Dua petugas melakukan rekontruksi fosil hewan purba di laboratorium Balai Pelestarian Situs Manusia Purba Sangiran, Jawa Tengah (18/1). Rekonstruksi dilakukan untuk mengembalikan bentuk asli fosil. ANTARA/Hasan Sakri Ghozali
Yogyakarta � Kajian paleoantropologi alias riset mengenai manusia purba dianggap oleh Etti Indriati terlalu asing bagi publik Indonesia. Padahal, di Jawa saja, belasan situs manusia purba telah lama ditemukan tersebar di berbagai kawasan, seperti pesisir utara Jawa, sepanjang aliran Bengawan Solo, Mojokerto, Ngawi, Sragen, dan lainnya. “Tapi hanya Sangiran yang terkenal sebab dana untuk museum terserap ke sana saja,” kata pakar antropologi forensik Universitas Gadjah Mada yang telah menyusun 15 buku tentang manusia purba itu di kampus UGM, Selasa, 5 Februari 2013.
Fakta ini, menurut Etti, ironis. Sebab, meski Sangiran berhasil menjadi simbol perawatan situs manusia purba yang monumental, tapi popularitas kajian paleoantropologi tetap rendah. Mayoritas ahli riset mengenai manusia purba di Indonesia masih akademisi asing. “Jangan tanya soal publikasi bahasa Indonesia soal manusia purba. Ahlinya saja kita kekurangan,” Etti mengeluh.
Kenyataan itu mendorongnya mencari alternatif pengenalan kajian paleoantropologi yang lebih menyasar pembaca usia pelajar. Dia sempat menyusun komik mengenai kekayaan situs manusia purba di Sangiran dalam sebuah komik pada 2009. “Pengenalan lewat tulisan pasti membuat pusing, gambar pasti lebih mudah,” kata profesor di Fakultas Kedokteran UGM itu.
Di komik Sangiran, Etti menyusun deskripsi bergambar mengenai koleksi situs Sangiran, mulai dari fosil tulang manusia Homo Erectus, tumbuhan purba, hingga ilustrasi ekosistem di Sangiran, Sragen, pada 200 sampai 300 ribu tahun lalu. Ia melengkapi deskripsi komik 48 halaman itu dengan foto-foto asli sejumlah situs. “Ada yang tak mungkin diilustrasikan dengan gambar, harus foto agar ilmiah,” ujar peminat hobi menggambar sejak muda itu.
Etti menyayangkan baru satu komik manusia purba yang muncul di Indonesia. Komik berjudul Warisan Budaya dan Manusia Purba Indonesia Sangiran yang disusun dalam dua bahasa itu pun bisa terbit karena sengaja diterbitkan untuk menyambut kedatangan Obama, Presiden Amerika, ke Indonesia. “Awalnya sudah sering saya gambar untuk kebutuhan anak saya sendiri.”
Bagi dia, kisah Homo Erectus, Homo Wajakensis, Meganthropus Javanicus, dan manusia purba lainnya unik dan berbeda dari kawasan lain, seperti di Eropa atau Afrika. Dia mencontohkan temuan terbarunya mengenai kepunahan Homo Erectus di Sangiran yang terpublikasikan dalam edisi bahasa Inggris. “Cerita ini menarik jika disusun jadi komik,” kata dia
Fakta ini, menurut Etti, ironis. Sebab, meski Sangiran berhasil menjadi simbol perawatan situs manusia purba yang monumental, tapi popularitas kajian paleoantropologi tetap rendah. Mayoritas ahli riset mengenai manusia purba di Indonesia masih akademisi asing. “Jangan tanya soal publikasi bahasa Indonesia soal manusia purba. Ahlinya saja kita kekurangan,” Etti mengeluh.
Kenyataan itu mendorongnya mencari alternatif pengenalan kajian paleoantropologi yang lebih menyasar pembaca usia pelajar. Dia sempat menyusun komik mengenai kekayaan situs manusia purba di Sangiran dalam sebuah komik pada 2009. “Pengenalan lewat tulisan pasti membuat pusing, gambar pasti lebih mudah,” kata profesor di Fakultas Kedokteran UGM itu.
Di komik Sangiran, Etti menyusun deskripsi bergambar mengenai koleksi situs Sangiran, mulai dari fosil tulang manusia Homo Erectus, tumbuhan purba, hingga ilustrasi ekosistem di Sangiran, Sragen, pada 200 sampai 300 ribu tahun lalu. Ia melengkapi deskripsi komik 48 halaman itu dengan foto-foto asli sejumlah situs. “Ada yang tak mungkin diilustrasikan dengan gambar, harus foto agar ilmiah,” ujar peminat hobi menggambar sejak muda itu.
Etti menyayangkan baru satu komik manusia purba yang muncul di Indonesia. Komik berjudul Warisan Budaya dan Manusia Purba Indonesia Sangiran yang disusun dalam dua bahasa itu pun bisa terbit karena sengaja diterbitkan untuk menyambut kedatangan Obama, Presiden Amerika, ke Indonesia. “Awalnya sudah sering saya gambar untuk kebutuhan anak saya sendiri.”
Bagi dia, kisah Homo Erectus, Homo Wajakensis, Meganthropus Javanicus, dan manusia purba lainnya unik dan berbeda dari kawasan lain, seperti di Eropa atau Afrika. Dia mencontohkan temuan terbarunya mengenai kepunahan Homo Erectus di Sangiran yang terpublikasikan dalam edisi bahasa Inggris. “Cerita ini menarik jika disusun jadi komik,” kata dia
• Tempo.Co
0 comments:
Post a Comment