Showing posts with label Radar. Show all posts
Showing posts with label Radar. Show all posts
0

Radar Cuaca BPPT Sudah Dipindahkan dari Monas

Radar Cuaca BPPT Sudah Dipindahkan dari Monas
Pekerja dari BPPT memasang alat pantau cuaca di Monas, Jakarta
Jakarta Radar cuaca Multi Parameter Radar (MPR) milik Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) kini telah dipindahkan kembali ke Serpong. Sebelumnya radar itu dipasang di Monumen Nasional, Jakarta Pusat selama empat hari, pada 18-21 Januari 2013.

Manajer Laboratorium Teknologi Sistem Kebumian dan Mitigasi Bencana BPPT, Fadly Syamsudin, mengatakan, radar itu digunakan untuk memantau cuaca selama banjir yang melanda Ibu Kota pada pekan lalu. "Dipasang di sana memang hanya sementara, stasiun permanennya berada di Serpong," ujar Fadly ketika dihubungi, Jumat, 25 Januari 2013.

Dia mengatakan, kinerja radar untuk memperkirakan cuaca di wilayah Jakarta tak akan terganggu meski kini terpasang di Serpong, Tangerang Selatan. Soalnya radar tersebut dapat membaca pergerakan angin dan curah hujan dalam radius 170 kilometer. "Jadi wilayah yang bisa dibaca termasuk Jabodetabek, Selat Sunda, dan Teluk Jakarta," kata Fadly.

Berdasarkan pantauan radar tersebut, Jakarta dan wilayah sekitarnya diperkirakan tak akan mengalami cuaca ekstrem seperti yang terjadi pekan lalu. "Curah hujan masih tinggi, tetapi dengan intensitas yang normal di waktu musim hujan," ujar dia. Soalnya, angin musim timur laut atau northeasterly monsoon surge dari Laut China Selatan sudah tak bertiup ke arah Jakarta.

Angin itulah yang membawa awan-awan yang mengandung uap air tinggi pada pekan lalu. Akibatnya, Jakarta dan wilayah sekitarnya diguyur hujan deras dengan durasi panjang yang pada akhirnya menyebabkan banjir besar di Ibu Kota.


https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgooV1VxZtEsH4vI20hI-r2oQ16VSeAVhaU051orN-_f14Dy4r7Abm-QuaFrw4Y1yHdzPjiTzcgMX9SJi0KfjrQRJwsPhAAscD9wCxqg1CxOhldL5FQjlgoagk76DSQbpmT__OEVvhDSXM/s35/cinta-indonesia.jpg
0

Kemenhub Siapkan Radar Baru untuk Soekarno-Hatta

 Mangindaan mengakui radar bandara mati selama 15 menit. 

Jakarta Menteri Perhubungan EE Mangindaan mengatakan pihaknya akan segera membeli radar baru untuk Bandara Soekarno Hatta. Proses pengadaan sudah berjalan.

"Mati 15 menit menang kita akui, itu disebabkan karena naiknya voltase yang begitu cepat. Namun kita sudah bisa kendalikan secara manual," kata Mangindaan di Jakarta, Jumat, 21 Desember 2012.

Untuk mengantisipasi kejadian serupa, Kementerian Perhubungan akan segera menyediakan radar baru untuk bandara Soekarno-Hatta. "Antisipasi ke depan sudah ada pengadaan radar," ungkap dia.

Sebelumnya, Presiden Susilo Bambang Yudhyono memerintahkan peristiwa terbakarnya kapasitor Uninterruptible Power Supply (UPS) Bandara Internasional Soekarno-Hatta, Minggu sore 16 Desember 2012, segera diinvestigasi. Terbakarnya UPS itu mengakibatkan radar bandara mati selama 15 menit.

Peristiwa matinya radar bandara adalah insiden buruk dan tidak bisa dianggap sebagai hal biasa. “Dampaknya luar biasa. Harus ada investigasi menyeluruh,” ujar Presiden SBY di Bandara Halim Perdanakusuma, setibanya dari lawatan dari Malaysia dan India.

SBY mengatakan, jika dalam kejadian tersebut ada sumber daya manusia yang terbukti lalai menjalankan tugasnya sehingga berimplikasi luas, maka harus segera ditindak dan diberi sanksi. Apalagi peristiwa matinya radar di bandara bukan sekali ini terjadi.

“Harus ada tindakan, sanksi, dan perbaikan di Bandara Internasional Cengkareng,” kata SBY. Apabila ada instrumen yang diperlukan untuk mengganti kerusakan yang sebelumnya terjadi, SBY minta pengadaannya dipercepat. (umi)
Modernisasi dong Pak !! jangan terlambat terus ...
0

Radar Atmosfer Khatulistiwa di Kototabang, Bukittinggi, Sumatera Barat

Merupakan radar terbesar dan terlengkap ketiga setelah yang ada di Peru dan India.

LAPAN Pasang Radar Deteksi Gempa dan Tsunami 

Atmosfer di wilayah Indonesia memiliki karakteristik yang berbeda dengan wilayah lain karena berada dalam garis khatulistiwa dan terletak di antara dua benua dan dua samudera.

Posisi khusus ini menjadikan Indonesia dianggap sebagai salah satu mesin pembangkit utama terjadinya perubahan iklim global, seperti peristiwa La Nina dan El Nino, yang berkaitan dengan musim basah dan musim kering yang melebihi batas normal.

Untuk itu, Lembaga Penerbangan Antariksa nasional (LAPAN) bekerjasama dengan Research Institute for Sustainable Humonsphere (RISh) Universitas Kyoto Jepang mengembangkan Equatorial Atmosphere Radar (EAR).

Radar ini digunakan untuk mempelajari dinamika atmosfer yang merupakan lapisan pelindung bumi. Dengan mempelajari semua fenomena yang terjadi dalam lapisan atmosfer, hasilnya bisa menjadi bahan pertimbangan untuk mengantisipasi cuaca ekstrim ataupun hal lainnya. 

“Radar ini mampu mendeteksi sesuatu di atmosfer yang paling rendah, mulai dari 2 kilometer sampai ratusan kilometer.

Kemampuan deteksi radar ini mencakup segala fenomena yang terjadi dalam lapisan atmosfer. Secara teknis, spesifikasi radar ini terdiri dari 560 buah alat dalam satu rangkaian yang diletakkan pada ketinggian 865 meter di atas permukaan laut. Ia menggunakan frekuensi 47.0 MHz dengan power 100 Kwh. Terdiri dari dua bagian, antena tegak serta modul transmisi.

EAR juga merupakan pengembangan dari Boundary Layer Radar (BLR). Kelebihan radar ini dibanding dengan radar lain adalah menggunakan antena putar yang mampu menembak ke segala arah, asalkan dalam radius 30 derajat dari sumbu vertikal.

“Radar ini mampu menembak ke objek di segala arah dalam cakupan sudut 30 derajat, dengan radius sampai 120 kilometer,” kata Eddy Hermawan, peneliti Radar LAPAN. “Selain itu, radar ini bekerja dalam cakupan menit, jadi menganalisa setiap fenomena dalam atmosfer tiap menit,” ucapnya.

Dengan kemampuan tersebut, radar bermanfaat untuk menganalisa terjadinya fenomena ekstrem seperti gempa dan tsunami. “Bisa untuk peringatan dini gempa dan tsunami secara real, resolusinya per 2-3 menit, tidak per jam,” tambah Eddy.

Radar ini bahkan mampu memprediksi kapan gempa akan terjadi. Namun demikian, dibutuhkan waktu yang cukup lama untuk membandingkan dan melakukan analisa kasus per kasus. Selain itu, alat ini juga dirancang untuk mendeteksi perilaku arah dan kecepatan angin dalam tiga dimensi dari lapisan 1,5 Km sampai 20 Km.

Radar yang dipasang di Kotatabang, Bukittinggi, Sumatera Barat. Ia juga merupakan radar terbesar dan terlengkap ketiga setelah radar MST (Mesosphere Stratosphere Troposhphere) di Peru dan India. 

Pada dasarnya, sistem EAR dirancang dengan kemampuan untuk : 

1. Menghitung kecepatan angin pada lapisan troposfer dan stratosfer bawah hingga mencapai ketinggian 20 km.
2. Kemampuan untuk mengendalikan beam antena kesegala arah dalam sudut 300 dari sumbu vertikalnya, sehingga bisa mengamati struktur dari setiap proses skala kecil di atmosfer ekuator.
3. Kemampuan untuk mengukur profil temperatur terhadap ketinggian dengan menggunakan teknik RASS (Radio Acoustic Sounding System).
4. Kemampuan untuk memahami Field-Allign Irregularities (FAI) dalam pengamatan lapisan ionosfer dalam arah tegak lurus terhadap bidang geomagnetik.
5. Resolusi range sinyal tunggal mencapai 75 m, dan bahkan lebih akurat lagi untuk menghitung perpindahan vertikal dari struktur lapisan tipis atmosfer dengan teknik Frequency Domain Interferrometry (FDI) atau Frequency Interferrometric Immaging (FII).
6. Dapat menghasilkan data mulai ketinggian 2 km.
7. Fasilitasnya dapat digunakan semaksimal mungkin karena sudah ditempatkan di Kototabang, Sumatera Barat. 

Hardware dari EAR terdiri dari lima subsistem utama , yaitu :

ANT (Antenna Array)
TRX (Transmitter and Receiver)
SMD (Signal Modulator System)
SP (Signal Processor)
HC (Host Computer)

SMD membangkitkan pengaturan kode sinyal RF yang kemudian dikirim ke TRX untuk diperkuat hingga sumber spesifik yang kemudian diradiasikan oleh ANT ke angkasa. Hamburan sinyal dari atmosfer kemudian diterima oleh ANT yang diperkuat oleh TRX dan dikirim ke SMD. Pada SMD sinyal dideteksi dan dikonversi ke sinyal digital, yang kemudian dikirim ke SP untuk proses domain-waktu. Hasilnya kemudian dikirim ke HC untuk data domain-frekuensi untuk menghasilkan profil kecepatan angin terhadap ketinggian.(Arifdoank)

0

China siap bantu radar pengawasan laut Indonesia

RI- China
Jakarta (ANTARA News) - Pemerintah China menawarkan pemberian bantuan radar kepada Indonesia untuk pengawasan dan pengamanan alur laut kepulauan Indonesia.

"Kami belum bicarakan apakah bantuan radar ini bentuknya hibah atau seperti apa. Masalah ini baru akan dibicarakan," kata Sekretaris Jenderal Kementerian Pertahanan (Kemhan) Marsekal Madya Eris Herryanto usai mendampingi Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro saat menerima kunjungan Anggota Komisi Militer Pusat dan Panglima Korp Artileri II (Strategic Missile Corps) CPLA Jenderal Jing Zhiyuan di Kantor Kemhan, Jakarta, Senin.

Menurut dia, pengamanan di wilayah alur laut kepulauan Indonesia memerlukan pengawasan ketat guna menghindari hal-hal yang tidak diinginkan.

Dalam kunjungannya Jenderal Jing Zhiyuan itu, kata dia, juga dibicarakan tentang pengiriman sejumlah penerbang pesawat tempur Indonesia (TNI Angkatan Udara) untuk melakukan latihan dengan simulator pesawat Sukhoi di China.

"China membuka diri untuk membantu kebutuhan Indonesia ini," katanya.

Menurut dia, China menyediakan tempat bagi prajurit TNI yang akan mengikuti latihan ini dengan kapasitas maksimal sepuluh orang.

Kerja sama ini dilakukan lantaran Indonesia belum memiliki simulator Sukhoi, namun Kemhan telah merencanakan pengadaan simulator Sukhoi untuk memudahkan latihan prajurit TNI yang akan menerbangkan pesawat tempur buatan Rusia itu.

"Rencana pengadaannya pada 2012 dan sudah masuk dalam `blue book`, tinggal pelaksanaannya," kata Eris. (S037/N002) 


ANTARA News

smoga Indonesia bisa mandiri dalam teknologi Radar
0

Northrop Grumman akan Bekerjasama dengan Perusahaan Mitra di Indonesia untuk Membuat Sistem Radar di Darat

Northrop Grumman AN/TPS-78
BALTIMORE, 23 April 2012 (ANTARA/PRNewswire-AsiaNet) -- Northrop Grumman Corporation (NYSE:NOC) menandatangani Nota Kesepahaman (Memorandum of Understanding) pada Seminar Radar Nasional Ke-6 di Bali, Indonesia dengan PT Industri Telekomunikasi Indonesia dan Pusat Penelitian Elektronika dan Telekomunikasi di Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia untuk memfasilitasi kerjasama mengenai peluang radar di darat yang tertunda di Indonesia.

Northrop Grumman AN/TPS-78 adalah generasi terbaru radar mutakhir yang diciptakan dengan kemajuan teknologi transistor berdaya tinggi serta dirancang untuk beroperasi di lingkungan yang sulit dan penuh hambatan. AN/TPS-78 jarak jauh S-Band, yang telah terbukti di lapangan, adalah pilihan Angkatan Laut Amerika dan pelanggan di seluruh dunia.

"Dengan perjanjian ini, Northrop Grumman akan membawa kepemimpinan terkemuka dalam radar di darat bersama dengan keahlian terpadu mitra bisnis kami di Indonesia dalam penelitian dan produksi elektronik serta pengetahuan akan kebutuhan unik pemerintah Indonesia," ungkap Robert Royer, Wakil Presiden Sistem Internasional Divisi Sistem Perlindungan Lahan dan Diri Northrop Grumman. "Tim kami ingin berpartisipasi dalam kompetisi radar di darat yang akan digelar di Indonesia dan dirancang untuk membantu Indonesia meningkatkan pengawasan udara dan mengamankan wilayah perbatasan."

Northrop Grumman adalah perusahaan keamanan global terkemuka yang memberikan sistem, produk dan solusi inovatif dalam kedirgantaraan, elektronika, sistem informasi dan layanan teknik bagi pemerintah dan pelanggan komersial di seluruh dunia. Silakan kunjungi http://www.northropgrumman.com untuk informasi lebih lanjut.
0

Radar Militer dan Sipil Diintegrasikan


Perusahaan swasta nasional dalam bidang elektronika dan sistem informasi PT Infoglobal dilibatkan dalam proyek integrasi radar militer dan sipil tersebut (photo : Infoglobal) 

JAKARTA, KOMPAS — Tentara Nasional Indonesia mengintegrasikan radar militer dan sipil di bandara-bandara untuk menjaga kedaulatan wilayah Indonesia. Hal ini dilakukan untuk mengurangi blank spot atau daerah yang tidak terpantau radar.

Kepala Staf TNI Angkatan Udara Marsekal Imam Sufaat mengatakan hal tersebut seusai Upacara Ulang Tahun Ke-66 TNI AU di Lanud Halim Perdanakusuma, Jakarta, Senin (9/4). Imam mengatakan, pihaknya tidak bisa mengungkapkan daerah yang belum terpantau radar di Indonesia. "Itu untuk alasan keamanan," katanya.

Imam menambahkan, pihaknya mengoptimalkan operasional radar untuk mengawasi ruang udara RI. Saat ini, TNI AU terus menambah Satuan Radar (Satrad) terutama di daerah-daerah terluar Indonesia.

Untuk menunjang operasional, kesiapan operasional (serviceable) pesawat dan helikopter TNI AU juga ditingkatkan. Imam optimistis, di tahun 2014, tingkat serviceable pesawat dan helikopter TNI AU mencapai 80 persen. Saat ini tingkat serviceable baru mencapai 50 persen. Beberapa tahun silam, kesiapan armada TNI AU sempat berada di kisaran 40 persen dari 200 armada yang ada.

Pengamat penerbangan Dudi Sudibyo mengatakan modernisasi pembelian pesawat dan helikopter baru tidak bisa ditawar-tawar bagi negara seluas Indonesia "Angkatan Udara mencakup 100 persen wilayah Indonesia. Mereka harus diberi peralatan modern, tetapi tentu saja pengadaan harus transparan dan kesejahteraan pilot serta prajurit ditingkatkan," ujar Dudi.

Imam mengatakan, hingga 2014 diperkirakan akan ada tarnbahan sejumlah pesawat baru.

Ada enam Sukhoi, pesawat latih jet tempur T-50 Golden Eagle, dan lima Super Tucano yang dipersiapkan untuk menggantikan OV-10 Bronco, dan sembilan CN 295, serta dua heli Super Puma dan enam heli Combat & SAR.

Selain itu juga ada empat radar peringatan dini dan Ground Control Interception (GCI), serta rudal pesawat udara.

"Kami sudah hitung cermat, pembelian Sukhoi memang sudah direncanakan sesuai dengan dasar operasi sebelumnya," kata Imam.

Terkait dengan datangnya banyak pesawat baru tersebut, Imam mengatakan, akan ada program percepatan pengadaan penerbang. Sekolah penerbang dinaikkan kapasitasnya dari 30 orang menjadi 40 orang per tahun. Selain itu, kuota untuk ikatan dinas ditambah 10 orang.

Dalam peringatan HUT TNI AU tersebut, dikerahkan 64 pesawat dan helikopter dalam pelbagai atraksi udara. Puluhan atase militer asing turut menyaksikan demonstrasi pesawat ternpur, latih, helikopter, dan Pasukan Khas TNI AU. (ONG/EDN)


KOMPAS.com
0

Radar sipil dan militer saling melengkapi

Jakarta (ANTARA News) - Menteri Pertahanan, Purnomo Yusgiantoro, menyatakan, komposisi dan sebaran radar di seluruh wilayah Indonesia akan diperlengkap. Untuk saat ini, radar sipil dan miiter bersifat saling melengkapi.

"Radar primernya dari militer kita dan radar sekundernya sipil, selama ini bekerja bersama dengan radar-radar TNI," katanya, di Jakarta, Selasa.

Dia menjadi pembicara kunci dalam seminar Air Power Club of Indonesia, di Klub Persada. Seminar bertemakan "Peran, Komando, dan Kendali Angkatan Udara dalam Perang Modern dan Inkonvensional", itu terkait dengan HUT ke-66 TNI-AU.

Hadir Kepala Staf TNI-AU, Marsekal TNI Imam Sufaat, dan segenap jajaran pimpinan matra udara TNI itu. Pula hadir sejumlah atase pertahanan negara sahabat dan kalangan sipil pemerhati gatra dirgantara nasional.

Lingkupan radar di seluruh Indonesia merupakan satu keharusan jika negara ini tidak ingin wilayah udaranya diganggu pihak luar.

Dari 33 lokasi penempatan radar dalam jajaran Komando Pertahanan Udara Nasional TNI, baru 20 lokasi yang dipasangi radar. Komando di dalam tubuh Markas Besar TNI itu sendiri terbagi dalam empat Komando Sektor Pertahanan Udara Nasional, mulai dari Medan, Jakarta, Makassar, dan Biak.

Direncanakan ke-33 radar itu akan beroperasi semuanya pada 2014 mengikuti postur pertahanan nasional dalam tataran kesiagaan minimum esensial. (*)


0

Lockheed Martin Gandeng PT CMI Teknologi

Rahardjo Pratjihno, CMI presiden, dan Chuck Turbe, Lockheed Martin Direktur Pengembangan Bisnis, menandatangani perjanjian bekerja sama dalam upacara penandatanganan di Singapore Airshow.


TRIBUNNEWS.COM, SINGAPURA - Lockheed Martin menandatangani perjanjian bekerja sama dengan teknologi perusahaan Indonesia PT CMI Teknologi untuk meningkatkan pengawasan wilayah udara, keamanan, dan manajemen atas kepulauan Indonesia dalam mendukung inisiatif pertahanan revitalisasi pemerintah s.

Upacara penandatanganan kerjasama pengembangan radar Lockheed Martin 'AN/TPS-77 dilakukan dalam ajang Singapore Air Show 2012 , kedua perusahaan sepakat untuk bersama-sama mengembangkan program Udara Nasional Surveilans Republik Indonesia (Nasri) dengan tujuan untuk menghasilkan lebih dari 40 baru TPS-77 dan FPS-117 jarak radar pengawasan di-negara.

Usai penandatangan yang dilansir Defense presiden Lockheed Martin untuk kawasan Asia Pasifik James Gribbon mengatakan, kerjasama antara PT CMI Teknologi dan Lockheed Martin merupakan mitra yang kuat dalam pembuatan sistim radar jangka di Indonesia.

"Dengan mengintegrasikan sensor baru dengan perintah dari Indonesia dan sistem kontrol, jaringan Nasri akan sangat meningkatkan kedaulatan udara dan pengawasan selama lebih dari 17.000 negara kepulauan, yang mencakup jarak lebih lebar dari Amerika Serikat."
Radar fps-117



Tribunnews
0

Serbuan dari Enam Penjuru

Jakarta, kota rapuh. Air saja cukup membuatnya tak berdaya. Ketika turun hujan seharian dibarengi kiriman air dari hulu dan gelombang pasang menyerbu pantai, lumpuh sudah ibu kota negeri ini.

Mengantisipasi ancaman itu, Jakarta dipasangi alat pemantau di beberapa penjuru.

Kelumpuhan kota yang berada di Teluk Jakarta akibat banjir dipengaruhi lima pola cuaca dalam skala regional dan lokal serta dua pola aliran air di daerah aliran sungai yang melewatinya.

Di musim hujan zona musim di Indonesia akan dipengaruhi pola angin monsun yang bergerak dari utara (Asia) ke selatan. Angin ini membawa banyak uap air. Pola monsun menimbulkan hujan pada malam hingga dini hari.

Selain monsun, wilayah Jakarta dipengaruhi cuaca lokal, yaitu siklus angin diurnal. Pada siklus ini, angin bergerak dari laut ke darat pada pagi hari.

Uap air hasil penguapan di laut tertiup angin sehingga terkumpul di pegunungan di selatan Jakarta. Masa awan akan kian memberat hingga bergerak turun dan menjadi hujan di Jakarta, sore hingga malam hari.

Dua pola cuaca ini membuat kota yang dialiri 13 sungai ini menampung banyak air hujan. Namun, itu masih ditambah dua anomali cuaca yang meningkatkan guyuran hujan.

Ancaman itu adalah serbuan massa udara masif dari Siberia Rusia terbawa angin ke barat Indonesia hingga meluruh di Samudra Hindia. Pergerakan kumpulan awan dari kawasan subtropis dan lintang tinggi ini disebut gelombang Rossby.

Gelombang udara ini bergerak dalam periode 10-15 hari. ”Polanya hampir mirip dengan Madden-Julian Oscillation (MJO), tetapi MJO berlangsung 50 harian,” ujar pakar meteorologi, Edvin Aldrian, yang juga Kepala Pusat Perubahan Iklim dan Kualitas Udara Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika.

Daerah yang dilewati gelombang Rossby, yaitu Guangzhou, China, dan Hongkong, akan mengalami penurunan tekanan udara drastis. Dalam satu minggu Rossby ini akan berdampak antara lain pada curah hujan yang tinggi di Jakarta, seperti kejadian tahun 2005 dan 2007.

Guyuran hujan lebat sehingga mengakibatkan banjir pada tahun 2007, menurut pengamat cuaca, Ardhi Adhari Arbain, dari Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) juga disebabkan oleh MJO.

Anomali cuaca ini digambarkan sebagai gelombang hujan yang bergeser ke arah timur mengelilingi Bumi. Karena wilayah Indonesia berada pada 95 derajat Bujur Timur hingga 141 derajat Bujur Timur, maka pengaruhnya akan dirasakan secara bergiliran selama seminggu, mulai dari Sumatera pada hari pertama hingga Papua pada hari ketujuh.

Berdasarkan Indeks MJO yang dikeluarkan National Oceanic and Atmospheric Administration (NOAA), kata Ardhi, hujan lebat disertai angin kencang akan muncul lagi sekitar akhir Januari hingga awal Februari.

Selain ancaman dari ”atas”, Jakarta berpotensi terkepung banjir jika mendapat ”kiriman” dari hulu DAS Ciliwung dan masuknya gelombang laut yang pasang, sebagai dampak MJO dan pasang laut, karena bulan purnama. Fenomena ini pernah terjadi pada tahun 2007.

Program Harimau

Memahami pola cuaca dan hidrometeorologi itu, BPPT bekerja sama dengan Jamstec Jepang membangun jejaring Hydrometeorological Array for Intraseasonal Variation Monsoon Automonitoring (Harimau), yang terdiri atas lima stasiun radar terpasang di beberapa lokasi di garis khatulistiwa Indonesia.

Hasil pengamatan dari jejaring radar ini akan digunakan untuk membuat model peramalan cuaca untuk kawasan khatulistiwa. ”Selama ini model prakiraan cuaca di Indonesia menggunakan model untuk kawasan subtropis, yang tidak sama dengan pola cuaca khatulistiwa, apalagi Indonesia yang begitu dinamis,” kata Ardhi, yang mendalami prediksi cuaca berbasis radar.

Sistem radar untuk memantau kondisi awan dan angin, dari jenis S, C, dan X-band, yang memiliki jangkauan berbeda. Radar S berdaya di bawah 4 gigahertz dan radar C hingga 8 GHz mampu memantau wilayah pada radius lebih dari 500 km.

Adapun radar X-band berdaya di atas 8 GhZ hanya memantau wilayah lebih sempit (sekitar 200 km). Namun, radar X-band dapat mendeteksi partikel lebih kecil dan membedakan antara awan dan debu atau obyek lain.

Khusus untuk memantau wilayah Jabodetabek, dipasang stasiun radar C-band di Serpong. Fadli Syamsudin, Manajer Laboratorium Teknologi Sistem Kebumian dan Mitigasi Bencana BPPT, yang juga koordinator program Harimau, menyatakan, pihaknya mulai menerapkan radar X-band yang mudah dibawa.

Radar X-band memiliki kelebihan lain, yaitu resolusinya lebih kecil, yaitu 50 meter. Radar jenis lama 200-500 meter. Dengan radar baru, ketepatan prediksi curah hujan bisa mencapai 90 persen.

Radar buatan Jerman itu diuji coba BPPT sejak Oktober tahun lalu di Bogor, juga digunakan untuk pelatihan. Radar setinggi 4 meter itu kini diuji coba oleh Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional di Bukittinggi, Sumatera Barat, untuk mengetahui karakteristik curah hujan Januari-Februari.

Menurut Ardhi, penggunaan radar bergerak ini dapat mengatasi kendala keterbatasan jumlah stasiun meteorologi, dan keterbatasan dana, karena harganya relatif lebih murah.


KOMPAS.com
0

Radar Pantai Menuju Komersial

Januari 2012, lisensi produksi massal radar pantai buatan Indonesia pertama sudah berumur satu tahun. Tantangan bagi PT Inti (Persero), yang menerima lisensi itu dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, makin besar untuk memasarkan inovasi teknologi deteksi pantai dan kelautan ini.

Radar pantai buatan sendiri ini sangat kompetitif, dibandingkan radar impor,” kata Kepala Bidang Telekomunikasi pada Pusat Penelitian Elektronika dan Telekomunikasi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (PPET LIPI) Mashury Wahab, Kamis (5/1), ketika dihubungi di Bandung, Jawa Barat.

Mashury memulai riset pengembangan radar pantai yang diberi nama Isra (Indonesian Sea Radar) sejak tahun 2006. Pada Januari 2011, LIPI memberikan lisensi untuk diproduksi massal oleh PT Inti.

Kepala LIPI Lukman Hakim, pada kegiatan LIPI Expo 2011 bulan November lalu di Jakarta, menyatakan, tidak mudah untuk meyakinkan penggunaan radar pantai produksi dalam negeri ini. Hingga saat itu, belum ada pembelian radar pantai tersebut.

Mashury mengatakan, prototipe radar Isra dibuat sebanyak tiga buah. Dua radar didirikan secara permanen di Pantai Anyer dan Merak. Tujuannya untuk memantau pergerakan dan arus kapal di Selat Sunda.

”Satu prototipe lain dibuat transportable di atas truk. Radar ini bisa dipindah-pindahkan,” kata Mashury.

Mobil Radar Pantai (Foto audryliahepburn)

Penempatan radar pada ketinggian tertentu sangat menentukan jangkauan pemantauan. Pada ketinggian 100 meter di atas permukaan laut, radar Isra bisa untuk memantau wilayah dengan radius 33 kilometer.

Maksimum jangkauan pemantauan radar Isra diperkirakan mencapai 64 kilometer dengan penempatan pada ketinggian sekitar 200 meter. Untuk menyiasati pembuatan menara tinggi yang mahal, penempatan radar dapat dilakukan di puncak-puncak bukit di tepi pantai.

Penyelundupan

Mashury mengatakan, radar pantai sebetulnya banyak dibutuhkan di sejumlah wilayah perairan Indonesia. Radar ini banyak diperlukan untuk mendeteksi penyelundupan atau transaksi ilegal yang merugikan negara.

”Dengan radar ini dapat dipantau transaksi ilegal di atas kapal yang berusaha menghindari proses pajak,” kata Mashury.

Pendeteksian transaksi ilegal di kapal melalui radar dapat ditengarai, misalnya dari pemantauan kapal yang berimpitan. Dua kapal berimpitan yang terpantau di radar dapat diduga melakukan alih muat barang secara ilegal.

”Transaksi ilegal seperti ini banyak terjadi untuk komoditas perikanan hasil tangkapan nelayan kecil,” kata Mashury.

Kapal besar penangkap ikan dapat membeli secara langsung ikan-ikan hasil tangkapan kapal nelayan di atas laut. Dikhawatirkan, transaksi ilegal ini melibatkan kapal-kapal besar milik asing yang sengaja membeli ikan hasil tangkapan nelayan Indonesia secara ilegal.

”Wilayah transaksi perikanan secara ilegal itu mungkin bisa dilakukan di sekitar perbatasan sehingga tidak melanggar hukum. Tetapi, transaksi di atas kapal seperti itu merugikan negara dan selama ini masih sulit dipantau,” kata Mashury.

Menurut Kepala LIPI Lukman Hakim, untuk seluruh wilayah perairan Indonesia, diperkirakan butuh 600 radar pantai. Potensi ini sekaligus menjadi peluang pemasaran radar Isra buatan LIPI. Namun, sejauh ini masih ada kendala persaingan dengan produk impor.

”Para pengusaha yang mendatangkan radar pantai produk impor sekarang juga berupaya supaya produk yang mereka jual bisa kompetitif,” kata Lukman.

Keunggulan

Mashury menjelaskan, radar Isra menggunakan metode frekuensi terus-menerus untuk memancarkan sinyal pemantauan, atau dikenal sebagai Frequency-Modulated Continuous Wave (FMCW). Daya pancar radar Isra rendah, yaitu 1 watt.

”Pengoperasian radar dengan daya pancar rendah ini tidak mengganggu sistem operasional radar lain,” kata Mashury.

Sistem operasional radar lain yang dimaksud misalnya milik otoritas pelabuhan atau kesatuan militer. Keunggulan dengan daya pancar yang rendah memungkinkan pengoperasiannya tidak terdeteksi oleh radar scanner (pendeteksi keberadaan radar).

Keunggulan tersebut menguntungkan untuk berbagai aktivitas atau pengusutan kasus ilegal. Keberadaan radar yang tidak terdeteksi dapat lebih optimal mengungkap berbagai pelanggaran.

Frekuensi kerja radar Isra pada pita X-Band 9,4 gigahertz (GHz) dengan dua antena pemancar dan penerima yang bekerja bersamaan. Untuk meningkatkan jangkauan, selain mengatur peningkatan ketinggian penempatan radar, juga dapat dilakukan dengan peningkatan daya pancar sampai 10 watt.

Radar Isra juga memiliki kemampuan Doppler, yaitu kemampuan untuk mendeteksi benda bergerak, seperti kapal-kapal yang melintasi area perbatasan secara lebih akurat.

Ada pula sistem penelusuran target (target tracking) sesuai Automatic Radar Plotting Aids (ARPA) yang ditetapkan Organisasi Maritim Internasional (IMO). Hasil pemantauannya dapat diintegrasikan ke dalam jaringan radar untuk memperluas area pemantauan.

”Saya tidak kompeten untuk menyebutkan harga komersial radar Isra. Yang jelas, kemampuannya sama dengan produk impor dan harganya sangat kompetitif,” kata Mashury.

Lebih penting lagi, sudah saatnya pemerintah dan masyarakat meningkatkan penggunaan produk dalam negeri. (Kompas, 6 Januari 2012/ humasristek)


ristek.go.id
0

Kasau: TNI AU targetkan pasang 32 radar

Kepala Staf TNI Angkatan Udara (AU) Marsekal TNI Imam Sufaat. (FOTO.ANTARA)

Solo (ANTARA News) - Kepala Staf Angkatan Udara Marsekal TNI Imam Sufaat mengatakan TNI AU menargetkan program pemasangan instalasi radar di seluruh wilayah Indonesia, hingga 2024 sebanyak 32 unit.

"Radar yang berfungsi untuk pengawasan wilayah udara itu, kita sudah mulai `instal` empat unit di Indonesia Timur, dan diharapkan bulan Februari 2012 dapat dioperasikan," kata Kasau usai melantik 97 perwira Setukpa di Pangkalan Udara Adi Soemarmo, Solo, Jateng, Rabu.

Konsep penggelaran radar yang mengcover seluruh nusantara (image : Tandef)

Menurut dia, jenis radar buatan Prancis dan Inggris, sehingga membutuhkan anggaran cukup besar. Radar itu, cukup canggih karena juga dapat untuk mengarahkan pesawat terbang menuju sasaran.

Kasau menjelaskan, empat radar tersebut ditempatkan di Indonesia bagian timur seperti di Kupang, Saumlaki, Merauke, dan Biak.

Namun, radar di Timika alatnya sudah datang dan kini sedang diinstal, sehingga untuk wilayah Indonesia Timur bisa diawasi setiap saat.

"Kita terakhir pemasangan radar di Timika, dan ke depan kita programkan empat radar akan dipasang Jayapura, Singkawang Pontianak, Poso, Tabulang," paparnya.

Menurut Kasau, program untuk pemasangan alar tersebut bagi TNI AU hingga 2024 sebanyak 32 unit radar diharapkan dapat terpasang.

"Kami kini baru memiliki 18 unit radar yang tersebar di wilayah Indonesia," ujar Kasau.

Program radar target sebanyak 32 unit tersebut minimal, karena Negara Indonesia sangat luas dan jika ingin diawasi seluruhnya diperlukan alat lebih banyak.

Sehingga, kata Kasau, setiap benda masuk di ruang angkasa wilayah Indonesia bisa terdeteksi, tetapi dengan diperlukan banyak radar memerlukan anggaran sangat besar.

Program pemerintah untuk TNI AU karena anggaran terbatas, sehingga pemasangan dilakukan minimal. "Bila da pesawat asing yang masuk di wilayah Indonesia dapat dimonitor, kalau perlu kita ditegur dan ambil tindakan," ujarnya.

"Hal itu, untuk menjaga kedaulatan dan kehormatan Bangsa kita. Kalau mereka masuk niatnya baik tidak masalah. Namun, jika niatnya jahat kita kecolongan dan harga diri bangsa tercoreng," katanya.

Kasau mencontohkan beberapa pesawat komersil dari negara lain yang masuk wilayah kita tanpa izin bisa dimonitor dan diperingatkan. Hal itu sesuai aturan tidak diperbolehkan dan mereka juga bisa memahaminya.(U.B018/C004)



Antaranews
0

Tender Radar Bandara

TRIBUNNNEWS.COM JAKARTA - Pemerintah segera melakukan tender pengadaan radar bandara untuk memperbarui radar yang ada saat ini. Investasi radar baru diperkirakan memakan daana Rp 700 miliar.

Radar yang terdiri dari perangkat sistem jaringan pengatur lalu lintas udara Jakarta Automated Air Traffic Control System (JAATS) akan dipasang di Bandara Soekarno-Hatta dan fungsinya menggantikan JAATS lama yang masih beroperasi.

Menteri Perhubungan, EE Mangindaan mengatakan, JAATS yang sekarang ini digunakan bandara paling sibuk di Indonesia itu usianya sudah cukup tua atau 15 tahun.

Padahal, Berdasarkan ketentuan International Civil Air Organization (ICAO), perangkat sistem Air Traffic Control (ATC) hanya bisa dioperasikan maksimal 10-15 tahun.

"Karenanya saya minta agar dilakukan penggantian perangkat radar segera dilakukan karena perangkat itu penting untuk keselamatan, kelancaran dan kenyamanan penerbangan," kata Mangindaan di Jakarta, Rabu (9/11/201).

Dengan JAATS baru, jelasnya, jangkauan radar akan semakin luas yaitu hingga di Papua, Australia dan Pulau Natuna. Padahal Indonesia masih memiliki radar di timur Indonesia yang di pasang di bandara Hasanuddin, Makassar.

Deputi Senior Manager PT Angkasa Pura II cabang Bandara Soekarno Hatta Cengkareng, Mulya Abdi mengatakan, sebenarnya sistem radar di wilayah barat telah dilakukan berlapis-lapis.

Selain JAATS, diback up dengan Jakarta Automatic Aircraft Control System (JASS), Emergency Jakarta Air Traffic System (e-JATS) dan sistem manual.

"Jadi sebenarnya untuk sistem radar di barat Indonesia sudah prima. Kami juga terus melakukan pembaruan dan modernisasi," jelasnya.

Saat melihat perangkat ATC yang dioperasikan Angkasa Pura (AP) II tersebut, Menhub langsung meminta agar perangkatnya segera diganti. Perangkat cadangan baru ini nantinya akan langsung menggantikan posisi perangkat JAATS yang ada sekarang.

Menurut Menhub, selama pengadaan JAATS yang baru untuk pengganti yang ada saat ini belum selesai, AP II sudah harus menyiapkan perangkat untuk back up atau cadangan. Perangkat cadangan JAATS ini harus sudah siap operasi paling lambat Desember tahun ini atau Januari 2012.

Penyiapan perangkat jaringan sistem radar yang baru itu, kata Mangindaan, harus diikuti dengan kesiapan sumber daya manusia (SDM). Khusus di Bandara Soekarno-Hatta ini, masih dibutuhkan 100 personil ATC untuk menambah pelayanan.

Bagi Menhub posisi tenaga ATC itu sangat penting, dengan demikian AP-2 diminta agar memperhatikan kesejahteraanya. Tenaga ATC ini memiliki tanggung jawab pekerjaan yang tinggi dengan konsentrasi penuh demi keselamatan penerbangan.

"Kesejahteraan kepada tenaga ATC itu sangat perlu agar mereka benar-benar bisa kerja tanpa harus memikirkan masalah keuangan. Mereka ini beda, karena itu saya minta ini diperhatikan," kata Menhub.

Hasil peninjauan di lapangan, Menhub menyimpulkan, program yang sedang dijalankan AP II dan Dirjen Perhubungan Udara Kemenhub tentang pembangunan gedung dan jaringan radar baru di Soekarno-Hatta nantinya akan jauh lebih baik. "Jangkauannya tentu lebih luas dari yang ada saat ini," kata Menhub.


Tribunnews

0

PENEMU RADAR MINI HADIR DI AAU

Akademi Angkatan Udara (AAU) mendapat kehormatan dapat menghadirkan Josaphat Tetuko Sri Sumantyo Ph.D., Penemu Radar Satelit Pengamatan Permukaan Bumi & Pemilik Paten di 118 Negara untuk memberikan ceramahnya ke sejumlah dosen AAU tentang teknologi temuannya yang berbasis microwave remote sensing dan mobile satellite communications di VIP room II Mako AAU, Yogyakarta, Kamis (20/10).

Josaphat Tetuko Sri Sumantyo telah melahirkan sejumlah antena tipis mikrostrip untuk keperluan mobile satellite communications masa depan yang telah diuji dengan menggunakan Japan Engineering Test Satellite (ETS-VIII). Karya terbaru peraih Ph.D dari Center for Environmental Remote Sensing, Graduate School of Science and Technology, Chiba University, Jepang (1999-2002) ini, adalah circularly polarized synthetic aperture radar (CP-SAR) sensor yang dapat mengatasi kelemahan-kelemahan sensor observasi bumi atau penginderaan jarak jauh pendahulunya. Selain itu, sensor ini mampu menembus awan, kabut, asap, bahkan kelebatan hutan, serta tidak terganggu oleh pengaruh Faraday rotation di lapisan ionosfer dan perubahan posisi platform satellite. yang bisa dipasang pada pesawat tanpa awak bernama Josaphat Experimental Aircraft JX-1 dan microsatellite untuk monitoring permukaan bumi di masa depan.

AAU yang saat ini sedang merintis satelit dirgantara dan giat melakukan pelibatan dalam uji coba roket sangat berharap kedatangan professor kelahiran Bandung ini, dapat bersinergi bahkan berkolaborasi dalam mengembangkan satelit, roket dan radar mini di samping pengembangkan SDM bidang hi-tech dengan mendidik langsung para dosen AAU seperti yang ia lakukan pada mahasiswa program S-1 hingga S-3 yang berasal dari banyak negara, antara lain Prancis, Korea, Cina, Iran, Mongol, Kenya, Bangladesh, Yordan dan Mesir.

Didepan Wakil Gubernur Marsekal Pertama TNI Sugihardjo dan para dosen AAU tersebut, pria yang di daulat menjadi visiting professor, adjunct professor dan head division di Universitas Indonesia, Institut Teknologi Bandung, Universitas Padjajaran, Universitas Hasanuddin dan Universitas Gadjah Mada ini mengatakan. ia diberi kepercayaan mendirikan Josaphat Microwave Remote Sensing Laboratory untuk pengembangan sensor-sensor penginderaan jarak jauh bagi dunia, yang mendapat dukungan dari pemerintah dan sejumlah perusahaan Jepang yang diharapkan dapat diikuti dan dikembangkan lagi oleh mahasiswa mahasiswa Indonesia dan scientist AAU dalam bidang teknologi pengideraan.

Setelah memberi ceramah ilmiah penyandang B.Eng (S-1) dan M.Eng (S-2) dalam bidang rekayasa komputer dan kelistrikan dari Universitas Kanazawa, Jepang (1995 dan 1997) ini, akan mengadakan peninjauan alut sista baik di AAU dan Lanud Adi Sutjipto, serta diupayakan penjajakan yang lebih rinci. Jelas Kol Sus Soepomo, S.IP, MSc.


tni-au

0

Pengembangan INDOMI dengan Radar Terbesar


SHUTTERSTOCK
-Ilustrasi.

KOMPAS.com - LAPAN saat ini tengah menggiatkan pengembangan INDOMI (Indonesia Monsoon Index). Pengembangan dilakukan dengan Radar Atmosfer Khatulistiwa (RAK), radar terbesar dan terlengkap di khatulistiwa setelah MST (Mesosphere Stratosphere Thermospeher) Radar yang ada di India dan Peru.

Dr Eddy Hermawan, peneliti radar dari LAPAN mengatakan, bahwa INDOMI sudah dikembangkan sejak 2 tahun lalu dan masih berlangsung sampai sekarang. Tujuan pengembangan ini adalah melengkapi pemahaman tentang Monsoon yang berdampak pada iklim Indonesia dan global.

"Selama ini orang memahami Monsoon itu curah hujan, padahal sebenarnya berkaitan dengan angin. Lalu juga selama Monsoon itu dipahami di lapisan bawah atmosfer, padahal di lapisan atas," kata Eddy saat ditemui di gedung BPPT Jakarta, kemarin (22/9/20111).

Menurut Eddy, pemahaman mendasar tentang Monsoon tersebut harus diketahui masyarakat. Dengan demikian, RAK tidak hanya menghasilkan penemuan yang langsung bisa diaplikasikan tetapi lebih pada penguatan kapasitas.

Meski demikian, dengan pengembangan INDOMI, beberapa aplikasi praktis sudah terbayangkan. Misalnya memahami fenomena musim basah panjang dan kemarau panjang yang dalam konteks Indonesia berkaitan erat dengan angin barat dan angin timur.

"RAK bisa melihat pola angin secara 3D. Jadi, pergerakan angin bisa diketahui, lokasinya dimana dan waktunya kapan. Dengan adanya indeks Monsoon ini nanti kita bisa mengetahui kapan terjadinya musim basah panjang dan kemarau panjang," jelas Eddy.

10 Tahun Beroperasi RAK adalah radar terbesar di Indonesia yang ditempatkan di Kotatabang. Radar ini punya kelebihan sebab memiliki antena putar, didesain untuk mencitrakan secara 3D dan bisa memetakan fenomena elektromagnetik pada jarak hingga 100 km.

Radar ini adalah hasil kerjasma LAPAN dengan Research Institute for Sustainable Humanosphere (RISH) di Universitas Kyoto, Jepang. Hingga saat ini, RAK telah beroperasi selama 10 tahun.

Peringatan 10 tahun beroperasinya radar ini digelar kemarin di gedung BPPT Jakarta. Setelah 10 tahun beroperasi, beberapa hasil telah didapatkan.

"Dinamika atmosfer di ekuator dan prosesnya semakin banyak yang terkuak. Misalnya tentang plasma bubble, bagaimana naik ke atas," kata Mamoru Yamamoto, professor dari RISH.

Yamamoto menambahkan bahwa beberapa fenomena berhasil ditangkap RAK. "Contohnya, sebelum tsunami Aceh pada 26 Desember 2006, RAK menangkap dinamika atmosfer yang berbeda, meski masih perlu diteliti apakah hal tersebut betul-betul berkaitan dengan tsunami," tambah Yamamoto.

Saat ini, tengah ada proposal kerjasama RISH dan LAPAN lagi untuk menambah radar guna memahami lebih lanjut dinamika atmosfer. Radar tambahan itu 10x lebih sensitif dari RAK. Perwujudan proposal ini akan membantu memperluas pemahaman tentang dinamika atmosfer khatulistiwa.


KOMPAS
0

Radar LIPI Siap Diproduksi Massal

TEMPO Interaktif, Jakarta - Teknologi radar buatan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) dinyatakan siap untuk diproduksi massal. Uji coba yang dilakukan menunjukkan radar yang sulit disusupi musuh ini memiliki kemampuan yang sama dengan buatan luar negeri.

Menurut Kepala Peneliti Radar LIPI, Masyuri Wahab, pengujian perangkat bernama Indonesia Sea Radar (ISRA) telah dilakukan sejak tahun 2010 di kawasan Selat Sunda. Pada pengujian tersebut, tiga unit radar dipasang di tempat terpisah untuk memantau lalu lintas laut. "Hasilnya cukup baik," ujar Masyuri saat ditemui Tempo, Kamis (21/4).

Meski telah bekerja baik, LIPI masih terus mengembangkan kemampuan radar ini dengan melakukan beberapa penyempurnaan. Perangkat lunak ISRA akan dimodifikasi, sehingga mampu menampilkan data secara lebih efisien. Sementara dari segi perangkat keras, radar compact ini telah menunjukkan penampilan terbaiknya.

ISRA dikembangkan Pusat Penelitian Elektronika dan Telekomunikasi LIPI sejak tahun 2006. Pengembangan radar dimasukkan sebagai salah satu penelitian unggulan LIPI yang diharapkan bisa membantu sistem pertahanan nasional. Radar buatan dalam negeri ini dapat digunakan untuk memantau lalu lintas laut dan mengawasi garis pantai dan perbatasan laut.

Pengembang merancang ISRA sebagai alat yang compact. Seluruh peralatan elektronik radar dimuat ke dalam antena kecil berukuran 160x60x50 sentimeter. Pengendalian radar dilakukan menggunakan komputer pribadi dibantu perangkat lunak pengolah sinyal yang dikembangkan secara khusus. "Rancangannya ringkas, berbeda dibandingkan radar buatan luar negeri," kata Masyuri.

Saat beroperasi, ISRA berputar 40 kali dalam satu menit ke segala arah dengan daya pancar rendah sebesar 1 watt. Jangkauan maksimal perangkat ini mencapai 64 kilometer. Namun, radar ini bekerja optimal pada jarak 22 kilometer saat ditinggikan pada menara 40 meter. Radar sendiri mampu mengenali objek berukuran 6 meter yang berada pada jarak 3 kilometer.

Keunggulan lainnya, ISRA termasuk sebagai "quiet radar" sehingga sulit disusupi musuh. Radar ini juga sulit dideteksi oleh pemindai dan tak mengganggu sistem radar lain. Kemampuan doppler yang ditanamkan pada perangkat bisa digunakan untuk mengukur arah gerak kapal laut.

Selama 5 tahun penelitian, Masyuri telah menghabiskan dana sebesar Rp 4 miliar. Pada tahun keenam, LIPI menyatakan siap memasarkan produk yang seluruh bagiannya dirancang dan dirakit di Indonesia. Dengan keunggulan rancangan dan daya jangkau yang lebih baik dibandingkan produk buatan luar negeri, ia berharap militer dan Kementerian Perhubungan melirik ISRA. "Harganya mampu bersaing dengan buatan luar negeri," kata Masyuri.

Saat ini LIPI telah menandatangani perjanjian kerja sama dengan PT INTI yang akan memproduksi massal radar ini. Pembelian unit radar oleh pemerintah, kata Masyuri, merupakan bentuk apresiasi terhadap jerih bangsa sendiri. Selain itu, keuntungan yang didapatkan dari penjualan radar akan dimanfaatkan untuk mendorong pengembangan peralatan radar yang lebih canggih, sehingga bisa saja diekspor ke luar negeri.

Sebelumnya, Menteri Negara Riset dan Teknologi Suharna Surapranata mengungkapkan kebutuhan radar pantai mencapai 800 unit. Selama ini Indonesia terus bergantung pada teknologi radar luar negeri. Padahal peneliti Indonesia mampu membuat radar.[ANTON WILLIAM]


TEMPOInteraktif
0

Prototipe baru radar pantai ditargetkan selesai 2014

JAKARTA: Prototipe baru radar pantai buatan dalam negeri untuk kepentingan pengawasan transportasi laut dan udara serta kepentingan pertahanan nasional ditargetkan selesai pada 2014.

“Sekarang sudah banyak riset-riset itu. Riset teknologi radar yang kuat akan menghasilkan inovasi radar yang bagus, dan pada 2014 harus sudah ada prototipe terbaiknya,” kata Menristek Suharna Surapranata di sela Seminar Radar Nasional (SRN) V 2011 yang bertemakan “Sinergi Kemampuan Bangsa untuk Kemandirian” di Jakarta, Kamis.

Dia mengatakan, sesuai arahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono industri pertahanan nasional harus direvitalisasi, dengan demikian perlu disinergikan dengan riset-riset di dalam negeri sehingga di masa depan Indonesia akan lebih mandiri.

Anggaran Kementerian Ristek, diakuinya sangat kecil, tahun ini anggaran ristek untuk riset pertahanan hanya Rp15-20 miliar, karena itu diperlukan kerja sama dengan lembaga lainnya, seperti dari swasta dan universitas.

Sementara itu, Staf Ahli Menteri Riset dan Teknologi Hari Purwanto di tempat sama mengatakan, Indonesia yang merupakan negara kepulauan dan memiliki pesisir yang sangat panjang membutuhkan minimal 800 radar pantai.

Kebutuhan sebanyak itu, lanjut dia, harus dipenuhi oleh hasil-hasil riset dari dalam negeri dan diproduksi sendiri oleh industri yang ada di tanah air seperti PT Inti, PT LEN, PT Pindad dan lain-lain.

“Karena itu, prototipe yang dihasilkan oleh para ilmuwan di bidang radar harus bisa dimanfaatkan oleh sektor pertahanan maupun transportasi dan berorientasi pada industri,” katanya.

Sementara itu, Kepala Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Prof Dr Lukman Hakim mengatakan, melihat kebutuhan akan radar yang sangat besar, Indonesia jangan hanya menjadi pasar bagi produk-produk dari luar negeri.

“Kita harus berperan di negeri sendiri dengan meningkatkan kemandirian dalam pembuatan produk-produk yang mempunyai nilai tambah besar seperti radar,” katanya.

LIPI, urainya, sudah berinisiatif meneliti soal radar ini sejak 1988 dan telah menghasilkan prototipe radar ISRA (Indonesian Surveillance Radar) yang telah dikomersialisasikan melalui kerja sama dengan PT Inti dan dimanfaatkan di Selat Sunda.

Sedangkan Staf Ahli Menhan bidang Teknologi dan Industri Dr Timbul Siahaan mengatakan, Kementerian Pertahanan harus mulai memanfaatkan kapasitas industri yang ada di dalam negeri untuk memenuhi segala kebutuhan di bidang pertahanan nasional.

Sampai dengan 2025, ujar dia, diharapkan 32 radar di seluruh Indonesia bisa dipenuhi dengan penambahan 15 satuan radar baru.

Dalam SRN V ini dipresentasikan 43 makalah oleh para peneliti di bidang radar.(hh)


Bisnis Jabar
0

Pertahanan Radar Indonesia Masih Bolong

TEMPO Interaktif, Jakarta - Indonesia belum memiliki fasilitas pertahanan udara yang baik. Beberapa wilayah udara Indonesia belum bisa dijangkau teknologi radar.

"Sebagian daerah belum ter-cover radar," kata Staf Khusus Kementerian Pertahanan, Timbul Siahaan, pada acara seminar radar nasional di Gedung Bidakara, Jakarta, Kamis (21/4).

Menurut Timbul, Indonesia masih memerlukan setidaknya 15 satuan radar untuk menutup kebolongan pada pertahanan udara. Selain itu beberapa radar lama juga mengalami kerusakan teknis, sehingga harus diperbaiki dan diperbarui. Dalam rencana jangka panjang militer, pada 2024 Indonesia sudah bisa mengoperasikan 32 radar udara.

Masalah utama masih bolong-bolongnya radar di beberapa daerah, menurut Timbul, lantaran belum ada perguruan tinggi yang memberikan konsentrasi khusus tentang penelitian teknologi radar. Ini berbeda dengan negara lain yang membuka jurusan khusus mempelajari teknologi penjejakan tersebut. "Di Indonesia hanya ada skripsi, tesis, atau disertasi yang mengarah pada teknologi radar, tapi tak ada jurusannya," kata dia.

Menurut L.P. Ligthart, peneliti radar dari Universitas Teknik Delft, Belanda, dibutuhkan sekitar 3.000 insinyur khusus untuk mengembangkan teknologi radar di negaranya. Setiap tahun, diperlukan 300 tenaga ahli baru untuk memenuhi kebutuhan industri. Dengan tingkat kecanggihan yang dibutuhkan pada pengembangan radar, ia yakin banyak mahasiswa Indonesia yang ingin mengembangkan teknologi ini. "Di Indonesia banyak yang tertarik belajar teknologi tinggi," katanya.

Kementerian Negara Riset dan Teknologi (Kemenristek) mengungkapkan kebolongan lainnya. Menurut Staf Ahli Menteri Negara Riset dan Teknologi Bidang Pertahanan dan Keamanan, Hari Purwanto, kebutuhan radar pantai Indonesia sebanyak 800 unit. Radar laut selain mampu memantau pergerakan keluar-masuk kapal di pelabuhan juga bisa digunakan untuk menjaga perbatasan laut.

Hari berharap pemenuhan kebutuhan teknologi radar bisa dipenuhi peneliti Indonesia. Prototipe yang telah dikembangkan oleh Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) seharusnya bisa dimanfaatkan oleh militer ataupun Kementerian Perhubungan. Radar buatan peneliti Indonesia ini telah teruji kemampuannya setelah diujicobakan di sekitar Selat Sunda beberapa waktu terakhir.

Karena itu, seharusnya ada dukungan terhadap teknologi radar buatan nasional, sehingga kemandirian pembangunan pertahanan nasional bisa dilakukan. "Bisa saja pengadaan radar atas penunjukan langsung Panglima TNI atau Kepala Polri," ujar Hari lagi.[ANTON WILLIAM]


TEMPOInteraktif
0

Menristek Ajak Swasta Kembangkan Radar

Suharna Surapranata

JAKARTA, KOMPAS.com - Berkaitan dengan kebutuhan teknologi pertahanan, radar adalah salah satu yang dibutuhkan. Saat ini, masih banyak wilayah Indonesia yang belum terjangkau oleh radar. Dengan demikian, permintaan radar kini masih tinggi.

Untuk mencukupi kebutuhan itu, Menristek Suharna Surapranata mengajak TNI, LIPI, Ristek, ITB dan UI untuk membangun sinergi. Diharapkan, industri seperti PT LEN Industri dan PT INTI juga ikut berperan.

Sinergi diharapkan mampu meningkatkan kapasitas nasional di bidang penelitian dan pengembangan iptek radar sebagai sebuah model strategi nasional berbasiskan konsorsium riset. Suharna juga mengajak pihak swasta untuk ikut berperan.

"Kita harus paham bahwa urusan pertahanan ini bukan cuma domain pemerintah. Di negara maju, lebih dari 80 persen kebutuhan dipenuhi oleh swasta," katanya. "Swasta yang tadinya hanya trader, kita harapkan juga ikut meneliti," lanjut Suharna usai Seminar Radar Nasional V di Jakarta, Kamis (21/4/2011).

Menurut Suharna, Indonesia saat ini masih ada pada paradigma dimana segala hal disuplai pemerintah. Suharna mengatakan bahwa pemerintah secara serius mendukung pengembangan industri pertahanan seperti radar. Anggaran sebesar Rp 10 triliun disediakan dan didistribusikan ke berbagai lembaga.

"Sekarang tinggal sinerginya. Dana Rp 10 triliun itu sudah cukup besar. Misalnya nanti Ristek punya berapa, lalu LIPI punya berapa, tinggal bekerjasama. Ristek sendiri menyediakan 8-20 milyar tahun ini untuk mendukungnya," kata Suharna.



KOMPAS
0

Teknologi Murah Pemantau Kapal

Ilustrasi teknologi AIS

KOMPAS.com - Pameran Indo Defense 2010 diadakan mulai 10 - 13 November 2010 di Jakarta International Expo, Kemayoran. Salah satu peserta lokal yang memamerkan produknya adalah PT Imani Prima yang memamerkan program pemantau kapal bernama Aissat Prime.

Program pemantau kapal itu digunakan untuk memantau keberadaan kapal di suatu wilayah. "Dengan program ini, kita bisa memantau dimana kapal berada, nama kapal, nomor seri kapal, bendera negara kapal serta kecepatan kapal tersebut. Jadi bisa dikatakan program ini lebih bisa memantau lebih detail dari radar," kata Firdaus Adinugraha, staf Imani Prima.

Aissat Prime terdiri dari tiga jenis produk, yaitu port prime, sat prime, and M2 Prime. Port prime digunakan untuk melayani kebutuhan data dasar dan gratis, sat prime melayani kebutuhan data yang lebih detail dan berbayar sementara m2 time digunakan untuk melayani kebutuhan data khusus permintaan.

"Teknologi ini sebenarnya merupakan pemanfaatan dari teknologi AIS atau Automatic Identification System yang dimiliki oleh setiap kapal," ungkap Firdaus. Teknologi tersebut memungkinkan setiap kapal untuk mengirimkan data-datanya ke kapal lain dan ke satelit untuk mengirimkan data keberadaannya.

Dengan teknologi Aissat Prime, data-data tersebut diolah dan ditampilkan pada konsumennya dengan lebih komunikatif. "Data-data kiriman itu kan menggunakan bahasa program. Nah, dengan teknologi ini data tersebut dibuat agar lebih komunikatif," ungkap firdaus.

Saat ini, teknologi Aissat Prime yang sudah diaplikasikan secara luas adalah Port Prime. Data data yang diolah oleh teknologi tersebut telah dimanfaatkan oleh Badan Koordinasi Keamanan Laut Indonesia dan bahkan digunakan Cina untuk mendeteksi pembajakan salah satu kapalnya.

Pengaplikasian teknoloigi Port Prime ini dimulai dengan instalasi antena dan pengirim data di pelabuhan. "Antenanya sendiri relatif murah, bisa dibeli di Glodok bahkan. Sementara, proses pengiriman datanya ke server yang ada di Jakarta dilakukan dengan teknologi yang ada di daerah. Kalau misalnya adanya GPRS, ya itu yang kita pakai," jelas Firdaus.

Hingga saat ini, instalasi teknologi pendukung Port Prime telah tersedia di beberapa daerah di Indonesia dan luar negeri. "Ada 12 wilayah di Indonesia dan di luar negeri ada di Yunani, Cina, dan Singapura," ujar Firdaus. Titik pemantauan di timur Inbdonesia telah ada di Bali dan Sulawesi.

Firdaus mengatakan, teknologi yang relatif murah ini sebenarnya dapat berguna besar. "Misalnya kita ingin mendeteksi kecelakaan kapal, kita juga bisa menggunakan teknologi ini, asal kapal tersebut punya teknologi AIS. Saat ini teknologi AIS sudah diwajibkan di semua kapal, " kata Firdaus. Menurutnya, Cina pun bahkab pernah menggunakan teknologi ini untuk mendeteksi kapal lautnya yang dibajak, dan berhasil.

Saat ini, ia ingin mengembangkan produk Port Prime nya hingga ke Jayapura. Sementara, versi lainnya seperti M2 Prime dan Sat Prime juga masih dikembangkan. Untuk Sat Prime, ia bekerjasama dengan Orbcomm Internasional untuk penyediaan data dari satelit. Hingga saat ini, ia masihb berusaha menawarkan produknya agar bisa digunakan TNI AL


KOMPAS

0

LIPI Pamerkan Radar Buatan Indonesia

AMBON | SURYA Online - Balai Konservasi Biota Laut LIPI Ambon akan memamerkan radar buatan Indonesia dalam acara Maluku Expo, 31 Juli-5 Agustus, di Lapangan Merdeka, yang diadakan sebagai bagian pelayaran internasional Sail Banda.

“Karena Maluku adalah daerah kepulauan, maka kebutuhan akan sarana komunikasi sangatlah penting. Untuk itu, kami akan memamerkan contoh radar yang dibuat LIPI dan bisa digunakan untuk sistem navigasi maupun komunikasi,” kata Kepala LIPI Ambon, Augy Syahailatua, Senin (26/7/2010).

Menurut dia, selama ini radar yang digunakan di Indonesia merupakan barang impor. Untuk itu, LIPI mencoba membuat satu terobosan yang akan diperkenalkan di Maluku. “Radar buatan LIPI merupakan yang pertama dibuat Indonesia dan dapat dibeli dengan harga yang lebih terjangkau,” katanya.

Selain memamerkan radar buatannya, LIPI juga akan menampilkan hasil penelitiannya dan berbagai mesin teknologi tepat guna untuk mengolah bahan makanan menjadi produk bernilai ekonomis.

“Kami akan menampilkan berbagai cara pengolahan makanan, seperti abon, kerupuk ikan, dendeng, dan lain-lain, dengan metode yang lebih baik dan hemat yang sebelumnya sudah dilakukan oleh Balai Besar Pengembangan Teknologi Tepat Guna LIPI,” kata Syahailatua.

Ia menjelaskan, pihaknya juga akan menyiapkan KM Riset Baruna Jaya VII untuk diikutsertakan dalam Parade Kapal Riset pada pameran yang akan berlangsung pada 31 Juli-5 Agustus mendatang.

“Kapal itu juga akan digunakan untuk mengakomodasikan 30 pelajar SMA dan mahasiswa se-Kota Ambon untuk mengikuti pelayaran Remaja Bahari Lintas Nusantara pada awal Agustus mendatang,” ujarnya.

Pelayaran pendek selama lima hari melintasi Kepulauan Lease dan Pulau Banda, Kabupaten Maluku Tengah, itu akan diisi dengan sosialisasi pelestarian daerah pesisir dan laut, serta pertandingan voli dan sepak bola antarpeserta dengan penduduk setempat untuk menjalin kebersamaan.

“Selain informasi bagaimana caranya menjaga terumbu karang, padang lamun, ekosistem mangrove, dan sebagainya di daerah masing-masing, kami juga akan memberikan metode dan cara pengolahan makanan bernilai ekonomis dengan lebih hemat kepada masyarakat yang disinggahi,” katanya.


LIPI