Jakarta, Kompas - Kesempatan bagi Indonesia untuk maju seperti China ada. Akan tetapi, pertanyaannya apakah kita mau berubah dan memiliki tekad untuk bersama membangun negara kita.
George Gozalie, seorang pengusaha Indonesia yang juga berbisnis di China, memberikan pandangannya itu, Minggu (13/2) di Jakarta.
Ia mengatakan, kemajuan China merupakan hasil dari perjuangan panjang, tekun, dan pemerintahan yang tegas. Kemajuan ini merupakan yang tercepat dalam sejarah peradaban manusia. Rakyat China terdorong untuk bekerja keras karena tekanan untuk dapat bertahan hidup.
”Sebaliknya Indonesia sudah sejak lama dimanjakan dengan sumber daya alam yang melimpah dan tanah yang subur. Kini kondisi telah berubah dan masyarakat harus mulai berpikir tentang perubahan menuju kemajuan,” ujar George.
George mengatakan, Indonesia tidak perlu meniru total pola pembangunan China untuk kemajuan. ”Belajar dari pihak yang berhasil merupakan keharusan, tetapi tidak harus meniru persis karena keadaan sosial dan budaya serta sistem politik yang berbeda,” katanya.
”Teringat jelas dalam pikiran saya pada zaman dahulu, rakyat China hidup dalam keadaan susah dan pemerintah harus berpikir keras bagaimana cara menyejahterakan rakyatnya,” kata George.
Sehubungan dengan itu, kata George, suatu kali pernah almarhum pemimpin China, Deng Xiaoping, mengatakan kepada jajaran pemerintahannya untuk melakukan kunjungan kerja ke Singapura.
”Deng mengatakan belajarlah dari negara itu soal bagaimana mereka yang tak memiliki sumber daya alam, tetapi sangat makmur. Misi Deng adalah agar China dapat berubah, tidak hanya menjadi negara makmur seperti Singapura, bahkan harus lebih baik,” tutur George.
Stabilitas dan korupsi
Bagi Indonesia, kata George, untuk bisa beranjak maju, stabilitas harus menjadi perhatian. ”Sikap ulet, rajin, dan keberadaan sikap nasionalisme demi kemajuan bersama adalah hal yang patut kita tiru dari China. Masyarakat China tidak mudah terpancing untuk melakukan tindakan kekerasan,” katanya.
Pemerintah, kata George, harus tegas dan memiliki tangan besi dalam menuntaskan kasus korupsi dan kriminalitas lainnya.
”Di China pada tahun 1990-an tingkat korupsi lebih parah daripada di Indonesia. Pada saat itu terdapat seorang kepala pemerintahan yang bernama Zhu Rong Ji. Zhu mengatakan, ’Sediakan kepada saya 100 peti mati, 99 peti mati untuk para koruptor yang saya tangkap dan satu peti mati untuk saya apabila saya tertangkap melakukan korupsi’.”
Pernyataan ini, kata George, membuat banyak koruptor jera dan orang lain berpikir dua kali jika ingin melakukan tindakan korupsi.
Budaya korupsi, kata George, tidak akan bisa diberantas dalam waktu sekejap. Meski demikian, aturan untuk mencegah korupsi yang sudah ada seharusnya ditegakkan dengan tegas.
”Dengan demikian, walaupun sosok seperti Zhu Rong Ji belum muncul di Indonesia, dengan ketegasan hukum, sosok semacam itu bisa muncul dalam pemerintahan Indonesia di kemudian hari,” kata George.
Namun, sayang, katanya, ketegasan itu belum terlihat di Indonesia. (MON)
• KOMPAS
0 comments:
Post a Comment