AMERIKA Serikat pada 2 Agustus 2012 mengeluarkan keputusan akhir penyelidikan "sunset review" guna mencabut Bea Masuk Dumping (BMAD) dan Bea Masuk Imbalan (BMI) terhadap produk Certain Lined Paper School Supplies (CLPSS) dari Indonesia.
"Keputusan tersebut diambil karena United States International Trade Commission (USITC) yakin jika BMAD dan BMI produk CLPSS asal Indonesia tidak akan menyebabkan kerugian material terhadap industri dalam negeri Amerika Serikat," kata Direktur Pengamanan Perdagangan Kemendag Ernawati, dalam pernyataan tertulis, Jumat (24/8).
Namun USITC memutuskan hal yang berbeda terhadap produk CLPSS sejenis dari China dan India yang menyatakan bahwa produk dari kedua negara tersebut akan tetap dikenakan BMAD dan BMI karena dianggap berpotensi menimbulkan kerugian material bagi industri dalam negeri AS.
Penyelidikan "sunset review" produk CLPSS tersebut dimulai pada 1 Agustus 2011 oleh United States Department of Commerce (USDOC), sedangkan penyelidikan dumping dan subsidi terhadap produk CLPSS asal Indonesia, India dan China telah dimulai sejak 7 Oktober 2005.
Permohonan penyelidikan Anti Dumping (AD) dan Countervailing Duties (CVDs) diajukan oleh the Association of American School Paper Suppliers, sedangkan perusahaan yang dituduh adalah Sinar Mas Group (Pabrik Tjiwi Kimia) asal Indonesia.
Setelah melakukan penyelidikan selama beberapa bulan, USDOC akhirnya mengeluarkan Preliminary Determination pada 7 Februari 2006 yang berisi pengenaan Bea Masuk Anti Dumping Sementara (BMADS) sebesar 97,85 persen hingga 118,63 persen kepada produk CLPSS asal ketiga negara tersebut.
"Saat itu kami melakukan berbagai upaya diantaranya melakukan koordinasi dengan berbagai instansi terkait seperti Kementerian Kehutanan, Kementerian Keuangan, Badan Koordinasi Penanaman Modal, PT. Perusahaan Pengelola Aset serta dunia usaha dalam menjawab kuesioner yang diberikan USDOC," kata Ernawati.
Menurut dia, pemerintah Indonesia juga telah menyampaikan submisi kepada USDOC pada 24 Februari 2006 yang berisi sanggahan terhadap tuduhan subsidi AS tersebut dengan menjelaskan kebijakan Indonesia di bidang kehutanan, keuangan dan investasi.
Ernawati mengaku bea masuk yang dikenakan sangat besar karena AS menggunakan data dan informasi yang dimiliki oleh USDOC (Total Adverse Fact Available) sebagai dasar pengenaan tersebut sehingga produk CLPSS Indonesia sulit memasuki pasar AS.
"Tapi kami terus berupaya melakukan pendekatan dengan AS dan menunjukkan sejumlah bukti tidak adanya praktik dumping dan subsidi yang dilakukan oleh pemerintah dan produsen CLPSS Indonesia, hingga pada akhirnya pihak USDOC melihat bahwa produk CLPSS Indonesia tidak mengancam kelangsungan industri dalam negeri AS," kata Ernawati.
Menurut data USITC, ekspor CLPSS Indonesia ke AS pada 2003 mencapai 91,3 juta dolar AS. Kemudian pada 2004 jumlahnya turun menjadi 79,9 juta dolar AS dan naik kembali pada 2005 mencapai 98,5 juta dolar AS.
Setelah ekspor sempat terhenti pada 2006, ekspor CLPSS Indonesia pada 2010 dan 2011 mulai memasuki pasar AS kembali dengan total nilai ekspor yang jauh lebih rendah yaitu 16 ribu dolar AS pada 2010 dan 58 ribu dolar AS pada 2011. Antara
"Keputusan tersebut diambil karena United States International Trade Commission (USITC) yakin jika BMAD dan BMI produk CLPSS asal Indonesia tidak akan menyebabkan kerugian material terhadap industri dalam negeri Amerika Serikat," kata Direktur Pengamanan Perdagangan Kemendag Ernawati, dalam pernyataan tertulis, Jumat (24/8).
Namun USITC memutuskan hal yang berbeda terhadap produk CLPSS sejenis dari China dan India yang menyatakan bahwa produk dari kedua negara tersebut akan tetap dikenakan BMAD dan BMI karena dianggap berpotensi menimbulkan kerugian material bagi industri dalam negeri AS.
Penyelidikan "sunset review" produk CLPSS tersebut dimulai pada 1 Agustus 2011 oleh United States Department of Commerce (USDOC), sedangkan penyelidikan dumping dan subsidi terhadap produk CLPSS asal Indonesia, India dan China telah dimulai sejak 7 Oktober 2005.
Permohonan penyelidikan Anti Dumping (AD) dan Countervailing Duties (CVDs) diajukan oleh the Association of American School Paper Suppliers, sedangkan perusahaan yang dituduh adalah Sinar Mas Group (Pabrik Tjiwi Kimia) asal Indonesia.
Setelah melakukan penyelidikan selama beberapa bulan, USDOC akhirnya mengeluarkan Preliminary Determination pada 7 Februari 2006 yang berisi pengenaan Bea Masuk Anti Dumping Sementara (BMADS) sebesar 97,85 persen hingga 118,63 persen kepada produk CLPSS asal ketiga negara tersebut.
"Saat itu kami melakukan berbagai upaya diantaranya melakukan koordinasi dengan berbagai instansi terkait seperti Kementerian Kehutanan, Kementerian Keuangan, Badan Koordinasi Penanaman Modal, PT. Perusahaan Pengelola Aset serta dunia usaha dalam menjawab kuesioner yang diberikan USDOC," kata Ernawati.
Menurut dia, pemerintah Indonesia juga telah menyampaikan submisi kepada USDOC pada 24 Februari 2006 yang berisi sanggahan terhadap tuduhan subsidi AS tersebut dengan menjelaskan kebijakan Indonesia di bidang kehutanan, keuangan dan investasi.
Ernawati mengaku bea masuk yang dikenakan sangat besar karena AS menggunakan data dan informasi yang dimiliki oleh USDOC (Total Adverse Fact Available) sebagai dasar pengenaan tersebut sehingga produk CLPSS Indonesia sulit memasuki pasar AS.
"Tapi kami terus berupaya melakukan pendekatan dengan AS dan menunjukkan sejumlah bukti tidak adanya praktik dumping dan subsidi yang dilakukan oleh pemerintah dan produsen CLPSS Indonesia, hingga pada akhirnya pihak USDOC melihat bahwa produk CLPSS Indonesia tidak mengancam kelangsungan industri dalam negeri AS," kata Ernawati.
Menurut data USITC, ekspor CLPSS Indonesia ke AS pada 2003 mencapai 91,3 juta dolar AS. Kemudian pada 2004 jumlahnya turun menjadi 79,9 juta dolar AS dan naik kembali pada 2005 mencapai 98,5 juta dolar AS.
Setelah ekspor sempat terhenti pada 2006, ekspor CLPSS Indonesia pada 2010 dan 2011 mulai memasuki pasar AS kembali dengan total nilai ekspor yang jauh lebih rendah yaitu 16 ribu dolar AS pada 2010 dan 58 ribu dolar AS pada 2011. Antara
(Jurnas)
0 comments:
Post a Comment