Monday, 11 April 2011

Batan Terus Sosialisasikan Efek Positif Energi Nuklir

JAKARTA--MICOM: Sinyal hijau yang dilontarkan Badan Atom Internasional atau International Atomic Energy Agency (IAEA) terkait kemampuan Indonesia mengelola energi nuklir menjadi pijakan bagi Batan (Badan Tenaga Nuklir Nasional) melakukan sosialisasi mengenai efek positif nuklir.

Hal itu diungkapkan Kepala Batan Hudi Hastowo di Jakarta, Senin (11/4). IAEA melalui Deputy Director General of Technical Cooperation Kwako Aning mengatakan, Batan, sebaiknya menginformasikan dan menyosialisasikan lebih dalam lagi kepada masyarakat, bahwa masih banyak pemanfaatan nuklir bagi kehidupan.

Hudi menyatakan, selama ini pihaknya sudah melakukan sosialisasi mengenai efek positif nuklir terutama kepada lembaga-lembaga pemerintah.

"Pemda yang kesulitan air pun kami bantu dengan deteksi nuklir" air bawah tanah, seperti di Klaten, Malang Selatan, Jepara," paparnya.

Menurutnya, UU No. 17/2007 jelas mengamanatkan pemanfaatan energi nuklir di Indonesia pada 2015-2019. Sehingga paling tidak Indonesia harus memliki sebuah PLTN pada tahun 2019. Meskipun demikian, ia juga mempertimbangkan kondisi geografis Indonesia yang rawan gempa, membuat desain PLTN harus mampu mengantisipasi hal terburuk dengan standar keamanan tertinggi.

Pakar nuklir Institut Teknologi Bandung (ITB) Zaki Su'ud menilai, dengan potensi rata-rata gempa bumi di Indonesia sekitar 7,0 skala richter (SR), Indonesia harus mampu membangun PLTN yang mampu menahan gempa sampai level 8,5 SR. Sehingga, lanjutnya, lokasi pembangunan PLTN dapat dilakukan pada beberapa lokasi yang relatif aman dari guncangan gempa bumi.

Beberapa daerah yang dimaksud ialah Pulau Kalimantan, wilayah Pantai Timur Sumatra seperti Kepualauan Riau dan Bangka-Belitung serta pulau-pulau di wilayah utara Jawa. Daerah-daerah tersebut, katanya, setidaknya telah memenuhi sebagian kriteria sebagai tempat pembangunan reaktor nuklir, yang ditetapkan badan atom internasional (IAEA).

"Diantaranya minim potensi tsunami dan gempa, struktur tanah yang kuat, kondisi meteorologi yang memadai, tidak berada dalam posisi rantai gunung berapi dan lainnya," ungkapnya beberapa waktu lalu.

Banyaknya aspek yang harus dikaji, tambah Zaki Su'ud, menyebabkan PLTN paling cepat baru dapat dibangun di atas tahun 2020. "Kajian awalnya cocok atau tidaknya suatu daerah memakan waktu satu tahun. Belum perizinan dan lain-lain. Pembangunannya bisa 6 tahun. Jadi paling cepat kita baru bisa bangun sekitar tahun 2020-an," pungkas Zaki Su'ud. (*/OL-2)


MediaIndonesia

0 comments:

Post a Comment

 
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...