Aspal selalu diwadahi drum yang kerap terbuang percuma dengan sisa-sisa aspal tetap melekat di dalamnya. Tak ayal lagi, pemborosan ini menjadi inspirasi bagi para peneliti Sentra Teknologi Polimer Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi untuk membuat kantong aspal yang bisa ikut melebur.
Kami memakai limbah plastik dan oli bekas untuk bahan baku kantong aspal,” kata Saeful Rohman, perekayasa kantong aspal dari Sentra Teknologi Polimer Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (STP-BPPT), Kamis (6/1) di Pusat Penelitian Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (Puspiptek) di Serpong, Tangerang Selatan.
Saeful, yang didampingi Manajer Riset dan Pengembangan STP-BPPT Jayatin, menjelaskan, penelitian kantong aspal dimulai tahun 2009. Pada waktu itu, tawaran datang dari seorang pengusaha yang membawa kantong aspal dari Singapura.
Dari hasil kajian literatur dan paten yang ada, kantong itu lalu dikembangkan menjadi kantong aspal seperti sekarang. Bahan baku limbah plastik dipilih dengan jenis polietilen—bahan ini banyak digunakan untuk tas plastik.
”Ditambahkan pula bahan baku bentonit atau tanah lempung yang dikeringkan untuk mendapatkan warna kecoklatan,” kata Saeful.
Formulasi kantong aspal dari bahan polimer termoplastik dan tambahan lainnya, menurut Saeful, berfungsi sebagai modifier untuk memperbaiki sifat aspal. Polietilen dipilih sebagai bahan baku dicampur dengan etilen vinil asetat, untuk meningkatkan kelenturan polietilen.
Selain itu, polivinil asetat juga berfungsi meningkatkan kelenturan aspal sehingga tidak mudah retak atau pecah. Pencampuran dilakukan pada fase leleh (melt compounding) dengan menggunakan mesin ekstruder.
Pada saat aplikasi, kantong aspal ini bisa langsung dilebur dengan aspal dan meningkatkan kekuatan dan ketahanan aspal tersebut.
Saeful mengaku, pada 2011 masih butuh pengembangan riset kantong plastik, tetapi anggaran dari Kementerian Riset dan Teknologi sudah dihentikan.
Jayatin mengatakan, riset lanjutan masih dibutuhkan untuk kesesuaian pengisian aspal. Aspal yang diisikan harus diupayakan tidak terlampau dingin supaya mudah dipompakan masuk ke kantong, tetapi tidak boleh terlampau panas supaya tidak melelehkan kantong aspalnya yang berbasis plastik mudah leleh pula.
”Riset pengembangan ini diharapkan akan bisa bekerja sama dengan pihak swasta,” kata Jayatin.
Tanpa limbah
Jayatin mengatakan, kantong aspal yang dirancang saat ini belum memasuki tahap komersialisasi. Paten yang diajukan pada 2010 juga belum sampai pada tahap uji substantif.
”Nilai kelebihan kantong aspal ini adalah tanpa limbah. Setelah melalui uji nilai keekonomisannya nanti, tentu harganya akan sangat kompetitif,” katanya.
Kantong aspal berbahan baku limbah plastik tersebut tidak hanya melebur dengan aspal. Menurut Jayatin, kantong aspal itu ternyata juga menaikkan kualitas dan daya rekat aspal.
Kantong plastik polietilen ini berbahan baku polimer dari minyak yang berat molekulnya lebih tinggi dibandingkan dengan aspal. Polimer jenis ini memiliki kekuatan mekanik dan daya rekat yang lebih tinggi pula dibandingkan dengan aspal sebagai residu paling akhir minyak.
”Kantong aspal yang dileburkan dengan aspal itu sudah diuji, dengan Uji Marshall,” kata Jayatin.
Dari hasil Uji Marshall tersebut, leburan aspal dan kantongnya lebih kuat dibandingkan dengan sekadar aspal saja, tetapi satuan perbandingannya diakui belum ditetapkan. Hasil uji tersebut bisa menunjang pemahaman bahwa kantong aspal berdampak positif bagi penggunaan aspal itu sendiri.
Efisiensi energi
Jayatin menjelaskan, pengemasan aspal dalam berbagai ukuran sangat menunjang perawatan jalan. Perawatan jalan merupakan salah satu yang berkontribusi terhadap penghematan atau efisiensi energi yang digunakan setiap kendaraan.
Saat ini pengadaan aspal dalam kemasan kecil sangat terbatas. Keterbatasan ini menyebabkan perbaikan jalan terhadap kerusakan kecil, seperti retakan jalan aspal, menjadi kerap diabaikan.
Masyarakat juga sering tidak dapat dilibatkan secara swadaya untuk pemeliharaan jalan aspal meski di lingkup perumahan atau lingkungan masing-masing. Ini karena pengadaan aspal dalam jumlah sedikit masih jarang.
”Kerusakan jalan aspal menjadi kerap dibiarkan, menunggu perbaikannya saat kerusakan sampai merembet menjadi lubang yang besar,” kata Jayatin.
Dengan kemasan kantong aspal, menurut Jayatin, dimungkinkan aspal berbagai ukuran. Untuk ukuran 5 kilogram sampai 30-40 kilogram dapat dijinjing secara individual. ”Jalan aspal yang bagus akan banyak mendatangkan keuntungan,” kata Jayatin.
Meleleh
Kantong aspal yang dibuat STP-BPPT saat ini memiliki titik leleh pada suhu 100 derajat celsius. Suhu aspal yang disuntikkan ke kantong itu berkisar 60 derajat sampai 70 derajat celsius.
”Semakin dingin aspal yang dimasukkan ke kantong akan semakin berat kerja pompa,” kata Jayatin.
Kebutuhan untuk melanjutkan riset kantong aspal, menurut Jayatin, antara lain untuk meningkatkan titik lelehnya. Dari hasil kunjungan ke lokasi pendistribusian aspal Pertamina di Cilacap, Jawa Tengah, diketahui suhu aspal yang dicurahkan mencapai 130 derajat celsius.
Kantong aspal STP-BPPT dengan titik leleh 100 derajat celsius belum memungkinkan langsung digunakan untuk mewadahi aspal dari Pertamina. Menurut Jayatin, Pertamina merujuk supaya kantong aspal ditawarkan di tingkat para agen dengan suhu aspal yang sudah menurun.
Menurut Jayatin, juga masih dibutuhkan riset lebih lanjut untuk memperoleh kepastian metode pengisiannya supaya lebih efektif.
Kantong aspal menjadi inovasi yang sesungguhnya dibutuhkan masyarakat. Kesulitan mengakses aspal dalam ukuran kecil kerap menjadikan masyarakat menutup begitu saja jalan beraspal dengan beton semen.
”Lebih penting lagi, limbah plastik sebagai isu lingkungan yang banyak menarik perhatian akan makin berkurang jumlahnya jika diolah menjadi kantong-kantong aspal,” kata Jayatin.[Nawa Tunggal]
• KOMPAS
0 comments:
Post a Comment