BT Lim juga pernah menjabat CEO Compact, CEO Hewlett Packard (HP), CEO PT Mobile-8 Telecom (Fren), dan terakhir Deputy President Director PT Smart Telecom (yang kemudian berubah menjadi SmartFren.
Setelah pensiun dini dari SmartFren Februari 2011 ini, kemana gerangan BT Lim yang sudah 39 tahun bekerja sebagai profesional, bekerja 15 jam sehari, dan 27 tahun di antaranya menjadi orang nomor satu dalam perusahaan?
BT Lim lahir di Palembang, 14 Agustus 1950 sebagai anak kelima dari tujuh bersaudara. Ayahnya advokat terkenal, Mr Lim Tjong Hian, dan salah satu pendiri Universitas Sriwijaya Palembang. Setelah lulus SMA Xaverius I Palembang tahun 1968, BT Lim melanjutkan pendidikan ke Institut Novi (sekarang universitas) di Amsterdam, Belanda, dan mengambil jurusan ilmu komputer. Lim termasuk angkatan pertama dan juga orang Indonesia pertama yang mengenyam pendidikan komputer di Belanda yang paham bahasa mesin.
Selama 20 tahun di Belanda, BT Lim sempat bekerja di supermarket terbesar di Belanda, Co-op Nederland, lalu di Universitas Katolik Nijmegen, dan bekerja di kantor Pemerintah Belanda.
“Kita dapat memetik pelajaran bahwa Pemerintah Belanda tidak melihat nasionalitas seseorang dalam mempekerjakan pegawai tetapi melihat kemampuannya,” kata BT Lim. Tahun 1979, Lim dan istrinya Alien kembali ke Indonesia. Lim menikahi Alien di Belanda tahun 1976. Ayahnya yang bekerja sebagai ahli hukum di Universitas Katolik Nijmegen, meninggal dunia di Belanda pada usia 72 tahun.
Berikut ini wawancara eksklusif Robert Adhi Kusumaputra dari Kompas.com dengan BT Lim saat makan pagi bersama di Hotel Four Seasons Jakarta, Jumat (4/3/11).
Anda termasuk orang Indonesia pertama yang belajar ilmu komputer di Belanda. Setelah kembali ke Indonesia, apa yang Anda kerjakan? Saya sebetulnya nekad balik ke Jakarta karena saya tidak punya pekerjaan. Tapi baru enam hari di Jakarta, saya bertemu pimpinan Metrodata yang kemudian menawarkan saya bekerja di sana. Saya menjadi General Manager Metrodata. Enam bulan kemudian, saya langsung menjabat Managing Director Metrodata Indonesia, perusahaan yang bergerak dalam bidang industri informatika, hardware maupun software, pemegang merk antara lain Epson dan Apple. Saya lima tahun di Metrodata.
Setelah itu, Anda masuk Astra? Saya masuk Astra Internasional tahun 1991, membawa merek Peugeot. Setelah itu saya pindah ke Astra Graphia Information Technology dan PT Digital Astra Nusantara, perusahan patungan Astra dan Digital Equipment Corporation, perusahaan nomor dua terbesar di dunia dalam bidang komputer besar.
Waktu saya masuk, perusahaan itu nyaris bangkrut dan dipimpin orang asing. Saya diminta Presiden Direktur Astra Internasional Pal Teddy Rachmat untuk menyelamatkan investasi Astra Digital. Setelah satu tahun saya pimpin, perusahaan yang rugi itu menjadi untung.
Apa kiat Anda membuat perusahaan yang nyaris bangkrut menjadi untung? Saya membangun kultur baru di perusahaan itu, dari asing minded menjadi kultur kombinasi Amerika-Indonesia. Saya membuat program transformasi, Ocean Voyage. Perjalanan sebuah kapal dari pelabuhan tempat dia singgah menuju pelabuhan yang lebih besar. Dalam perjalanan, muncul banyak masalah, muncul badai dan kerusakan mesin. Namun semuanya dilalui dengan selamat hingga ke tempat tujuan.
Saya melibatkan semua unsur di perusahaan, mulai dari pimpinan hingga karyawan di lapisan bawah. Semua bergandeng tangan bersama ke arah yang ingin dicapai bersama. Saya harus berperang bersama prajurit secara serius.
Saya menganggap karyawan adalah aset terbesar perusahaan, human capital. Dengan arahan yang jelas, saya tegaskan bahwa tak ada yang tidak mungkin. Dari perusahaan rugi bisa menjadi untung, itu mungkin dilakukan. Masalahnya, mau atau tidak. Kalau mau, mari berjuang bersama mencapai tujuan itu.
Di sinilah letak seni kepemimpinan. Kalau kita menganggap karyawan sebagai aset perusahaan, maka semua unsur harus berjuang bersama mencapai hidup yang lebih baik lagi.
Setelah Digital Equipment Corporation diakuisisi Compact, Anda menjadi CEO Compact. Demikian halnya ketika Compact diambil alih HP, Anda juga menjadi CEO HP. Tampaknya Anda aset berharga di perusahaan... Ketika Digital Equipment Corporation diakuisisi Compact, saya diminta Compact untuk tetap memimpin perusahaan ini. Demikian halnya ketika Compact dibeli dibeli Hewlett Packard (HP) tahun 2011. Saya diminta HP menjadi CEO HP di Indonesia. Biasanya memang perusahaan yang membeli, menaruh eksekutifnya. Tapi ini terbalik, saya yang diminta memimpin HP.
Tahun 2003, saya mengundurkan diri dan membuka jalan bagi kader HP menggantikan saya sebagai CEO.
Setelah dari HP, apa yang Anda kerjakan? Satu minggu kemudian, saya ditawari menjadi CEO PT Mobile-8 Telecom yang dikenal dengan nama Fren. Di sini saya membangun Fren dari nol sampai menjadi perusahaan komersial.
Anda tampaknya tidak berhenti bereksplorasi. Setelah mundur dari Mobile-8 Telecom, Anda menggarap perusahaan baru lagi? Saya masuk ke PT Smart Telecom dan menjadi Deputy Presiden Director perusahaan telekomunikasi milik Sinar Mas itu.
Smart mengakusisi Fren dan menjadi SmartFren. Operator ini memberi layanan jasa telekomunikasi selular di Jawa, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Bali, dan Lombok.
Bagaimana Anda melihat perkembangan dunia teknologi informasi dan telekomunikasi di Indonesia masa mendatang? Saya melihat perkembangan dunia teknologi informasi di Indonesia tidak kalah dengan negara-negara maju. Produk-produk baru yang diluncurkan di Amerika dan Eropa, sudah digunakan orang Indonesia. Lihat saja BlackBerry dan iPad. Jadi Indonesia tidak kalah dari negara mana pun juga. Kita ambil contoh Facebook. Jumlah pengguna Facebook di Indonesia sudah mencapai ratusan ribu.
Apa yang perlu dikembangkan bangsa Indonesia agar bisa unggul dalam teknologi informasi? Yang perlu dikembangkan adalah sumber daya manusia agar Indonesia tidak sekadar unggul dalam jumlah pengguna gadget terbaru, tapi juga sanggup memproduksi aplikasi internasional, terutama mobile app.
Terus terang kita tidak kalah dari India dalam kemampuan SDM. Tapi sayangnya Indonesia belum memaksimalkan kemampuan ini. Saya tegaskan orang Indonesia tidak kalah dari bangsa mana pun di dunia, dari sisi kemamouan dan logika, maupun membuat aplikasi modern.
Yang harus diberikan adalah kesempatan. Dan seharusnya lembaga pendidikan di Indonesia memberi lebih banyak kurikulum pendidikan ilmu teknologi informasi. Ilmu ini harus dikembangkan maksimal agar bangsa Indonesia setara dengan bangsa lainnya.
Aplikasi keuangan secara mobile misalnya, sudah terbukti diciptakan orang Indonesia dan dimanfaatkan BCA. Yang harus dilakukan adalah mengembangkan aplikasi yang up-to-date. Misalnya, membuat aplikasi yang bisa membuat orang alert ketika masuk sebuah mal. Pengunjung diingatkan melalui device bahwa di mal itu adalah butik yang sedang memberi diskon 50 persen. Nomor HP pelanggan itu terdeteksi. Ini hanya contoh. Dan ini bisa kita lakukan.
Dalam bidang teknologi, aplikasi sangat mudah berkat kreativitas dan inovasi. Tak ada batasnya.
Lima sampai 10 tahun mendatang, bagaimana dunia teknologi informasi di Indonesia? Lima sampai 10 tahun mendatang, saya melihat anak-anak SD sudah menggunakan komputer jinjing dan smartphone sebagai alat belajar. Akan lebih banyak lagi orang Indonesia yang mengakses internet melalui device.
Di masa mendatang, biaya berkomunikasi dengan smartphone lebih murah. Biaya pemakaian internet juga jauh lebih murah karena ongkos bandwicth turun. Saya juga melihat pada tahun-tahun mendatang, akan banyak perusahaan telekomunikasi yang melakukan akuisisi agar bisa bertahan dalam kompetisi.
Bagaimana dengan perkembangan teknologi informasi di masa depan? Saat ini memang ada wimax yang sudah digunakan. Tapi ada satu lagi teknologi yang lebih canggih, yaitu longterm evolution (LTE). Teknologi ini mengubah cara kita berkomunikasi dan membuka jalan berkomunikasi dengan layar melalui conference call. Saat ini cara ini sudah lazim digunakan namun belum populer karena bandwitch yang terbatas. Ke depan, biayanya semakin murah sehingga penggunaan conference call makin meluas.
Setelah pensiun dini pada Februari 2011 ini, apa yang Anda kerjakan? Saat ini saya istirahat dulu. Saya mengambil pensiun dini dengan alasan kesehatan. Ke depan saya sudah merencanakan membuka usaha sendiri dalam bidang industri yang prospektif.
Saya sudah bekerja selama 39 tahun sebagai profesional dan bekerja 15 jam sehari. Selama 27 tahun di antaranya saya menjadi orang nomor satu di perusahaan. Sulit bagi saya menjadi pengangguran kan? ***
• KOMPAS
0 comments:
Post a Comment