Kuala Lumpur (AP Photo)
VIVAnews -- Kabupaten Sabang, Nangroe Aceh Darussalam kini sedang berbenah. Kota yang terletak di Pulau Weh, ujung barat Indonesia ini tengah bersiap sebagai kawasan perdagangan bebas.
Melalui program Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas (PBPB), Kota Sabang membentuk Badan Pengusahaan Kawasan Sabang (BPKS) untuk mengoperasikan kawasan perdagangan bebas itu.
Ke depan, barang yang masuk ke Sabang akan terbebas dari bea masuk. Namun, konsep kawasan ini berbeda dengan kawasan perdagangan bebas yang telah ada di Batam. "Sama-sama pajak free untuk barang masuk, tapi di Sabang tak ada tata niaga seperti di Batam," kata Deputi Technical and Development BPKS, Puddu Razak di kantornya, Sabang, Aceh, Minggu 20 Februari 2011.
Lantas, bagaimana supaya sebuah perusahaan bisa mendatangkan barang dengan bebas di Sabang? "Pertama perusahaan terdaftar di BPKS, dan kemudian harus ada kantor di Sabang agar free," kata Puddu.
Ambisi menjadikan Sabang sebagai kawasan perdagangan bebas bukannya tanpa alasan. Letak pulau dimana tugu nol kilo meter Indonesia berada ini dinilai sangat strategis dalam lalu lintas perdagangan internasiolal melalui laut.
"Kalau dilihat di Indonesia letaknya paling ujung, tapi kalau di Asia Pasifik Pulau Weh berada di tengah-tengah, ada di persimpangan yang strategis. Sehingga diharapkan menjadi simpul pelabuhan internasional," kata Puddu.
Dari sejarah, lanjut Puddu, sejak dulu Sabang telah menjadi salah satu tempat singgah kapal-kapal dari luar nusantara. Tercatat, pada tahun 1906, Kapal Beatrix dan Prins dari Belanda pernah singgah di Pelabuhan Sabang. "Kapal itu sangat besar dan canggih di zamannya," kata dia.
Tak hanya itu, pantai sabang termasuk memiliki kedalaman, sehingga kapal-kapal bisa bersandar di pulau di mana tugu titik nol Indonesia ini berada. Kedalaman air di pelabuhan Sabang mencapai 19 meter. Namun, jika dikeruk lagi, kedalamannya bisa mencapai 25 meter. "Jadi termasuk pelabuhan dalam. Bisa menampung kapal yang lebar maupun yang dalam," kata dia.
Untuk mewujudkan kawasan perdagangan bebas itu, sejak 2009 yang lalu Pemerintah Daerah Sabang bersama BPKS membangun pelabuhan multi purpose berstandar internasional. Anggaran Rp1,5 triliun disiapkan untuk pembangunan dermaga sepanjang 423 meter.
"Pada 2012 akan kita bangun berbagai kelengkapannya. Insya Allah 2012 sudah bisa beroperasi," kata dia.
Saat ini, pelabuhan perdagangan yang dimiliki Sabang baru dermaga tinggalan Pelindo yang bisa melayani kapal-kapal kayu untuk bongkar muat. Jika pelabuhan multi purpose itu jadi, diharapkan kapal-kapal besar singgah ke Sabang. "Akan kita bangun tempat kontainer seluas 16 hektare," kata dia.
Untuk pengelolaanya, pelabuhan ini akan dikelola oleh orang-orang profesional di bidang manajemen pelabuhan internasional. "Direktur pelabuhan diambil dari direktur pelabuhan internasional karena mempunyai koneksi dan network pada kapal-kapal internasional yang akan singgah."
Pada 2010, pendapatan Sabang melalui kegiatan perdagangan ini baru mencapai Rp600 juta per tahun. Namun, pada 2011 ini, lagi-lagi Pemda Sabang dan BPKS mempunyai target yang tinggi seiring dimulainya perdagangan bebas. "Pada 2011 kita targetkan pendapatan Rp6 milyar, 10 kali lipat," kata dia.
Pemerintah Sabang dan BPKS, kata Puddu, tak hanya mendesain kawasan perdagangan bebas Sabang untuk perusahaan dagang saja. Namun, mereka juga membuat sebuah konsep yang bisa memberikan akses seluas-luasnya bagi masyarakat Sabang untuk berpartisipasi. "Perusahaan-perusahaan itu nantinya semacam inti plasma, dan masyarakat sebagai plasmanya," kata dia.
Pembangunan Sabang sebagai kawasan perdagangan dan pelabuhan bebas itu bukannya tanpa kendala. Sabang masih kekurangan listrik sebagai penunjang denyut nadi ekonominya. Sekarang, pasokan listrik Sabang masih 5 megawatt dari kebutuhan ideal 120 megawatt. "Kita cari investor, termasuk rencana pembangunan listrik dengan tenaga geotermal (panas bumi)," kata dia.
Namun demikian, segenap Pemerintah Daerah dan masyarakat Sabang yakin jika wilayahnya suatu saat mengulang kejayaan masa lalu sebagai kawasan perdagangan dan pelabuhan bebas internasional.
"Kuala Lumpur 70 tahun lalu masih lumpur, sekarang sudah ada twin tower. Sabang, dalam waktu 70 tahun yang akan datang mungkin akan jadi Kuala Lumpur saat ini." (sj)
• VIVAnews
VIVAnews -- Kabupaten Sabang, Nangroe Aceh Darussalam kini sedang berbenah. Kota yang terletak di Pulau Weh, ujung barat Indonesia ini tengah bersiap sebagai kawasan perdagangan bebas.
Melalui program Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas (PBPB), Kota Sabang membentuk Badan Pengusahaan Kawasan Sabang (BPKS) untuk mengoperasikan kawasan perdagangan bebas itu.
Ke depan, barang yang masuk ke Sabang akan terbebas dari bea masuk. Namun, konsep kawasan ini berbeda dengan kawasan perdagangan bebas yang telah ada di Batam. "Sama-sama pajak free untuk barang masuk, tapi di Sabang tak ada tata niaga seperti di Batam," kata Deputi Technical and Development BPKS, Puddu Razak di kantornya, Sabang, Aceh, Minggu 20 Februari 2011.
Lantas, bagaimana supaya sebuah perusahaan bisa mendatangkan barang dengan bebas di Sabang? "Pertama perusahaan terdaftar di BPKS, dan kemudian harus ada kantor di Sabang agar free," kata Puddu.
Ambisi menjadikan Sabang sebagai kawasan perdagangan bebas bukannya tanpa alasan. Letak pulau dimana tugu nol kilo meter Indonesia berada ini dinilai sangat strategis dalam lalu lintas perdagangan internasiolal melalui laut.
"Kalau dilihat di Indonesia letaknya paling ujung, tapi kalau di Asia Pasifik Pulau Weh berada di tengah-tengah, ada di persimpangan yang strategis. Sehingga diharapkan menjadi simpul pelabuhan internasional," kata Puddu.
Dari sejarah, lanjut Puddu, sejak dulu Sabang telah menjadi salah satu tempat singgah kapal-kapal dari luar nusantara. Tercatat, pada tahun 1906, Kapal Beatrix dan Prins dari Belanda pernah singgah di Pelabuhan Sabang. "Kapal itu sangat besar dan canggih di zamannya," kata dia.
Tak hanya itu, pantai sabang termasuk memiliki kedalaman, sehingga kapal-kapal bisa bersandar di pulau di mana tugu titik nol Indonesia ini berada. Kedalaman air di pelabuhan Sabang mencapai 19 meter. Namun, jika dikeruk lagi, kedalamannya bisa mencapai 25 meter. "Jadi termasuk pelabuhan dalam. Bisa menampung kapal yang lebar maupun yang dalam," kata dia.
Untuk mewujudkan kawasan perdagangan bebas itu, sejak 2009 yang lalu Pemerintah Daerah Sabang bersama BPKS membangun pelabuhan multi purpose berstandar internasional. Anggaran Rp1,5 triliun disiapkan untuk pembangunan dermaga sepanjang 423 meter.
"Pada 2012 akan kita bangun berbagai kelengkapannya. Insya Allah 2012 sudah bisa beroperasi," kata dia.
Saat ini, pelabuhan perdagangan yang dimiliki Sabang baru dermaga tinggalan Pelindo yang bisa melayani kapal-kapal kayu untuk bongkar muat. Jika pelabuhan multi purpose itu jadi, diharapkan kapal-kapal besar singgah ke Sabang. "Akan kita bangun tempat kontainer seluas 16 hektare," kata dia.
Untuk pengelolaanya, pelabuhan ini akan dikelola oleh orang-orang profesional di bidang manajemen pelabuhan internasional. "Direktur pelabuhan diambil dari direktur pelabuhan internasional karena mempunyai koneksi dan network pada kapal-kapal internasional yang akan singgah."
Pada 2010, pendapatan Sabang melalui kegiatan perdagangan ini baru mencapai Rp600 juta per tahun. Namun, pada 2011 ini, lagi-lagi Pemda Sabang dan BPKS mempunyai target yang tinggi seiring dimulainya perdagangan bebas. "Pada 2011 kita targetkan pendapatan Rp6 milyar, 10 kali lipat," kata dia.
Pemerintah Sabang dan BPKS, kata Puddu, tak hanya mendesain kawasan perdagangan bebas Sabang untuk perusahaan dagang saja. Namun, mereka juga membuat sebuah konsep yang bisa memberikan akses seluas-luasnya bagi masyarakat Sabang untuk berpartisipasi. "Perusahaan-perusahaan itu nantinya semacam inti plasma, dan masyarakat sebagai plasmanya," kata dia.
Pembangunan Sabang sebagai kawasan perdagangan dan pelabuhan bebas itu bukannya tanpa kendala. Sabang masih kekurangan listrik sebagai penunjang denyut nadi ekonominya. Sekarang, pasokan listrik Sabang masih 5 megawatt dari kebutuhan ideal 120 megawatt. "Kita cari investor, termasuk rencana pembangunan listrik dengan tenaga geotermal (panas bumi)," kata dia.
Namun demikian, segenap Pemerintah Daerah dan masyarakat Sabang yakin jika wilayahnya suatu saat mengulang kejayaan masa lalu sebagai kawasan perdagangan dan pelabuhan bebas internasional.
"Kuala Lumpur 70 tahun lalu masih lumpur, sekarang sudah ada twin tower. Sabang, dalam waktu 70 tahun yang akan datang mungkin akan jadi Kuala Lumpur saat ini." (sj)
• VIVAnews
0 comments:
Post a Comment