TEMPO Interaktif - Sejumlah ahli meyakini fenomena 'Jabal Magnet' Purwokerto sebagai ilusi optik. Artinya apa yang dilihat mata tidak selalu sesuai dengan kenyataan yang ada.
Fenomena ilusi optik sejak zaman filsuf Plato telah menjadi perdebatan hangat. Bermula pada 450 SM, Epicharmus dan Protagorus berselisih pendapat terkait ilusi optik.
Epicharmus percaya bahwa indra manusia hanya bisa mendengar, melihat, mengecap, mencium dan menyentuh saja. "Sisanya buta dan tuli," kata filsuf ini.
Tapi, Protagorus punya pendapat lain. Ia mengatakan pengalaman manusia di dunia dipengaruhi lingkunganya. "Manusia tidak lain hanyalah sekumpulan sensasi,"kata Protagorus.
Plato sebagai filsuf ternama saat itu menengahi dengan pemikiran bijaknya. "Epicharmus dan Protagorus keduanya benar dan salah,"kata Plato guru dari Aristoteles itu. Plato menyatakan indra manusia bisa dipercaya, tapi dengan mudah tertipu.
Nah, jika benar ilusi optik, artinya apa yang dirasakan penduduk sekitar Banjarsari itu hanyalah tipuan dari indra manusia.
Sebelumnya, puluhan warga merasakan kendaraan yang mereka tumpangi bergerak meski kasat mata jalan yang dilaluinya menanjak. Mereka menyamakan fenomena ini serupa 'Jabal Magnet' sesungguhnya di Madinah, Arab Saudi.
Selain di Purwokerto, fenomena mirip terdeteksi ada di Gunung Kelud. Meski tidak ada magnet yang menarik, kedaraan di jalan menanjak itu bisa bergerak naik tanpa bantuan apa pun. [RUDY I BERBAGAI SUMBER]
• TEMPOInteraktif
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 comments:
Post a Comment