanfaatan kepiting, udang, maupun kerang hanya pada dagingnya. Sementara, cangkang dibuang dan menjadi sampah atau limbah yang tidak terpakai. Padahal berdasarkan literatur, sebenarnya cangkang ini mengandung zat chitosan, yaitu zat yang mampu mempercepat penyembuhan luka, khususnya luka bakar.
"Berawal dari realita ini, kami kemudian melakukan penelitian kandungan chitosan yang ada di cangkang (kepiting) itu," ungkap Bari Hafidh, mahasiswa FKIK UMY angkatan 2006 ini.
Berdasarkan hasil penelitian tersebut, ternyata zat chitosan mampu menyembuhkan luka bakar. Selain itu, dapat menyembuhkan luka bakar lebih cepat dibanding dengan obat atau salep tanpa ada kandungan chitosan. Adapun kolagen adalah sejenis protein yang bermolekul makro sangat penting untuk memelihara kulit.
"Sehingga chitosan ini tidak akan menyebabkan kulit mudah iritasi sebab chitosan dapat menebalkan kolagen,"ujarnya.
Menurut Bari, selama ini pengobatan luka bakar masih menggunakan obat antiseptik yang membutuhkan waktu lama dan belum tentu sempurna. Berbeda jika penyembuhannya dengan salep yang mengandung chitosan, selain luka bakar akan lebih cepat dalam proses epitelisasi dan kolagenisasinya, chitosan juga dapat menghentikan perdarahan dan mencegah infeksi.
Selain untuk pengembangan obat salep berbahan chitosan dari cangkang, penelitian tentang chitosan ini juga berhasil mengantarkan kedua mahasiswa tersebut menjadi juara pertama dalam ajang 'The 1st International Student Conference' di Khon Kaen University, Thailand, 23–25 Januari lalu.
"Selain juara pertama, untuk kategori lomba poster penelitian ilmiah, mahasiswa UMY menjadi juara ketiga," papar Kepala Humas dan Protokoler UMY Tunjung Sulaksono. (kampus.okezone.com/ humasristek)
• Ristek
0 comments:
Post a Comment