Tuesday, 11 December 2012

BPPT: Teknologi Zero Delta Q Kurangi Risiko Banjir

http://www.investor.co.id/media/images/medium2/20121128111629804.jpg
Banjir Jakarta. Karikatur Investor Daily
Jakarta � Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) mempersiapkan teknologi Zero Delta Q (teknologi penyerapan air) yang lebih baik dibanding membangun sarana drainase konvensional untuk mengurangi risiko banjir.

"Prinsip zero Delta Q adalah keharusan setiap bangunan tidak mengakibatkan bertambahnya debit air ke sistem saluran drainase atau sistem aliran sungai. Idealnya, setiap bangunan menyerap air hujannya masing-masing," kata perekayasa Pusat Teknologi Sumberdaya Lahan, Wilayah dan Mitigasi Bencana BPPT Budi Rahayu di Jakarta, Selasa.

Pada Workshop Pengurangan Risiko Banjir Jakarta Berbasis ilmu Pengetahuan dan Teknologi serta Partisipasi Masyarakat tersebut, Budi mengatakan, prinsip zero Delta Q atau "tak ada penambahan debit air" sesuai dengan PP no 26 tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang wilayah Nasional di pasal 106.

Banjir, menurut dia, disebabkan oleh air yang tidak meresap ke tanah karena terlalu banyak melimpas ke selokan, sungai dan sistem drainase yang tak mampu menampung air hujan. Karena itu sangat penting dikembangkan teknologi peresapan air untuk masing-masing bangunan.

Teknologi zero Delta Q yang telah dikaji BPPT tersebut mencakup biopos (biopori plus pengomposan) untuk perumahan kota, lubang galian (jogangan) untuk perkampungan yang masih memiliki pekarangan luas, disain teknologi sumur resapan dan sumur injeksi untuk perkantoran dan pertokoan.

"Suatu lahan dengan tutupan alami hanya melimpaskan (run-off) air 10%, suatu lahan dengan permukaan kedap air 10-20% akan melimpaskan air 20%, lahan dengan permukaan kedap air 35-50% akan melimpaskan air 30%, sedangkan permukaan dengan 75-100% kedap air akan melimpaskan air 55%," katanya.

Sementara itu, Peneliti Rehabilitasi Lahan BPPT Hasmono Soewandito mengatakan, pembuatan lubang resapan biopori di perumahan berpekarangan sebanyak 5.000 lubang per hektare atau 50 lubang untuk setiap lahan 100 m2, efektif mengurangi risiko banjir hingga 99,5% dan untuk pemukiman padat penghuni efektivitas 78,2%.

"Jika 10%-nya saja diterapkan yakni lima lubang per 100 m2 maka efektivitasnya menjadi 9,9% untuk yang pemukiman berpekarangan dan 7,8% untuk pemukiman padat. ini cukup bagus untuk mengurangi banjir," katanya.

Sementara itu Kepala Balai Besar Wilayah Sungai Ciliwung-Cisadane Kementerian Pekerjaan Umum Imam Santoso mengatakan, penanganan lima sungai seperti Ciliwung, Buaran dan Cakung telah menurunkan 16 titik banjir dari 78 titik di Jakarta, misalnya titik Kelapa Gading.

Sedangkan penanganan sungai Pesanggrahan, Angke dan Sunter diharapkan juga bisa mengurangi 12 titik banjir di Jakarta.(ant/gor)


0 comments:

Post a Comment

 
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...