Teller menghitung lembaran rupiah di salah satu konter penyetoran Bank Mega, Jakarta, belum lama ini. Foto: Investor daily/DAVID GITA ROZA
Jakarta � Direktur Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Enny Sri Hartati mengatakan target pertumbuhan industri tahun 2013 sebesar 7,1 persen terlalu optimis karena ada tantangan di sektor tersebut yang belum teratasi.
"Persoalannya selama pasca krisis pertumbuhan industri selalu dibawah pertumbuhan ekonomi nasional, jadi memang jujur target itu terlalu optimis, karena target pertumbuhan ekonomi Indonesia hanya 6,8 persen," kata Enny di Jakarta, Rabu (19/12) .
Menurut dia, target 7,1 persen itu dengan asumsi ada akselerasi industri termasuk hilirasasi, ketika dilihat data investasi yang masuk sedikit sekali yang ke industri hilir dan ini yang jadi pertanyaan. Dia mengatakan jika ada industri yang ingin ekspansi, maka hal itu masih menjadi tanda tanya terutama terkait kebutuhan energi yang masih defisit 50 persen.
"Kalau bisa dipenuhi, kemungkinan defisitnya 15-20 persen, mungkin target 7,1 persen akan tercapai dengan asumsi potensi yang ada maksimal," katanya.
Dia mengatakan, tantangan sektor industri semakin berat terutama terkait gas yang akan naik sebesar 15 persen dan juga listrik, keduanya akan mempengaruhi sektor tersebut. Selain itu menurut dia masalah tuntutan Upah Minimum Provinsi (UMP) juga mempengaruhi karena apabila rata-rata naik 40 persen maka beban produksi yang harus dipenuhi hampir 1,5 kali lipat dari sekarang.
Enny mengatakan, tantangan lain apabila biaya transaksi tidak ada perubahan fundamental. Menurut dia hal itu terjadi jika Bank Indonesia mempertahankan suku bunga BI sehingga sulit diharapkan suku bunga pembiayaan akan turun.
"Dengan tantangan itu, target 7,1 persen itu terlalu optimis," kata Enny.
Sebelumnya, Kementerian Perindustrian menargetkan pada 2013, pertumbuhan industri non-migas bisa mencapai 7,1 persen seiring terus membaiknya kinerja dan investasi di sektor industri non-migas atau manufaktur.
"Meskipun kondisi perekonomian di Amerika Serikat (AS) dan Uni Eropa masih diwarnai ketidakpastian, namun pemerintah optimistis kinerja sektor industri manufaktur pada tahun depan akan tumbuh 7,1 persen," kata Menteri Perindustrian M.S Hidayat di Jakarta, Senin (17/12).
Dengan target pertumbuhan non-migas tersebut, maka pertumbuhan industri pengolahan secara keseluruhan diprediksi mampu mencapai 6,5 persen pada tahun depan dengan perkiraan pertumbuhan ekonomi sekitar 6,7 persen.
Namun, pertumbuhan industri akan terhambat dengan biaya logistik di Indonesia juga yang tertinggi di Asia atau 17 persen dari total omzet industri.
Menurut Hidayat, tantangan yang akan dihadapi pada tahun depan masih berkisar pada minimnya infrastruktur dan tingginya biaya investasi.
Untuk mengatasi hambatan di sektor industri, pemerintah telah mengoptimalkan pemberian insentif fiskal seperti pengurangan pajak dalam bentuk 'tax holiday', 'tax allowance', bea masuk ditanggung pemerintah (BMDTP), pembebasan pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM). (ant/hrb)
● Investor
"Persoalannya selama pasca krisis pertumbuhan industri selalu dibawah pertumbuhan ekonomi nasional, jadi memang jujur target itu terlalu optimis, karena target pertumbuhan ekonomi Indonesia hanya 6,8 persen," kata Enny di Jakarta, Rabu (19/12) .
Menurut dia, target 7,1 persen itu dengan asumsi ada akselerasi industri termasuk hilirasasi, ketika dilihat data investasi yang masuk sedikit sekali yang ke industri hilir dan ini yang jadi pertanyaan. Dia mengatakan jika ada industri yang ingin ekspansi, maka hal itu masih menjadi tanda tanya terutama terkait kebutuhan energi yang masih defisit 50 persen.
"Kalau bisa dipenuhi, kemungkinan defisitnya 15-20 persen, mungkin target 7,1 persen akan tercapai dengan asumsi potensi yang ada maksimal," katanya.
Dia mengatakan, tantangan sektor industri semakin berat terutama terkait gas yang akan naik sebesar 15 persen dan juga listrik, keduanya akan mempengaruhi sektor tersebut. Selain itu menurut dia masalah tuntutan Upah Minimum Provinsi (UMP) juga mempengaruhi karena apabila rata-rata naik 40 persen maka beban produksi yang harus dipenuhi hampir 1,5 kali lipat dari sekarang.
Enny mengatakan, tantangan lain apabila biaya transaksi tidak ada perubahan fundamental. Menurut dia hal itu terjadi jika Bank Indonesia mempertahankan suku bunga BI sehingga sulit diharapkan suku bunga pembiayaan akan turun.
"Dengan tantangan itu, target 7,1 persen itu terlalu optimis," kata Enny.
Sebelumnya, Kementerian Perindustrian menargetkan pada 2013, pertumbuhan industri non-migas bisa mencapai 7,1 persen seiring terus membaiknya kinerja dan investasi di sektor industri non-migas atau manufaktur.
"Meskipun kondisi perekonomian di Amerika Serikat (AS) dan Uni Eropa masih diwarnai ketidakpastian, namun pemerintah optimistis kinerja sektor industri manufaktur pada tahun depan akan tumbuh 7,1 persen," kata Menteri Perindustrian M.S Hidayat di Jakarta, Senin (17/12).
Dengan target pertumbuhan non-migas tersebut, maka pertumbuhan industri pengolahan secara keseluruhan diprediksi mampu mencapai 6,5 persen pada tahun depan dengan perkiraan pertumbuhan ekonomi sekitar 6,7 persen.
Namun, pertumbuhan industri akan terhambat dengan biaya logistik di Indonesia juga yang tertinggi di Asia atau 17 persen dari total omzet industri.
Menurut Hidayat, tantangan yang akan dihadapi pada tahun depan masih berkisar pada minimnya infrastruktur dan tingginya biaya investasi.
Untuk mengatasi hambatan di sektor industri, pemerintah telah mengoptimalkan pemberian insentif fiskal seperti pengurangan pajak dalam bentuk 'tax holiday', 'tax allowance', bea masuk ditanggung pemerintah (BMDTP), pembebasan pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM). (ant/hrb)
● Investor
0 comments:
Post a Comment