Jakarta (ANTARA News) - Meskipun abalon (Haliotis spp.) lazimnya hidup di perairan negara empat musim, para peneliti Indonesia telah berhasil mengembangkan teknologi pembenihan abalon secara massal.
"Kita siap produksi benih secara massal, agar bisa memanen abalon dalam waktu 1-1,5 tahun ke depan," kata Ibnu Rusydi, salah seorang peneliti abalon yang tergabung dalam Balai Besar Riset Perikanan dan Pengembangan Budidaya Laut Gondol, Bali.
Ibnu Rusydi menjelaskan bahwa sejak tahun 2008 tim penelitiannya telah sukses memulai produksi benih abalon jenis Haliotis spp yang asli Bali selatan namun sangat mirip dengan abalon yang hidup di perairan Taiwan.
Dari setiap 150 ribu larva, hanya bisa dihasilkan sekitar 20 ribu benih dengan panjang 1 sentimeter, dan benih abalon itu dijual Rp 750 per sentimeternya.
"Abalon siap panen pada usia di atas satu tahun. Dengan panjang 5 cm dan berat sekitar 50 gram, abalon dihargai Rp300.000 per kilogram ke pasar-pasar Asia seperti China, Hong Kong, dan Taiwan," ujarnya.
Budidaya abalon--salah satu jenis siput laut-- tergolong sangat potensial secara ekonomis karena para pembudidaya cukup memberikan pakan rumput laut Grasillaria dan sejauh ini belum ada ancaman penyakit.
"Tapi kan abalon ini belum banyak dikenal di masyarakat kita. Mereka masih bingung jualnya ke mana?" kata Ibnu Rusydi menirukan kekhawatiran para pembudidaya abalon dalam negeri.
Padahal para penyelam biasanya mencuri abalon dari alam, dan dijual ke pasar gelap dengan resiko merusak terumbu karang, ujar dia.
"Untuk itulah .. kami mencoba diseminasi hasil penelitian kami ini mulai tahun 2012 dan dilanjutkan tahun depan, agar para pembudidaya di Indonesia bisa turut menikmati manisnya berbisnis abalon," demikian Ibnu.(ANT)
(Antara)
0 comments:
Post a Comment