Surabaya - "Repository" (penyimpanan pustaka ilmiah dalam bentuk digital) Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya meraih peringkat 19 di dunia versi "Webometric" (sistem penilaian terhadap perguruan tinggi terbaik di dunia melalui laman/situs).
"Penilaian Webometrics terhadap 1.240 repository institusi di seluruh dunia itu juga menempatkan ITS meraih peringkat kedua tingkat Asia dan peringkat pertama tingkat nasional," kata Kepala Perpustakaan ITS Drs Mansur Sutedjo SIP di Surabaya, Jumat.
Menurut dia, sejak munculnya perpustakaan digital (digital library), maka masyarakat tak perlu bersusah payah mencari satu di antara puluhan baris judul buku.
"Konsep repository (penyimpanan pustaka dalam bentuk digital) juga berlaku di Perpustakaan ITS Surabaya. Tak hanya memperoleh kemudahan, kini repository Perpustakaan ITS kembali menempati peringkat pertama di Indonesia," katanya.
Penilaian terhadap perguruan tinggi terbaik di dunia melalui laman/situs/website pada September 2012 itu memosisikan ITS menduduki peringkat pertama nasional untuk keempat kalinya, padahal sebelumnya menduduki peringkat ke-64 di tingkat nasional.
"Awalnya, Perpustakaan ITS mendapat bantuan aplikasi program perpustakaan digital pada tahun 2004, kemudian terus berlanjut sampai 2007 sudah bisa unggah (upload) 1.500 tesis yang hanya memuat judul, abstrak, dan daftar isi," katanya.
Walau begitu, Mansur dan timnya menghadapi banyak kendala. "Kami pernah menghadapi ulah `hacker` (peretas) dan juga kecemasan sivitas akademika ITS untuk mempublikasikan karya mereka terkait plagiarisme," katanya.
Ia menilai kekhawatiran itu sebenarnya tidak perlu, karena karya yang dibaca banyak orang itu dapat melahirkan referensi baru dan jika ada plagiarisme justru akan ketahuan orang banyak.
"Namun, untuk menanggulangi kekhawatiran tersebut, Perpustakaan Digital ITS pun menggunakan sistem viewer dan watermark dalam setiap tulisan yang dipublikasikan. Sistem itu kami pelajari dari UK Petra, namun kami tidak mendapatkan software, melainkan kami coba membuat sendiri dengan SDM yang ada," katanya.
Sistem "viewer" memberikan fasilitas bagi anggota perpustakaan digital ITS untuk dapat membaca tulisan yang diinginkan tanpa fasilitas mengunduh, sedangkan sistem "watermark" memberikan identitas pada setiap halaman dokumen agar tidak dapat disalin oleh pembaca.
"Tapi, sistem viewer dan watermark itu tak langsung membuat sivitas akademika berminat melakukan publikasi karya ilmiah hingga akhirnya rektor menerbitkan surat keputusan mengenai wajib serah simpan karya ilmiah," katanya.
Atas kewajiban itu, maka dalam setiap momen wisuda, staf perpustakaan dapat menerima sekitar 2.000 judul tugas akhir untuk dipublikasikan. "Kami keberatan beban, sampai akhirnya diciptakan sistem upload mandiri untuk mahasiswa dan dosen," katanya.
Hingga kini, pengembangan repository Perpustakaan ITS masih menghadapi beberapa kendala teknis, misalnya kapasitas server yang perlu ditingkatkan dan developer juga hanya ada satu. "Kita masih butuh developer yang paham bahasa pemprograman dan jaringan," katanya.
(Antara)
0 comments:
Post a Comment