LAGU Indonesia Raya berkumandang mengiringi pengibaran bendera Merah Putih di arena International Young Inventors Project Olympiad (IYIPO) di Tbilisi, Georgia, 29 April 2012. Dua siswa Indonesia telah meraih juara satu atas inovasi mereka.
Inovasi karya Nando Novia Hari Saputra dan Nurul Inayah Ba'da Maulidiyah itu disebut Photo Electro System. Alat tersebut mengubah energi matahari dan urine menjadi bahan bakar penggerak mobil listrik.
Penelitian dua siswa kelas XI program IPA SMAN 10 Kota Malang, Jawa Timur, itu sebelumnya hanya membuahkan medali perak pada Indonesian Science Project Olympiad 2012. Tapi, di Georgia, mereka menyabet medali emas, menyisihkan 107 peserta dari 40 negara. Keduanya tampil percaya diri selama mempresentasikan temuan. Inovasi urine untuk energi alternatif dinilai juri sebagai penemuan terbaik.
Bau pesing
Penelitian mereka berawal dari bau pesing toilet di asrama siswa di Tlogowaru, Malang. Selain mencemari lingkungan bila dibuang ke sungai, airnya pun bisa mengakibatkan gatal pada kulit.
Buruknya sanitasi itu telah mengganggu konsentrasi belajar Nando. Karenanya, Nando terpanggil untuk menciptakan inovasi yang dapat membantu masyarakat.
Di sela-sela jam pelajaran sekolah, Nando bersama Inayah berdiskusi untuk membicarakan masalah bau pesing itu.
Dari diskusi, muncul ide untuk meneliti kandungan kimia pada urine. Dari berbagai buku di perpustakaan dan internet, urine diketahui mengandung gas hidrogen. Apabila dicampurkan dengan bahan bakar minyak (BBM), gas itu ternyata dapat meningkatkan kadar oktan.
Pada awalnya mereka melakukan penelitian dengan membakar gas hidrogen. Tapi, hal itu dinilai berbahaya dan membutuhkan biaya tinggi untuk energi alternatif. Penelitian mereka kurang berhasil.
Mereka mengukur kandungan metana urine, tapi hasilnya kurang efektif pada saat pembakaran kendaraan bermotor dan bersifat korosif.
Tak putus asa, mereka terus melakukan penelitian, hingga akhirnya menemukan kesimpulan, secara kimiawi ikatan molekul gas hidrogen dan nitrogen pada urine lebih lemah daripada air. Dengan begitu, saat digunakan sebagai energi alternatif pada kendaraan, air jauh lebih boros.
“Urine secara kimiawi ikatannya cenderung lebih lemah dalam memecah energi listrik. Ini berbeda dengan menggunakan air yang ikatannya lebih kuat,” tegas Nando.
Uji coba
Tidak seperti air yang mudah didapat, untuk penelitian yang berlangsung 15-21 Januari 2012 itu keduanya meminta 11 siswa untuk menyumbangkan air seni. Meski mereka sempat risi, pengalaman itu menjadi bumbu dalam penelitian. “Kami mendapatkan urine sebanyak 1 liter. Selanjutnya dilakukan uji laboratorium di sekolah guna mengetahui kadar gula,” tegasnya.
Setelah itu, mereka membuat wadah urine atau elektroliser, yang terdiri dari enam elektroda. Elektroliser berfungsi meningkatkan laju energi bermuatan positif dan negatif.
Awalnya mereka menggunakan elektroda berbahan stainless, tapi hasilnya kurang optimal. Mereka terus mencoba hingga akhirnya menemukan elektroda yang cocok, yakni memanfaatkan pelat nikel yang dirangkaikan seri. Pelat kemudian dibagi menjadi tiga dengan kutub positif dan negatif.
Proses itu menghasilkan gas hidrogen yang dimasukkan ke sel bahan bakar yang sudah dilengkapi dengan membran proton dan elektron. Tujuannya agar terjadi reaksi proton dengan oksigen menjadi uap air. Adapun elektron yang dilepas akan menghasilkan listrik.
Energi listrik itu mengalir sekaligus tersimpan di baterai litium, dan siap digunakan untuk menggerakkan motor listrik pada skala prototipe mobil remote control.
Nando menjelaskan Photo Electro System menggunakan sejumlah alat, di antaranya elektroliser, panel surya, unit kontrol elektronik (ECU), baterai litium sebagai penyimpan listrik, dan motor listrik.
ECU berfungsi sebagai otak yang terdiri dari transistor dan mikrocip yang diprogram melalui komputer. Kendati semua alat mudah didapat, tetap saja keduanya menghadapi tantangan karena sebagian besar alat dibuat sendiri.
"Sesekali menemui kendala, tapi semuanya mampu diselesaikan dengan cermat," kata Nando.
Prinsip kerja karya mereka ialah memanfaatkan panas matahari yang ditangkap panel surya. Energi listrik yang dihasilkan kemudian disimpan di baterai litium yang diatur secara elektronik.
Hasilnya, sebanyak 75% energi digunakan untuk menggerakkan motor listrik. Sisanya, pada saat yang sama, digunakan untuk proses elektrolisis urine sebagai tambahan energi listrik yang dihasilkan. “Fungsi baterai litium agar motor listrik bisa digunakan untuk semua cuaca,” tutur Inayah.
Inayah menegaskan urine yang digunakan tidak sembarangan. Harus dipilih yang tidak mengandung gula. Pasalnya, bila mengandung gula, akan menghambat proses elektrolisis.
Sebelumnya mereka juga menggunakan air, tapi kurang efektif. Pasalnya, untuk menghasilkan 6 volt energi listrik, urine membutuhkan daya 0,37 volt, sedangkan air membutuhkan 1,3 volt.
“Untuk menghasilkan 6 volt energi listrik dibutuhkan 1 liter urine,” tuturnya.
Berdasarkan uji coba penelitian untuk menggerakkan mobil remote control, penggabungan energi listrik dari panel surya dan urine mampu menghasilkan energi sebesar 24 volt.
Inovasi yang dibiayai SMAN 10 sebesar Rp1,25 juta itu juga memiliki peluang untuk dikembangkan pada mobil sesungguhnya. Nando dan Inayah memperkirakan hanya butuh dana Rp50 juta untuk keperluan itu.
Setelah memenangi IYIPO, mereka bercita-cita terus mengembangkan penelitian energi alternatif ini dengan membuat instalasi penangkap urine pada toilet di sekolah. Untuk itu, mereka membutuhkan dukungan pemerintah untuk mewujudkannya. (Media Indonesia, 14 Mei 2012/ humasristek)
Inovasi karya Nando Novia Hari Saputra dan Nurul Inayah Ba'da Maulidiyah itu disebut Photo Electro System. Alat tersebut mengubah energi matahari dan urine menjadi bahan bakar penggerak mobil listrik.
Penelitian dua siswa kelas XI program IPA SMAN 10 Kota Malang, Jawa Timur, itu sebelumnya hanya membuahkan medali perak pada Indonesian Science Project Olympiad 2012. Tapi, di Georgia, mereka menyabet medali emas, menyisihkan 107 peserta dari 40 negara. Keduanya tampil percaya diri selama mempresentasikan temuan. Inovasi urine untuk energi alternatif dinilai juri sebagai penemuan terbaik.
Bau pesing
Penelitian mereka berawal dari bau pesing toilet di asrama siswa di Tlogowaru, Malang. Selain mencemari lingkungan bila dibuang ke sungai, airnya pun bisa mengakibatkan gatal pada kulit.
Buruknya sanitasi itu telah mengganggu konsentrasi belajar Nando. Karenanya, Nando terpanggil untuk menciptakan inovasi yang dapat membantu masyarakat.
Di sela-sela jam pelajaran sekolah, Nando bersama Inayah berdiskusi untuk membicarakan masalah bau pesing itu.
Dari diskusi, muncul ide untuk meneliti kandungan kimia pada urine. Dari berbagai buku di perpustakaan dan internet, urine diketahui mengandung gas hidrogen. Apabila dicampurkan dengan bahan bakar minyak (BBM), gas itu ternyata dapat meningkatkan kadar oktan.
Pada awalnya mereka melakukan penelitian dengan membakar gas hidrogen. Tapi, hal itu dinilai berbahaya dan membutuhkan biaya tinggi untuk energi alternatif. Penelitian mereka kurang berhasil.
Mereka mengukur kandungan metana urine, tapi hasilnya kurang efektif pada saat pembakaran kendaraan bermotor dan bersifat korosif.
Tak putus asa, mereka terus melakukan penelitian, hingga akhirnya menemukan kesimpulan, secara kimiawi ikatan molekul gas hidrogen dan nitrogen pada urine lebih lemah daripada air. Dengan begitu, saat digunakan sebagai energi alternatif pada kendaraan, air jauh lebih boros.
“Urine secara kimiawi ikatannya cenderung lebih lemah dalam memecah energi listrik. Ini berbeda dengan menggunakan air yang ikatannya lebih kuat,” tegas Nando.
Uji coba
Tidak seperti air yang mudah didapat, untuk penelitian yang berlangsung 15-21 Januari 2012 itu keduanya meminta 11 siswa untuk menyumbangkan air seni. Meski mereka sempat risi, pengalaman itu menjadi bumbu dalam penelitian. “Kami mendapatkan urine sebanyak 1 liter. Selanjutnya dilakukan uji laboratorium di sekolah guna mengetahui kadar gula,” tegasnya.
Setelah itu, mereka membuat wadah urine atau elektroliser, yang terdiri dari enam elektroda. Elektroliser berfungsi meningkatkan laju energi bermuatan positif dan negatif.
Awalnya mereka menggunakan elektroda berbahan stainless, tapi hasilnya kurang optimal. Mereka terus mencoba hingga akhirnya menemukan elektroda yang cocok, yakni memanfaatkan pelat nikel yang dirangkaikan seri. Pelat kemudian dibagi menjadi tiga dengan kutub positif dan negatif.
Proses itu menghasilkan gas hidrogen yang dimasukkan ke sel bahan bakar yang sudah dilengkapi dengan membran proton dan elektron. Tujuannya agar terjadi reaksi proton dengan oksigen menjadi uap air. Adapun elektron yang dilepas akan menghasilkan listrik.
Energi listrik itu mengalir sekaligus tersimpan di baterai litium, dan siap digunakan untuk menggerakkan motor listrik pada skala prototipe mobil remote control.
Nando menjelaskan Photo Electro System menggunakan sejumlah alat, di antaranya elektroliser, panel surya, unit kontrol elektronik (ECU), baterai litium sebagai penyimpan listrik, dan motor listrik.
ECU berfungsi sebagai otak yang terdiri dari transistor dan mikrocip yang diprogram melalui komputer. Kendati semua alat mudah didapat, tetap saja keduanya menghadapi tantangan karena sebagian besar alat dibuat sendiri.
"Sesekali menemui kendala, tapi semuanya mampu diselesaikan dengan cermat," kata Nando.
Prinsip kerja karya mereka ialah memanfaatkan panas matahari yang ditangkap panel surya. Energi listrik yang dihasilkan kemudian disimpan di baterai litium yang diatur secara elektronik.
Hasilnya, sebanyak 75% energi digunakan untuk menggerakkan motor listrik. Sisanya, pada saat yang sama, digunakan untuk proses elektrolisis urine sebagai tambahan energi listrik yang dihasilkan. “Fungsi baterai litium agar motor listrik bisa digunakan untuk semua cuaca,” tutur Inayah.
Inayah menegaskan urine yang digunakan tidak sembarangan. Harus dipilih yang tidak mengandung gula. Pasalnya, bila mengandung gula, akan menghambat proses elektrolisis.
Sebelumnya mereka juga menggunakan air, tapi kurang efektif. Pasalnya, untuk menghasilkan 6 volt energi listrik, urine membutuhkan daya 0,37 volt, sedangkan air membutuhkan 1,3 volt.
“Untuk menghasilkan 6 volt energi listrik dibutuhkan 1 liter urine,” tuturnya.
Berdasarkan uji coba penelitian untuk menggerakkan mobil remote control, penggabungan energi listrik dari panel surya dan urine mampu menghasilkan energi sebesar 24 volt.
Inovasi yang dibiayai SMAN 10 sebesar Rp1,25 juta itu juga memiliki peluang untuk dikembangkan pada mobil sesungguhnya. Nando dan Inayah memperkirakan hanya butuh dana Rp50 juta untuk keperluan itu.
Setelah memenangi IYIPO, mereka bercita-cita terus mengembangkan penelitian energi alternatif ini dengan membuat instalasi penangkap urine pada toilet di sekolah. Untuk itu, mereka membutuhkan dukungan pemerintah untuk mewujudkannya. (Media Indonesia, 14 Mei 2012/ humasristek)
0 comments:
Post a Comment