Riau - Tiga ekor gajah kembali ditemukan mati di kawasan Taman Nasional (TN) Tesso Nilo dekat jalan koridor Basrah PT RAPP-perbatasan Kabupaten Pelalawan dan Kuansing Riau, Ahad (11/11).
Aktivis WWF Riau Syamsidar yang dikonfirmasi Riau Pos Online (JPNN Grup), Ahad pagi tadi (11/11) menjelaskan, ketiga gajah yang ditemukan mati ini semuanya jenis kelamin betina terdiri dari gajah induk, dewasa, dan anak.
Warga menemukan matinya gajah ini diperkirakan tiga hari atau lima hari lalu namun informasi tentang matinya gajah ini baru menyebar sejak Sabtu kemarin (10/11) hingga Ahad ini (11/11).
Menurut Syamsidar, bangkai ketiga gajah ini ditemukan mati berpencar di dalam kawasan hutan tanaman industri Akasia PT RAPP di koridor Basrah. Posisi gajah mati itu dengan gajah lainnya ditemukan berjarak sekitar 200 meter hingga 300 meter, mati berpencar-pencar.
Dulu sebelumnya, seekor gajah jantan Sumatera ditemukan mati di Taman Nasional Tesso Nilo pada 11 Oktober 2012 lalu. Kematian ini menambah daftar panjang kematian gajah di blok hutan Tesso Nilo. Hingga kini, di blok hutan Tesso Nilo terjadi sebelas ekor gajah mati dari Maret hingga November 2012. Sementara itu tiga ekor lainnya terjadi di tiga kabupaten lainnya di Riau.
Otopsi terhadap gajah tersebut dilakukan oleh tim medis dari Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam Riau bersama dengan kepolisian dan WWF. Sampel organ bagian dalam seperti hati dan limfa gajah ini diambil dan dikirim ke laboratorium veteriner di Bukittinggi dan Bogor.
Dari data yang dikumpulkan di lapangan, diduga gajah ini mati mengkonsumsi makanan yang mengandung racun. Umumnya dari pengalaman warga di lapangan, gajah suka memakan bagian pucuk tanaman kelapa sawit, atau kulit luar tanaman akasia atau tanaman karet karena makanan lain tak banyak tersedia di habitatnya kini hutannya mulai menyempit sementara sebaliknya kawasan kebun sawit, karet, akasia, kakao makin luas.
Nasib gajah Sumatera tahun 2012 tidak menjadi lebih baik padahal tahun 2011 lembaga konservasi internasional IUCN telah meningkatkan status keterancaman satwa ini dari genting menjadi kritis yang berarti satu langkah menuju kepunahan. Lemahnya penegakan hukum terhadap kematian gajah menjadi penyebab terus terjadinya kematian gajah tersebut. Hingga
Oktober 2012, baru satu kasus kematian gajah-gajah tersebut yang mulai diproses yakni kematian gajah di Taman Nasional Tesso Nilo yang terjadi pada 31 Mei 2012.
Radaimon, Ketua Forum Masyarakat Tesso Nilo sangat menyayangkan gajah-gajah di Tesso Nilo terus mengalami kematian. Radaimon mengatakan kehilangan habitat alami di Tesso Nilo karena perambahan masif menjadi salah satu penyebab rangkaian kematian gajah-gajah tersebut. Oleh karena itu penanganan perambahan di Tesso Nilo menjadi hal yang mutlak untuk dilakukan guna menekan angka kematian gajah tersebut.
Ia menambahkan, penegakan hukum terhadap kematian gajah-gajah tersebut harus pula dilakukan agar dapat membuat efek jera agar tidak lagi terjadi pembunuhan terhadap gajah-gajah.
Dari 2004 hingga Oktober 2012 ini menurut catatan WWF terjadi 91 ekor gajah mati di Riau yang sebagian besar disebabkan karena konflik dan perburuan. Ditambah kematian tiga ekor gajah ini maka sejak 2004 hingga November 2012 ini sudah 94 ekor gajah mati di Riau.
Dari angka tersebut hanya satu kasus yang diproses secara hukum yakni kematian gajah karena perburuan di Rokan Hulu pada Agustus 2005. Penegakan hukum terhadap kematian gajah harus diintensifkan untuk menekan kematian gajah di Riau. Pemerintah juga diharapkan dapat mengambil langkah nyata dan segera untuk perlindungan habitat gajah yang semakin mendesak.(azf/rul)
© JPNN
Aktivis WWF Riau Syamsidar yang dikonfirmasi Riau Pos Online (JPNN Grup), Ahad pagi tadi (11/11) menjelaskan, ketiga gajah yang ditemukan mati ini semuanya jenis kelamin betina terdiri dari gajah induk, dewasa, dan anak.
Warga menemukan matinya gajah ini diperkirakan tiga hari atau lima hari lalu namun informasi tentang matinya gajah ini baru menyebar sejak Sabtu kemarin (10/11) hingga Ahad ini (11/11).
Menurut Syamsidar, bangkai ketiga gajah ini ditemukan mati berpencar di dalam kawasan hutan tanaman industri Akasia PT RAPP di koridor Basrah. Posisi gajah mati itu dengan gajah lainnya ditemukan berjarak sekitar 200 meter hingga 300 meter, mati berpencar-pencar.
Dulu sebelumnya, seekor gajah jantan Sumatera ditemukan mati di Taman Nasional Tesso Nilo pada 11 Oktober 2012 lalu. Kematian ini menambah daftar panjang kematian gajah di blok hutan Tesso Nilo. Hingga kini, di blok hutan Tesso Nilo terjadi sebelas ekor gajah mati dari Maret hingga November 2012. Sementara itu tiga ekor lainnya terjadi di tiga kabupaten lainnya di Riau.
Otopsi terhadap gajah tersebut dilakukan oleh tim medis dari Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam Riau bersama dengan kepolisian dan WWF. Sampel organ bagian dalam seperti hati dan limfa gajah ini diambil dan dikirim ke laboratorium veteriner di Bukittinggi dan Bogor.
Dari data yang dikumpulkan di lapangan, diduga gajah ini mati mengkonsumsi makanan yang mengandung racun. Umumnya dari pengalaman warga di lapangan, gajah suka memakan bagian pucuk tanaman kelapa sawit, atau kulit luar tanaman akasia atau tanaman karet karena makanan lain tak banyak tersedia di habitatnya kini hutannya mulai menyempit sementara sebaliknya kawasan kebun sawit, karet, akasia, kakao makin luas.
Nasib gajah Sumatera tahun 2012 tidak menjadi lebih baik padahal tahun 2011 lembaga konservasi internasional IUCN telah meningkatkan status keterancaman satwa ini dari genting menjadi kritis yang berarti satu langkah menuju kepunahan. Lemahnya penegakan hukum terhadap kematian gajah menjadi penyebab terus terjadinya kematian gajah tersebut. Hingga
Oktober 2012, baru satu kasus kematian gajah-gajah tersebut yang mulai diproses yakni kematian gajah di Taman Nasional Tesso Nilo yang terjadi pada 31 Mei 2012.
Radaimon, Ketua Forum Masyarakat Tesso Nilo sangat menyayangkan gajah-gajah di Tesso Nilo terus mengalami kematian. Radaimon mengatakan kehilangan habitat alami di Tesso Nilo karena perambahan masif menjadi salah satu penyebab rangkaian kematian gajah-gajah tersebut. Oleh karena itu penanganan perambahan di Tesso Nilo menjadi hal yang mutlak untuk dilakukan guna menekan angka kematian gajah tersebut.
Ia menambahkan, penegakan hukum terhadap kematian gajah-gajah tersebut harus pula dilakukan agar dapat membuat efek jera agar tidak lagi terjadi pembunuhan terhadap gajah-gajah.
Dari 2004 hingga Oktober 2012 ini menurut catatan WWF terjadi 91 ekor gajah mati di Riau yang sebagian besar disebabkan karena konflik dan perburuan. Ditambah kematian tiga ekor gajah ini maka sejak 2004 hingga November 2012 ini sudah 94 ekor gajah mati di Riau.
Dari angka tersebut hanya satu kasus yang diproses secara hukum yakni kematian gajah karena perburuan di Rokan Hulu pada Agustus 2005. Penegakan hukum terhadap kematian gajah harus diintensifkan untuk menekan kematian gajah di Riau. Pemerintah juga diharapkan dapat mengambil langkah nyata dan segera untuk perlindungan habitat gajah yang semakin mendesak.(azf/rul)
© JPNN
0 comments:
Post a Comment