VIVAnews - Kedutaan Besar Amerika Serikat di Jakarta menggelar workshop bertajuk “TechCamp Jakarta”. Acara ini digelar pada 19-20 Mei di @america, pusat kebudayaan teknologi tinggi di Pacific Place, SCBD Jakarta.
Sebanyak 40 lembaga sosial masyarakat yang bergerak di bidang penanganan bencana dan perubahan iklim, perusahaan di bidang teknologi termasuk Alcatel-Lucent, Novartis, Intel, Google, Microsoft, Cisco, Yahoo!, Telkomsel, Indosat, dan lain-lain ikut berpartisipasi.
Pada workshop tersebut, peserta akan saling berdiskusi dan berbagi teknologi terkini serta tantangan yang dihadapi dan mencari cara bagaimana teknologi bisa mengambil bagian dalam mengatasi tantangan yang ada.
“TechCamp merupakan salah satu bagian dari inisiatif Civil Society 2.0, yang digagas oleh Menteri Luar Negeri AS, Hillary Clinton,” kata Philip Roskamp, Assistant Press Attache Embassy of the United States of America di Jakarta, 19 Mei 2011.
Roskamp menyebutkan, tujuan digelarnya workshop ini adalah untuk menggerakan komunitas teknologi dalam membantu organisasi-organisasi masyakarat di seluruh dunia dengan memberikan kecakapan, sumber daya dan dukungan untuk meningkatan kapasitas digital organisasi tersebut.
Pada kesempatan kali ini, Michael Jones, Chief Technology Advocate Google memaparkan teknologi yang sudah dimiliki oleh perusahaannya yang tampaknya sederhana, namun sebenarnya dapat dimanfaatkan untuk berbagai kebutuhan mendesak termasuk aktivitas kemanusiaan.
“Menggunakan Google Earth, misalnya, kini setiap orang dapat mengetahui situasi dan kondisi di kawasan-kawasan tertentu yang tertimpa bencana. Bagaimana jalan menuju ke sana, sumber-sumber apa saja yang tersedia di sekitarnya, bisa dimanfaatkan secara cuma-cuma oleh para korban ataupun regu penyelamat,” ucap Jones.
Sebagai contoh, kata Jones, saat tsunami dahsyat melanda Indonesia pada tahun 2004 lalu, Google memiliki data-data seperti foto-foto udara, pergerakan gelombang dan lain-lain. Namun demikian, Google tidak bisa berbuat apa-apa untuk membantu korban kecuali ada pihak yang memanfaatkan data-data yang dimiliki untuk penanganan bencana tersebut.
Lebih lanjut, Jones menyebutkan, sejak tahun 2008 lalu, Google juga sudah menyediakan Google Map Maker yang mampu memperluas layanan yang disediakan Google Maps.
“Di sejumlah negara, data lengkap seputar kawasan tertentu sulit didapat. Namun dengan Google Map Maker, penduduk lokal bisa melengkapi data yang tersedia secara lebih cepat dan akurat karena mereka yang lebih mengetahui informasi terkini seputar kawasan tempat tinggal mereka dibanding orang lain, termasuk Google,” ucapnya.
Di Indonesia, TechCamp 2011 lebih fokus ke masalah seputar penanganan bencana selain isu terkait pemanasan global.
Menurut Walter North, Mission Director United States Agency for International Development (USAID), Indonesia adalah salah satu negara dengan populasi terbesar di dunia. “Selain itu, dari data terakhir, sekitar 50 juta masyarakat Indonesia sudah menggunakan ponsel yang mendukung Internet,” ucapnya.
Untuk itu, kata North, sebenarnya masyarakat Indonesia sudah memiliki teknologi yang cukup untuk berpartisipasi dan membantu penanganan bila terjadi bencana. “Apalagi melihat kenyataan bahwa masyarakat Indonesia merupakan pengguna Facebook terbesar ke dua di dunia dan merupakan pemakai Twitter terbesar di Asia,” ucapnya.
“Saat bencana alam terjadi, sebenarnya seluruh dunia ingin membantu untuk mencari cara terbaik dalam mengatasi masalah dan menemukan solusi terbaik,” kata North. “Untuk itulah, TechCamp mempertemukan para pelaku di industri teknologi dengan mereka yang bergerak di layanan masyarakat,” ucapnya.
Tech Camp Jakarta sendiri merupakan ajang kedua yang pernah digelar oleh Departemen Luar Negeri AS. TechCamp pertama diadakan tahun 2010 lalu di Santiago, Chile, tak lama setelah terjadinya gempa bumi dahsyat yang menimpa negeri itu. Setelah Indonesia, TechCamp selanjutnya dijadwalkan akan digelar di Lithuania dan Moldova.
• VIVAnews
0 comments:
Post a Comment