Monday, 12 November 2012

MRT - Tranportasi Jakarta

Trasportasi Jakarta : Ruwetnya Mau Punya MRT

Jakarta - Ide pembangunan tranportasi massal nan cepat sudah ada hampir satu dekade. Tapi hingga saat ini, hanya tiang-tiang pancang saja yang sudah mewujud dari pembangunan sarana pemecah kemacetan di Jakarta. Kini, setelah Ibukota memiliki pemimpin baru, Joko Widodo, bukan berarti masalah segera rampung.

“Sekarang tensinya sedang tinggi,” ujar mantan Walikota Surakarta ini. Kerumitan terutama datang soal biaya dan harga proyek pembangunan rel per kilometer.

Proyek yang digagas pada 2005, idenya adalah menciptakan angkutan massal berbasis rel, baik di bawah tanah maupun melayang di atas permukaan. Tapi tiga kali rapat dengan PT MRT, perusahaan daerah yang didirikan untuk mengurusi proyek kereta massal, belum ada kejelasan pembangunan relnya.

Untuk tahap pertama, akan dibangun rel layang dari Lebak Bulus ke Blok M sepanjang 15,5 kilometer, bersambung dengan rel bawah tanah dari Blok M ke Bundaran Hotel Indonesia sepanjang enam kilometer.

Modal untuk membangun sudah diperoleh dari Japan International Cooperation Agency (JICA) pada 31 Maret 2008 sebesar 132,6 miliar yen atau Rp 15,1 triliun. Kajian yang menghabiskan Rp 1,5 triliun juga sudah digeber.

Bahkan tender untuk kontraktor yang mengerjakannya juga sudah digelar. Namun Fauzi Bowo--gubernur sebelum Jokowi--tak kunjung menunjuk pemenang lelang. Ada dua konsorsium di urutan teratas dari lima perusahaan yang lolos prakualifikasi tender: Shimizu-Obayashi-Wijaya Karya-Jaya Constructions dan Sumitomo Mitsui Construction Company-Hutama Karya.

Janji Fauzi mengumumkan pilihannya dua hari sebelum pemilihan Gubernur Jakarta pada 11 Juli lalu tak terlaksana. JICA tak memberi rekomendasi konsorsium mana yang mesti dipilih. Restu JICA harus ada karena utang itu memakai skema pinjaman mengikat (tied loan). Ini jenis utang murah karena bunganya cuma 0,2 persen per tahun dengan jangka pengembalian 40 tahun.

Fauzi Bowo sepakat dengan skema ini karena tak ada bank komersial yang mau membiayai. “Break-even point proyek ini bisa 22 tahun,” katanya sepekan sebelum pemilihan gubernur.

Jepang setuju memberi modal lewat pinjaman mengikat. Syaratnya, pengadaan barang dan jasa konstruksi mesti berasal dari Negeri Matahari Terbit. Perusahaan atau pemerintah negeri itu juga mesti menjadi kepala proyeknya. Karena itu, Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) menilai skema utang ini mengakibatkan biaya MRT lebih mahal ketimbang proyek serupa di negara lain.

Menurut MTI, dengan biaya Rp 15 triliun, proyek ini akan menelan biaya Rp 1 triliun per kilometer. MTI menilai harga itu kelewat mahal karena kapasitas kereta massal ini hanya 400 ribu-1 juta penumpang per hari. “Pemerintah harus mengkaji lagi harga proyek prestisius ini,” kata Direktur Eksekutif MTI Pandit Pranggana.

Di tempat lain, seperti Kolkata (India) dan Singapura, biaya membangun kereta massal pada 2002 hanya Rp 373 miliar per kilometer. Kota Meksiko tak jauh beda. Sejak dilantik 15 Oktober lalu, Jokowi sudah mengatakan akan mengkaji biaya pembangunan, yang akan berimbas pada harga tiket kelak.

Tahap persiapan MRT sudah diluncurkan Fauzi Bowo pada Maret lalu. Pemerintah Jakarta pun sudah meneken dan mencairkan utang tahap I dan II senilai Rp 5,7 triliun untuk fase persiapan memindahkan Stadion Lebak Bulus, meluaskan terminal, membebaskan lahan yang dilalui rel, dan memindahkan bangunan-bangunan sepanjang jalur proyek.

Jika semua rencana mulus, pembangunannya bisa dimulai tahun depan dan orang Jakarta akan menikmati MRT pertama pada 2016. Kereta massal ini akan meringkas waktu tempuh Lebak Bulus-Hotel Indonesia dari satu jam lebih dalam keadaan macet menjadi 30 menit. Transportasi massal ini dinilai ampuh mengurai macet ketika disatukan dengan kereta komuter, bus antarkota, busway, monorel, plus jalan tol dalam kota.

MRT Jakarta dan Negara Lain 

Proyek transportasi massal dan cepat di Jakarta diharapkan bisa jadi solusi pemecah kemacetan yang tak berujung di Ibukota. Tapi rupanya masih ada silang sengkarut soal biaya.

Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo belum sepakat soal proyek yang digagas sejak era Sutiyoso ini. Khususnya masalah biaya dan harga.

Berikut ini perbandingan biaya pembangunan MRT antar negara. Bisa dilihat biaya yang sangat besar ternyata dihabiskan oleh Jakarta.

1. MRT Jakarta
- Panjang jalur 21,5 kilometer
- Struktur bawah tanah 28,5 persen
- Jumlah stasiun 21
- Jarak antarstasiun 1 kilometer
- Biaya pembangunan US$ 98 juta per kilometer

2. Singapura (Singapore Mass Rapid Transit)
- Panjang Jalur 67 kilometer
- Struktur bawah tanah 30 persen
- Jarak antarstasiun 1,6 kilometer
- Biaya pembangunan US$ 54,5 juta per kilometer

3. Korea Selatan (Seoul Metropolitan Rapid Transit)
- Panjang jalur 116,5 kilometer
- Struktur bawah tanah 80 persen
- Jarak antarstasiun 1,1 kilometer
- Biaya pembangunan US$ 45,2 juta per kilometer

4. India (Kolkata Metro)
- Panjang jalur 16,5 kilometer
- Struktur bawah tanah 95 persen
- Jarak antarstasiun 1 kilometer
- Biaya pembangunan US$ 59,9 juta per kilometer

5. Meksiko (Mexico City Line B)
- Tahun pembuatan 2000
- Panjang jalur 23,7 kilometer
- Struktur bawah tanah 25 persen
- Jarak antarstasiun 1 kilometer
- Jumlah stasiun 21
- Biaya pembangunan US$ 43,8 juta per kilometer

6. Venezuela (Caracas Metro Line 3)
- Tahun pembuatan 1994
- Panjang jalur 4 kilometer
- Struktur bawah tanah 100 persen
- Jumlah stasiun 4
- Jarak antarstasiun 1 kilometer
- Biaya pembangunan US$ 98,4 juta per kilometer

7. Cile (Santiago Metro Rail Transit)
- Tahun pembuatan 2000
- Panjang jalur 2,8 kilometer
- Struktur bawah tanah 100 persen
- Jumlah stasiun 3
- Jarak antarstasiun 0,9 kilometer
- Biaya pembangunan US$ 71,8 juta per kilometer

Pembiayaan
Kreditor: Japan International Cooperation Agency
Kontrak: 31 Maret 2008
Skema: Pinjaman mengikat
Batas kredit: 132,589 miliar yen
Kurs: 1 yen = Rp 113,9
Porsi: 58 persen pinjaman, 42 persen hibah
Bunga: 0,2 persen per tahun
Pengembalian: 30 tahun
Masa tenggang: 10 tahun
Cair: 59,9 miliar yen

[PT.MRT|DIANING SARI]

Bagaimana MRT Naikkan Pertumbuhan Ekonomi Jakarta 

Proyek pembangunan Mass Rapid Transit diyakini dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi Jakarta. "Ini nilai yang bisa diambil ketika suatu daerah atau negara membangun infrastruktur," kata Direktur Keuangan dan Administrasi MRT, Erlan Hidayat, kepada Tempo, Ahad, 11 November 2012.

Erlan mengatakan, ketika MRT dibangun, pembangunan infrastruktur seperti perkantoran dan hotel pun akan mengikuti. Dengan pembangunan itu, pemerintah daerah bisa menarik pajak sebagai haknya.

Ditambah lagi, apabila bangunan itu ditujukan untuk hiburan. Bisa jadi pemerintah daerah mendapatkan pajak tambahan dari itu.

Penerimaan dari tiket MRT, menurut Erlan, bukan lagi menjadi tujuan utama pemerintah Jakarta. Sebab, penjualan tiket praktis lebih kecil dibandingkan potensi yang dapat diambil dari pemerintah daerah. "Justru ini efek utamanya. Tingkat perekonomian meningkat, kan bagus. Ini mesti dipikirkan," ujarnya.

Dari penerimaan daerah itu, menurut dia, pemerintah daerah bisa mengembalikannya ke masyarakat dengan cara memberikan subsidi terhadap harga tiket moda transportasi yang ada nantinya, seperti MRT dan monorel.

"Pengembalian investasi akan muncul. Lalu pemda akan kembalikan ke masyarakat dengan bentuk subsidi MRT dan monorel," ujarnya.

Kecepatan MRT Bisa 50 Kilometer per Jam 

Kebutuhan akan transportasi yang nyaman dan efisien merupakan salah satu kebutuhan tersendiri bagi masyarakat DKI Jakarta. MRT Jakarta diklaim mampu memberikan kenyamanan bagi masyarakat. Apakah benar demikian?

Direktur Prasarana Perkeretaapian Direktur Jenderal Perkeretaapian Kementerian Perhubungan, Arief Heryanto, kepada Tempo mengatakan, kecepatan kereta bisa mencapai 120 kilometer per jam.

"Hanya, karena melihat jarak antarstasiun yang tidak lebih dari 1 kilometer, maka kecepatannya hanya mencapai 50 kilometer per jam," katanya pada Kamis, 8 November 2012.

Dengan kecepatan rata-rata 50 kilometer per jam ini, maka seseorang hanya membutuhkan waktu 30 menit dari Lebak Bulus ke Bundaran HI dan 52 menit dari Lebak Bulus ke Kampung Bandan.

Satu kereta memiliki lebar 2,95 meter dan panjang 14,5 meter, dengan 42 tempat duduk dan mampu memuat hingga 160 orang, serta empat pintu untuk keluar-masuk penumpang. Dengan angka ini diharapkan mampu mengangkut 400 ribu penumpang per hari.

"Tidak ada kondektur atau petugas yang memberi tahu sudah sampai mana, tapi ada papan informasi di setiap kereta sehingga penumpang tahu," katanya. 

MRT Bakal Berada 15 Meter di Bawah Tanah 

Kemacetan merupakan momok bagi masyarakat DKI Jakarta. Berbagai program pembenahan transportasi dijalankan untuk membenahi kemacetan, salah satunya adalah proyek mass rapid transit (MRT) Jakarta. Proyek yang banyak mengundang perdebatan di masyarakat ini rencananya dibangun tahun depan. Lantas bagaimana gambaran fisik proyek ini?

"Untuk pembangunan tahap pertama, ada tujuh stasiun yang melayang dan enam stasiun di bawah tanah sedalam 15 meter," kata Direktur Prasarana Perkeretaapian Direktur Jenderal Perkeretaapian Kementerian Perhubungan, Arief Heryanto, kepada Tempo pada Kamis, 8 November 2012.

Pembangunan tahap pertama sepanjang 15,2 kilometer ini merupakan bagian dari rencana pembangunan koridor Lebak Bulus sampai Kampung Bandan. Tahap pertama, pembangunan dari Lebak Bulus hingga Bundaran Hotel Indonesia.

Arief mengatakan, pada tahap pertama ini, tujuh stasiun yang melayang adalah Lebak Bulus, Fatmawati, Cipete Raya, Haji Nawi, Blok A, Blok M, dan Sisingamaraja. "Kemudian memasuki Senayan, Istora, Bendungan Hilir, Setiabudi, Dukuh Atas, dan Bundaran HI, MRT akan tenggelam," katanya.

Menurut Arief, di sepanjang jalur Senayan hingga Bundaran HI, ada saluran air yang jaraknya 5 meter di bawah permukaan tanah, sehingga MRT akan berada di bawah saluran air tersebut. "Dan akan dibuat lubang-lubang ke permukaan untuk menyedot oksigen," ujarnya.

Sedangkan untuk pembangunan tahap kedua sepanjang 8,1 kilometer, yaitu Stasiun Sarinah, Monas, Harmoni, Sawah Besar, Mangga Besar, Glodok, Jakarta Kota, dan stasiun terakhir, yaitu Kampung Bandan, keseluruhan ada di bawah tanah.

Berapa Harga Tiket Penumpang MRT?

Berbicara moda transportasi yang menggunakan teknologi tinggi, seperti mass rapid transit, maka masyarakat akan melihat juga berapa harga tiketnya. Kepala Bagian Perencanaan Kementerian Perhubungan Hadi Sritjahjo Legowo kepada Tempo pada Kamis, 8 November 2012, mengatakan, harga tiketnya adalah Rp 150 per kilometer.

"Sedangkan harga masuk peron adalah Rp 3.000 per orang," katanya. Dengan hitung-hitungan ini, maka seseorang akan mengeluarkan ongkos Rp 5.100 untuk jarak dari Lebak Bulus-Dukuh Atas dan Rp 6.300 untuk Lebak Bulus hingga Kampung Bandan.

Harga tiket ini merupakan perhitungan detail enginering design (DED) milik Kementerian yang disesuaikan dengan peningkatan pendapatan masyarakat. Targetnya, pada 2020, permintaan penumpang menembus angka 378 ribu jiwa per hari, dan pada jam sibuk sebanyak 21.900 jiwa.

Kenapa Tiket MRT Jangan Sampai Hilang?

Kepala Bagian Perencanaan Kementerian Perhubungan Hadi Sritjahjo Legowo mewanti-wanti kepada calon penumpang mass rapid transit (MRT) Jakarta agar tidak menghilangkan tiket. Kenapa begitu? "Sistemnya menggunakan tiket tertutup (closed ticketing system)," katanya kepada Tempo pada Kamis, 8 November 2012.

Jika MRT kelak jadi dibangun, penumpang akan membayar di awal masuk stasiun sesuai dengan tujuan. Misalkan penumpang dari Lebak Bulus hendak ke Dukuh Atas, dia dikenakan biaya Rp 5.100 dengan asumsi Rp 150 per kilometer dan Rp 3.000 untuk biaya peron. Kemudian penumpang akan mendapat tiket (electronic card) untuk masuk ke peron.

Penumpang akan menempelkan tiket tersebut ke pemindai, kemudian baru bisa lewat pintu khusus. Nah, tiket ini harus dipegang selama di dalam stasiun dan naik MRT. Jangan sampai hilang karena ketika keluar dari stasiun tiket tersebut harus ditempelkan ke pemindai lagi. "Jika penumpang kehilangan tiket, dia tidak bisa melewati pintu keluar stasiun," katanya.

Sistem tertutup ini, kata Hadi, untuk meminimalisasi kebocoran dari penumpang nakal yang tidak mau bayar tiket.

Lantas bagaimana jika penumpang membayar untuk sampai Dukuh Atas tapi turun di stasiun setelahnya, misal Kampung Bandan? "Jangan coba-coba karena sama saja kartu yang dipegang hanya terprogram hingga Dukuh Atas. Jika stasiun itu dilewati, dia tidak bisa keluar dari stasiun," kata Hadi.

Menurut Hadi bagi mereka yang melanggar akan dikenakan saksi membayar denda tiga kali lipat dari harga tiket.

Teknologi Ini Akan Digunakan MRT

Faktor keamanan menjadi salah satu bagian terpenting di dalam sebuah moda transportasi. Mass rapid transit Jakarta diklaim menggunakan teknologi yang sudah maju dalam perkeretaapian.

"Teknologi persinyalan yang diadopsi adalah Communications-Based Train Control (CBTC)," kata Direktur Prasarana Perkeretaapian Direktur Jenderal Perkeretaapian Kementerian Perhubungan Arief Heryanto kepada Tempo pada Kamis, 8 November 2012.

Arief menjelaskan sederhananya teknologi ini mengatur laju kereta dari menara pengawas yang nantinya dibangun di Lebak Bulus. MRT tersebut telah diprogram mulai dari denah hingga kapan dia harus menaikan hingga menurunkan kecepatan.

"Misal jarak antar MRT terlalu dekat maka yang dibelakang otomatis menurunkan kecepatan," katanya. Bahkan ketika ada kesalahan di salah satu segmen rel kereta atau rangkaian maka MRT akan berhenti secara otomatis.

Sehingga tugas masinis hanya memastikan dan mengontrol dasar dari MRT. "Konsepnya seperti di Perancis yang sudah full otomatis tetapi tetap didampingi masinis," katanya. Untuk penggeraknya sendiri menggunakan listrik seperti pada Kereta Listrik sehingga ramah lingkungan.


© Tempo.Co

0 comments:

Post a Comment

 
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...