TEMPO/Iqbal Lubis
TEMPO Interaktif, Boulder - Padi adalah salah satu sumber pangan utama yang memenuhi separuh kebutuhan kalori harian populasi dunia. Penelitian yang dilakukan badan survei geologi Amerika Serikat (USGS) menemukan cara untuk membuat padi dapat beradaptasi dengan perubahan iklim dan bencana alam. Riset USGS menunjukkan bahwa kolonisasi benih atau tumbuhan padi dengan spora sejenis jamur yang banyak ditemukan di alam dapat menyelamatkan tumbuhan tersebut.
Riset itu dilakukan untuk mengeksplorasi cara untuk meningkatkan adaptibilitas padi terhadap dampak perubahan iklim, seperti tsunami dan meningkatnya pasang-surut air laut yang menyebabkan penurunan hasil panen. Para ilmuwan USGS dan koleganya mengkolonisasi dua varietas padi komersial dengan spora jamur yang biasa ditemukan pada tumbuhan pantai yang tahan air asin dan tumbuhan di kawasan geotermal yang toleran terhadap panas.
"Eksperimen itu cukup sukses," kata Rusty Rodriguez, peneliti USGS di Seattle, yang terlibat dalam riset tersebut.
Padi yang tumbuh subur memperlihatkan peningkatan toleransi terhadap suhu dingin, air asin, dan kekeringan, meski varietas padi yang mereka uji tidak beradaptasi secara alami terhadap ketiga kondisi tersebut.
Setelah sukses dengan peningkatan toleransi tersebut, kini tim riset berusaha membuat padi tahan terhadap panas. Saat ini produksi padi turun sekitar 10 persen untuk setiap kenaikan temperatur 1 derajat Celsius selama musim tanam padi.
"Ini adalah terobosan yang mengagumkan," kata Rodriguez. "Kemampuan jamur ini untuk mengkolonisasi dan memberikan toleransi terhadap stres pada tanaman. Begitu pula peningkatan panen dan sistem perakaran padi, menunjukkan bahwa jamur itu mungkin juga berguna untuk membuat tanaman beradaptasi terhadap kekeringan, air asin, dan temperatur yang akan semakin buruk beberapa tahun mendatang karena perubahan iklim."
Penggunaan jamur kecil yang disebut endofit itu, kata Rodriguez, adalah salah satu strategi untuk mengatasi efek perubahan iklim terhadap tanaman dalam ekosistem pertanian maupun alami. "Kami mendalami bidang riset yang tengah berkembang ini sebagai symbiogenics. DNA padi itu sendiri sama sekali tak berubah," kata Rodriguez. "Sebaliknya, kami menciptakan ulang apa yang normalnya terjadi di alam. Strategi semacam ini sangat diperlukan karena produksi padi diproyeksikan akan menurun sampai 15 persen pada 2050." [SCIENCEDAILY | TJANDRA]
• TEMPOInteraktif
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 comments:
Post a Comment