0

Turbin Angin

Turbin Angin Hembuskan Nafas untuk Industri Lokal


Jakarta - Sebuah perusahaan asal Indonesia mengembangkan turbin listrik tenaga angin yang nyaris sepenuhnya memanfaatkan komponen lokal. Teknologi turbin tersebut pun dinilai bisa menghembuskan nafas ekonomi di daerah tertinggal.

Turbin listrik tenaga angin sumbu vertikal itu dikembangkan oleh PT Quasar Mandiri. Dengan kemudahan merakitnya dari komponen lokal, Quasar berharap teknologi bernama Aerostellar ini bisa diadopsi di daerah-daerah tertinggal.

"Turbin angin milik kita perangkatnya 100 persen lokal. Hanya bagian magnet saja yang impor. Sisanya bahannya ada di pasaran," papar Yana S Rahardja, Managing Director PT Quasar Mandiri, saat berbincang dengan detikINET, Rabu (13/1/2010).

Pipa, besi dan aluminiumnya menurut Yana bisa didapatkan di pasaran. "Kami hanya membuat sayap, generator dan power controlnya saja. Sisanya bisa dibuat sendiri oleh siapapun," tuturnya.


Yana berharap dengan mudahnya merakit Aerostaller ini bisa menjadi solusi sumber energi aternatif yang murah dan mudah diimplementasikan oleh masyarakat. Karena, menurut Yana, dengan adanya listrik roda perekonomian bisa berjalan. "Dan kalau dilihat, daerah yang belum tersentuh listrik adalah daerah yang miskin. Seperti pesisir pantai, ini yang ingin kita dukung," ia menambahkan.



Yana mengklaim desain Aerostellar sangat cocok dengan karakteristik angin di Indonesia yang sering berubah-ubah arah serta rata-rata kecepatan angin di Indonesia yang relatif rendah. "Kecepatan 7 meter per detik itu sudah cukup untuk memutar turbin. Indikatornya bendera bisa berkibar. Itu cukup," katanya.

Masuknya Quasar ke bidang pembangkit listrik menurut Yana bukan berarti pihaknya meninggalkan basis di industri manufaktur. "Kita mau memajukan bangsa ini dengan teknologi. Tapi ngga ada listrik? Ya, kita harus masuk ke sana. Bukan sebagai mainstream tapi supporting product," ia menandaskan.( afz / wsh )

detikINET
0

IPTEK TTG : BAHAN BAKAR BIOGAS


Dalam sepuluh tahun terakhir ini, kita diharubirukan dengan kelangkaan demi kelangkaan bahan bakar minyak dan listrik. Minyak tanah menghilang, sekarang mulai diganti dengan gas elpiji dan kini Jakarta pun tidak luput dari pemadaman listrik secara bergilir, yang sebelumnya menjadi monopoli daerah-daerah, khususnya di luar Jawa. Ongkos yang harus dibayar dari pemadaman bergilir sungguh mahal, karena listrik menjadi urat nadi industri kecil hingga besar. Daging yang busuk karena pendingin mati berjam-jam. Pengrajin es balon yang mendadak kehilangan penghasilan suatu hari karena hal yang sama, hanyalah sebagian kecil ilustrasi ongkos pemadaman tersebut.

Berbagai analisis dan solusi diusulkan baik oleh para pejabat maupun pakar. Mulai dari yang nadanya pembelaan diri hingga usulan penggunaan pembangkit listrik tenaga surya. Sementara, di salah satu sudut kawasan Puspiptek Serpong, Tangerang Selatan, Tim Biogas dari Pusat Teknologi Pengembangan Sumberdaya Energi (PTPSE) BPPT tengah mengotak-atik reaktor biogas mungil dan pembangkit listrik yang tak kalah mungil, cuma 700 watt.(ay).

Dr. Ir. M. Arif Yudiarto, M.Eng, Peneliti Utama di Pusat TPSE BPPT mengungkapkan, disaat kita kehilangan kesederhanaan berfikir, sehingga melupakan hal-hal yang kecil, muncul solusi memecahkan masalah kelangkaan listrik yang sudah demikian menggurita. Contohnya, ketika kita bicara pengadaan listrik 40.000 MW, yang ada di kepala kita hampir pasti 4 pembangkit x 10.000 MW. Kita hanya memikirkan pulau Jawa dan melupakan ada belasan ribu pulau lainnya yang memerlukan pembangkit listrik dengan daya jauh lebih kecil. Pembangkit kecil PLN sebenarnya sudah banyak tetapi tidak memadai lagi dengan pertumbuhan ekonomi dan penduduk. Bahan bakar minyak yang mahal karena harus menempuh perjalanan jauh untuk sampai ke lokasi dan tarif harga listrik yang berlaku secara nasional merupakan hambatan tersendiri dalam investasi pembangkit tambahan.

Arif dan Tim peneliti Teknologi Biogas Pusat TPSE menjelaskan Biogas merupakan salah satu bahan bakar gas yang dihasilkan dari proses fermentasi kotoran hewan. Biogas dapat digunakan di rumah tangga (untuk memasak), bahkan bisa juga digunakan untuk menyalakan generator listrik. Proses produksi biogas dari limbah pertanian dan peternakan ini dapat mendorong partisipasi masyarakat dalam memproduksi listrik. Menurut Wid, harganya murah karena bahan bakunya berasal dari limbah. ”Kwlitasnya juga tidak kalah dengan BBM atau elpiji,” kata Nesha. Untuk penggunaan kompor di rumah tangga juga hemat dan dapat memasak dengan suhu hingga 700ÂșC, atau dengan 2 rice cooker. Layaknya elpiji, pembakaran gas methan menghasilkan api biru dan tidak mengeluarkan asap. ”Gas methane yang dihasilkan dari 40 kilogram kotoran sapi dapat digunakan untuk memanaskan kompor selama 6 jam,” tegas Kiki. Proses mikrobiologis di dalam reaktor akan menghasilkan gas methan dan kompos. Gas yang dihasilkan dialirkan melalui selang ke penampung dari plastik berkapasitas 2.000 liter dan disalurkan ke kompor. Proses ini akan berlangsung terus-menerus sepanjang terdapat pasokan kotoran sapi.

Arif menambahkan, dengan inovasi teknologi, produktifitas biogas dari kotoran sapi rata-rata hanya 0,2-0,3 m3/m3 volume reaktor/hari. Artinya hanya mampu menghasilkan listrik 0,25-0,4 kwh/m3 volume reaktor/hari. Dengan investasi Rp 1,5 juta per-m3 reaktor dan anggaplah 1 kwh dibeli PLN Rp 650/kwh, maka diperlukan waktu belasan tahun untuk kembali modal. Untuk mendapatkan pasokan gas sebanyak itu, kotoran sapi harus dicampur dengan air dengan perbandingan satu banding satu dan diaduk rata dalam tangki pengumpan dari tong besi yang dipotong. Kemudian, hasilnya dimasukkan ke dalam reaktor plastik berkapasitas 5.000 liter yang di dalamnya telah dihuni berjuta-juta bakteri Methanogenesis yang berkembang biak dari 25 liter bakteri starter yang telah dimasukkan.

Bukan hal baru lagi, kata Arif, tetapi mengulangi usulan yang sama oleh orang-orang yang beda, seringkali diperlukan. Pemerintah dan PLN sebaiknya bersikap realisitik dengan melibatkan masyarakat untuk ikut memproduksi listrik tanpa birokrasi yang berbelit-belit. ”Di Jepang, rumahtangga dapat menyumbang listrik tenaga surya meski hanya beberapa watt melalui sebuah inverter. Di Thailand, pembangkit-pembangkit listrik gasifikasi skala kecil menggunakan biomassa ranting-ranting kayu yang dipangkas secara periodik dapat disalurkan ke listrik negara dengan sistem bagi hasil. Tetapi yang terjadi di Indonesia, biogas dari pengolahan limbah dengan mekanisme pendanaan CDM harus diflaring (dibakar) di udara karena tidak yakin kalau dibuat listrik akan dibeli PLN. ”Jika dibandingkan, PLN memproduksi listrik dengan ongkos Rp 1100/kwh. Listrik dari biogas dan gas sintesis jauh lebih murah. Tetapi biogas tidak dibeli hanya karena dirasa masih kurang murah lagi harganya”, ungkap Arif.

Ke depan, kata Arif, BPPT sedang mengupayakan inovasi dari dua arah, yaitu meningkatkan produktifitas biogas menjadi 1 m3 biogas/m3 volume reaktor/hari dengan penambahan limbah pati dan protein yang tinggi produktifitasnnya dan menekan biaya investasi reaktor di bawah Rp 1 juta/m3 dengan bahan dan teknik konstruksi reaktor yang lebih murah. Dengan ini, secara tekno-ekonomi akan dapat lebih diandalkan. Yang jelas, biogas selama ini telah dibuktikan di banyak negara sebagai bahan bakar yang murah karena berasal dari bahan baku limbah pertanian, perkebunan dan agroindustri.(gs.dw-adpkipt).

Ristek
0

Telpon Anti Sadap Buatan LIPI

Koran Jakarta, 1 Februari 2010

Pada awal era reformasi, pernah terjadi kasus penyadapan percakapan melalui telepon yang sempat menghebohkan di negeri ini. Ketika itu, beredar rekaman pembicaraan antara BJ Habibie yang saat itu menjabat sebagai Presiden Indonesia dan Jaksa Agung Andi M Ghalib. Isi percakapan seputar pemeriksaan dugaan korupsi yang dilakukan mantan Presiden Soeharto.

Adanya kebocoran tersebut menunjukkan bahwa tingkat pengamanan pembicaraan melalui telepon di level presiden pun dapat dibobol dengan mudah oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab. Setelah peristiwa itu, Pusat Penelitian Informatika, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) mendapatkan tantangan dari Dinas Penelitian dan Pengembangan (Dislitbang) Angkatan Laut dan Lembaga Sandi Negara untuk membuat telepon antisadap.

Menurut Elli A Gojali, peneliti bidang komputer LIPI, pihaknya kemudian mengembangkan telepon antisadap, mulai dari sistem analog hingga digital. Alat komunikasi yang dinamakan telepon scrambler itu menerapkan sistem semi digital (antara analog dan digital). Telepon scrambler tersebut terdiri dari pesawat telepon, saluran PSTN (Telkom), dan perangkat keras (hard ware) yang berfungsi mengacak sinyal. “Telepon scrambler ini sekarang digunakan di LIPI maupun di Angkatan Laut,” ujar Elli.

Berdasarkan cara kerjanya, telepon scrambler dengan sistem semidigital itu dapat mengacak sinyal telepon sebelum sinyal tersebut ditransmisikan melalui saluran telepon. Tujuannya, agar sinyal tidak dapat dimengerti apabila terjadi penyadapan selama dalam perjalanan di jaringan telekomunikasi. Sementara itu, di sisi penerima terdapat descrambler yang dapat menyusun kembali sinyal yang teracak sehingga wujud sinyal pun sama seperti semula.

Sayangnya, telepon scrambler dengan sistem semidigital masih memiliki kelemahan. Perangkat tersebut masih menggunakan komponen dari luar sehingga peluang produsen untuk menyadap telepon scrambler dengan pengembangan alat komunikasi serupa tetap ada. Selain itu, komunikasi antara kedua belah pihak yang melakukan percakapan sedikit mengalami gangguan suara (noise). “Untuk itu kami sekarang ini mengembangkan perangkat digital yang bisa menutupi kelemahan telepon scrambler semidigital,” ujar Elli.

Perangkat yang dikembangkan itu menerapakan embedded system, yaitu penggabungan antara perangkat keras dan perangkat lunak dalam satu kesatuan sistem. Semua komponen yang digunakan untuk sistem pengamanan dibuat dalam bentuk digital. Penyusunan pola algoritma pengacakan dilakukan secara mandiri oleh peneliti LIPI. Hal itu berbeda dengan sistem semidigital yang pola susunan algoritmanya sudah tersedia dan kemudian diprogram ulang oleh peneliti.

Perangkat antisadap itu tidak hanya dapat diaplikasikan di telepon tetap (fixed phone) tetapi juga di telepon seluler (ponsel) dan radio komunikasi. Elli menjelaskan untuk mengamankan ponsel dengan alat antisadap itu perlu hand free dalam melakukan komunikasi. Di jalur kabel yang menghubungkan hand free dengan telepon disambungkan alat antisadap. Begitu juga ponsel lawan bicara harus menggunakan hand free plus alat antisadap.

Mekanisme kerja alat sadap itu sama seperti halnya telepon scrambler, namun kualitas suara yang dihasilkan lebih bersih. Lebih penting dari itu, peluang disadapnya pembicaraan sangat kecil karena semua komponen bentuknya digital. “Rencananya alat antisadap itu akan diluncurkan akhir tahun ini,” tukas Elli. awm/L-2

KoranJakarta

0

Robot Penjinak Bom Buatan ITS

Robot Penjinak Bom Buatan ITS Siap Produksi Massal


Mengamati robot pengintai yang dipakai Tim Polisi Anti Teror untuk masuk ke dalam rumah Muh. Djahri di Dusun Beji, Desa Kedu Kecamatan Beji, Temanggung, sangat mirip dengan punya Politeknik Elektronika Negeri Surabaya (PENS) ITS. Hanya saja, robot itu masih berupa protoype.

Ketua Tim Peneliti Dr Ir Endra Pitowarno M Eng mengatakan, robot karyanya memang mirip dengan yang digunakan Densus 88. Hanya saja, ”Robot yang dipakai Densus 88 itu robot impor, ”katanya. Biasanya robot-robot itu didatangkan dari Inggris atau Norwegia.

Dia menjelaskan, pihaknya memang meneliti dan membuat robot penjinak bom. Penelitian itu berawal dari 2007 lalu, dimana ia bekerjasama dengan empat mitra. Yakni Gegana, LIPI, Ristek, dan PT Pindad untuk mengembangkan robot tersebut. ”Penelitian ini selama tiga tahun,”kata Endra. Endra lantas berjalan menunjukkan robotnya.

Di laboratorium manufaktur PENS ITS, Endra menunjukkan robotnya. ”Robot saya masih ada disini,”kata Endra lantas menarik gerobak beroda. Di atas gerobak itu, tampak plastik putih menyelimuti sebuah benda. Endra lantas mengambil plastik itu dan barulah tampak robot karya dosen PENS ITS itu.

Di lengan kiri robot tertulis GP Mobot 092 yang artinya General Pupose robot 092. 09 adalah tahun, dan angka 2 adalah penelitian kedua. Endra sempat membuat karya pertama di tahun 1994. “Itu penelitian sendiri,”ujar kaprodi Teknik Mekatronika PENS ITS itu.

Robot itu terlihat kokoh dengan warna hijau dongker khas TNI. Bentuknya mirip sebuah tank dengan menggunakan sabuk beroda. Masing-masing tapak sabuk roda yang terbuat dari karet itu bertuliskan PENS.

Kelebihan dari robot itu, robot itu bisa menaiki tangga yang tercuram sekalipun. ”Robot bisa merangkak menaiki setiap anak tangga,”katanya.

Untuk mengoperasikannya, robot itu menggunakan remote control. Di bagian depan, sebuah camera berfungsi sebagai pengintai. Operator bisa melihat apa yang didepan robot itu dari jarak jauh.

Untuk menggerakkan robot, ada tujuh aki kering yang berada dib adan robot. Empat untuk motor, dua untuk menggerakkan tangan robot. Dan satu aki untuk kamera.

Dipunggung robot itu, nampak lempengan putih kotak. Itu adalah tempat untuk Disrupter atau alat penjinak bom. ”Kami hanya buat robotnya Disrupter-nya kami tidak bisa,”katanya.

Robot itu memiliki tangan yang bisa digerak-gerakkan. Keatas, kebawah, hingga mengapit benda. ”Tujuannya untuk mengambil sesuatu benda. Misalnya bom,” ucapnya.

Jika robot itu sudah dilengkapi disrupter, lanjut Endra, robot itu bisa menjalankan tugasnya sebagai robot penjinak bom. Cara kerjanya, robot mengambil bom itu dengan tangannya. Lalu, robot berjalan ke tempat aman yang tidak membahayakan nyawa orang lain. “Jika sudah di tempat aman, bom diletakkan,” terangnya.

Lalu, robot membalikkan badan. ”Disinilah disrupter bekerja,”katanya. Disrupter bisa berupa tekanan angin yang kuat atau air yang dimampatkan. Lalu air itu disemprotkan ke bom tersebut. ”Tujuannya untuk menon-aktifkan detonator (pemicu ledakan, red),”katanya.

Saat ini, robot itu sudah rampung. ”Masih dalam tahap pengujian. Jika tidak ada permasalahan, robot itu akan direpro oleh PT Pindad untuk diproduksi masal,” katanya.

Biaya penelitian itu sebesar Rp 300 juta. Hal itu tidak sebanding dengan harga robot impor. ”Bisa mencapai Rp 1 miliar,” katanya.

Saat ini, pihaknya juga meriset varian baru robot penjinak bom. Namun sayang, Endra enggan untuk memberikan keterangan terkait robot terbarunya. ”Jangan. Bentuknya sudah paten. Yang jelas, fungsinya sama. Hanya saja tidak mengeluarkan suara,” katanya. Penelitian itu harus selesai November nanti dengan total dana Rp 350 juta. (alb/jpnn)

Batampos
0

TEKNOLOGI IRIDOLOGI INDONESIA

Sebuah karya anak bangsa yang telah bergelut selama 10 tahun dibidang Pemrograman Delphi dan Analisa Data berhasil membuat sebuah produk TEKNOLOGI IRIDOLOGI tidak kalah canggih dibandingkan dengan teknologi import yang beredar. Bahkan bisa dikatakan hasil yang di dapat dari teknlogi anak bangsa ini lebih jernih dan lebih jelas. Selalu melakukan update dalam kemampuan alat tersebut. Sampai saat ini sudah mengalami perbaikan hingga sampailah ke Versi 3-nya. Alat ini didukung dengan kemampuan menganalisa penyakit melalui mata pasien dan sekaligus dapat menentukan obat yang dibutuhkan pasien. Model, Penampilan, dan Fasilitanya dapat diatur sesuai yang anda inginkan. Serahkan pada Ahlinya. Produk ini sudah banyak diterapkan oleh para Terapis, Herbalis dan praktisi-praktisi penyelenggara pelayanan kesehatan di masyarakat. Bahkan sudah diekspor ke Malaysia. Maka sudah waktunyya anda memanfaatkan teknologi ini untuk praktek pelayanan kesehatan yang anda jalani. Anda bisa menggunakannya sebagai perorangan atau di suatu lembaga menengah dan besar sekalipun. Sudah waktunya untuk lebih maju. Program Teknologi Iridologi ini adalah program yang memudahkan para terapis dalam menganalisa IRIS MATA pasien. Pada Versi 3 sistem ini sudah bisa ingklut dengan kamera, sehingga sangat memudahkan penggunaannya.

sariherbal
0

Indonesia Punyai Potensi Besar Kembangkan Nuklir

13 Desember 2007
Indonesia Punyai Potensi Besar Kembangkan Nuklir

Indonesia mempunyai potensi besar mengembangkan nuklir sebagai sumber pengobatan maupun energi karena memiliki simpanan bahan baku uranium yang besar, yakni di Kalimantan, Sumatera, dan Papua.
Meski tak mengetahui secara persis jumlah kandungan uraniumnya, Kepala Bidang Operasi Reaktor Serpong Badan Tenaga Atom Nasional (Batan) Alim Tarigan menyatakan saat ini pengembangan nuklir di Pusat Reaktor Serpong menggunakan uranium dalam negeri. Batan memproduksi sendiri bahan bakunya jenis 0308SI. Namun, untuk mengoperasikan reaktor penelitian lebih rumit ketimbang reaktor pembangkit listrik. Sebab, reaktor pembangkit yang cukup diisi bahan baku sekali itu akan beroperasi sendiri secara otomatis selama setahun. Semua sistemnya otomatis, sedangkan reaktor penelitian harus dimatikan dan dihidupkan kembali,” jelasnya, seperti dikutip dari Sindo, 12/12.

Secara konsep, pemanfaatan nuklir memang kelihatan lebih sederhana jika dibandingkan pembangkitan lainnya. Reaktor nuklir adalah tempat atau wadah berlangsungnya reaksi fisi yang terkendali dengan bahan bakarnya uranium. Prosesnya, netron ditembakkan pada uranium sehingga menghasilkan dua atau tiga neutron yang kemudian menghasilkan energi panas dan radiasi.
Penggunaan hasil reaktor ini bergantung pemanfaatannya. Jika digunakan untuk pembangkitan listrik, energi panasnya yang diambil guna menggerakkan turbin generator sehingga menghasilkan energi listrik. Menurut Alim, pembangkit tipe pressurizer water reactor (PWR) merupakan yang paling banyak digunakan di dunia. Bahkan, kini sedang dikembangkan uranium yang kekuatannya setara 400 megawatt thermal atau 1.300 megawatt electric.
Itu bukan hal yang tak mungkin karena Indonesia sudah puluhan tahun memiliki tiga reaktor,di Bandung, Yogyakarta, dan Serpong. Jumlah ahli nuklir untuk laboratorium Serpong sudah mencapai ratusan orang, belum ditambah di dua tempat lain.

Uranium memiliki kelebihan karena punya potensi kekuatan besar. Untuk pembangkitan listrik, bahan baku cukup diisi satu kali untuk setahun tanpa mengganti bahan bakar. Tentu jika dibandingkan dengan bahan bakar minyak yang digunakan untuk pembangkit listrik, nuklir sangat hemat.
Pengaktifan uranium untuk menghasilkan neutron pun cukup hanya satu kali ketika proses pertama dilakukan, yakni penembakan neutron ke uranium dengan pemicu amnesium barelium yang dicampur dan menghasilkan neutron. Untuk selanjutnya, uranium akan mengeluarkan neutron dengan sendirinya.
Memang jumlah neutron yang dihasilkan sungguh besar, yakni berdasarkan estimasi sekitar 10 x 1014. Sementara itu, untuk mengendalikan produksi neutron tersebut menggunakan batang kendali yang diatur secara otomatis sesuai kebutuhan.** (Ardan)

technologyindonesia

0

Hovercfraft Versi Militer

PT DI Produksi Hovercfraft Versi Militer


PT Dirgantara Indonesia (PT DI), Bandung, kini melakukan diversivikasi produknya, dengan memproduksi alat angkut perairan, hovercraft versi militer.

"Saat ini tengah menyelesaikan dua hovercraft versi militer pesanan Departemen Pertahanan. Ini produksi pertama PT DI dan akan dikembangkan untuk pesanan pihak lain dengan berbagai versi," kata juru bicara PT DI Rokhendi di Bandung, Senin (1/2).

Ia mengatakan, alat angkut perairan hovercraft itu untuk menyambung pengangkutan barang, logistik dan alat berat dari kapal laut ke pantai, karena kapal besar tidak dapat merapat ke pantai.

Selain itu, alat itu juga dapat dioperasikan di daerah yang berawa-rawa serta perairan sungai besar. "Hovercraft cocok untuk mengangkut akomodasi dari kapal besar ke pantai, juga bisa mengangkut alat berat dan ke daratan tempur untuk mendarat," kata Rokhendi.

Hovercraft berbeda dengan kapal laut, karena berbentuk seperti perahu karet ukuran besar dan menggunakan dua unit baling-baling yang digerakkan di bagian buritan.

Alat angkut itu meluncur di permukaan air, maupun darat dengan permukaan datar. Sedangkan kapal laut digerakan dengan baling-baling di dalam air. "Hovercraft cocok untuk melengkapi alat transportasi di kawasan perairan dan rawa-rawa. Alat ini tak membutuhkan permukaan air, karena bergerak di atas permukaan air," kata Rokhendi.

Ia menyebutkan, PT DI siap menerima pesanan perangkat alat utama sistem pertahanan (alutsista), di mana pemerintah akan menggunakan produk-produk lokal.

Gatra
0

INDRA , Radar Pertama Buatan Indonesia

Radar INDRA-MXISRA (Indonesia Sea Radar)

Bandung - Ingin buktikan bahwa bangsa Indonesia tidak kalah dengan bangsa lainnya, Pusat Penelitian Elektronika dan Telekomunikasi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (PPET LIPI) dan PT Solusi 247 divisi Radar and Communications System (RCS) membuat radar maritim.

"Kita ingin gugah semangat bangsa Indonesia dan tunjukkan bahwa Indonesia bisa membuat radar," ujar Kepala Bidang Telekomunikasi LIPI-PPET Dr Mashury usai Seminar Radar Nasional III 2009 di ruang Embassy, Hotel Savoy Homman, Jalan Asia Afrika, Kamis (30/4/2009) sore.

Sejak tahun 2006, PPET LIPI telah mengembangkan dua versi radar. Yakni radar pengawas pantai dan radar navigasi kapal. Dalam pengembangannya, radar maritim tersebut diberi nama sementara Indonesian Radar (Indra).

Untuk membedakannya, radar navigasi kapal yang dikembangkan oleh PT Solusi 247-RCS diberi nama Indra-1 dan radar pengawas pantai yang dikembangkan oleh PPET-LIPI diberi nama Indra-2.

"Kedua radar ini menggunakan teknologi frequency-modulated continous wave (FMCW) sehingga konsumsi daya dan ukuran radar jauh lebih kecil ketimbang radar-radar yang ada dipasaran," ujar pria berkacamata ini.

Pada 24 Oktober 2008, tambah Mashury, uji coba terhadap Indra-1 dilakukan di radar test site di Cilegon Timur.

"Indra-1 berhasil mendeteksi dan mengukur jarak sebuah kapal yang sedang berlayar dengan akurat. Kita bangga dengan hasil ini. Ini bukti kita bisa membuat radar yang dibangun dan berfungsi dengan baik," ungkapnya.

Setelah lolos sejumlah tahapan tes, dalam kesempatan yang sama nama Indra-1 diganti menjadi Indonesia Sea Radar (Isra). Sedangkan Indra-2 saat ini masih dalam tahapan uji coba.

"Hari ini kita juga sekaligus meresmikan nama Isra untuk mengantikan nama Indra-1. Sedangkan nama Indra-2 nantinya akan menjadi Indera saat prototipe tersebut sudah diuji coba," terangnya.

Isra saat ini dilengkapi dengan fitur-fitur tambahan hasil kreasi anak bangsa. Fitur tersebut antara lain peta vektor, data sistem informasi maritim AIS (automatic identification system), data GPS dan data kompas yang terintegrasi dengan display. Ukuran kedua radar juga jauh lebih kecil.

"Kedua radar ini juga menggunakan teknologi frequency-modulated continous wave (FMCW) sehingga konsumsi daya dan ukuran radar jauh lebih kecil ketimbang radar-radar yang ada dipasaran," ujar pria berkacamata ini.(ern/ern)

Indra, difungsikan sebagai radar maritim, menggunakan teknologi frequency-modulated continous wave (FMCW), dengan daya pancar yang sangat kecil, yakni 1 Watt.

Berikut Spesifikasi lengkapnya :

Applications

Ships radar
Marine radar
Naval navigation

Key Features

Very low transmit power (“silent radar”)
State-of-the-art antenna technology and signal processing
Superior target detection, discrimination and localization capabilities
Covert operations ready

Specifications

Transceiver
Transmit power : 1 Watt
Frequency : X-band
Range scales : 48, 24, 12, 6, 3, 1.5, 0.75 NM
Location : Upmast (integrated with antennas)
Weight : 22 kg (antenna unit + turning mechanism – TX-RX unit)
Dimensions : 35 (w) x 45 (l) x 25 (h) cm (turning mechanism – TX-RX unit)

Antennas
Configuration : Separate TR-RX antennas
Type : Patch arrays
Beamwidth : Horizontal: 2°, Vertical: 20°
Rotation speed : Variable (max. 48 rpm)
Weight : 22 kg (antenna unit + turning mechanism – TX-RX unit)
Length : 1.2 m (4 feet)
Wind load : Relative wind 100 kt for 24 rpm and 70 kt for 48 rpm
Temperature : -25° C to +70° C

Radar Processor Unit
System : PC-based
Location : Downmast
Video output : VGA, adaptable to ARPA systems
Weight : 8 kg
Dimensions : 25 (w) x 30 (l) x 20 (h) cm
Temperature : -15° C to +55° C

Software
OS : Linux
Control : MATA (MAritime Tracking Aid)
User interface : Output: audio-visual, selectable menus and windows; Input: keypad with tracker ball

Power supply
Input : 110 / 220 V ac from vessel’s mains
Output : 12 V dc
Optional Uninterrupted Power Supply (UPS) unit available

Display unit
Resolution : Color VGA, 640 x 480 pixels

Control unit
Input control : Keypad with tracker ball
Temperature : -15° C to +55° C

Casing
All parts are protected by rust- and waterproof casing

Dalam sambutannya, perwakilan dari pihak Solusi 247 sedikit bercerita tentang perjalanan panjang Indra hingga tiba saatnya inaugurasi ini. Diawali dari tahun 2006, dimana Solusi 247 — perusahaan IT yang finansialnya tidak mau menggantungkan diri kepada bank, mendapat tawaran untuk merancang dan memproduksi radar, dimana piranti ini bukan merupakan produk industri yang banyak dikembangkan di Indonesia. Namun, dengan melihat pihak-pihak yang ikut turun tangan dalam proyek ini, yaitu IRCTR TU-Delft Belanda, ITB, UI, LIPI, akhirnya Solusi 247 menerima tawaran yang diajukan.

Prof. Leo Litghart, perwakilan dari IRCTR, turut menyampaikan dalam sambutannya, bahwa ia sangat senang dan bangga bisa turut serta dalam proyek Indra ini.

Melalui Indra, kita bisa membuktikan bahwa Indonesia telah memantapkan langkahnya untuk menjadi bangsa yang mandiri di bidang Hankam, dimana saat ini hampir 100% radar yang dioperasikan di Indonesia, baik radar pertahanan maupun radar sipil, merupakan produk luar negeri.

detik , worldpress