Menurut Peneliti Risiko Bencana Lembaga Ilmu Pengetahuan (LIPI) Herryal Zanwar saat dihubungi INILAH.COM pada Jumat (11/03), bangunan tahan gempa baru diterapkan setelah 2010.
“Tahun sebelumnya, bangunan masih menggunakan standar yang lalu”. Selain itu, peta gempa di Indonesia juga mengalami revisi dan baru diketahui setahun ini. Akibatnya, perlu sosialisasi menyeluruh untuk memahami pemetaan standarisasi bangunan tahan gempa yang baru.
Selain itu, ia mengaku, tingkat kesiapan orang Indonesia masih kurang. “Berbeda, orang-orang Jepang jauh lebih siap jika ada bencana semacam ini." Alhasil, korban yang jatuh bisa diminimalisir.
Jepang juga memiliki peraturan pembangunan yang tak bisa ditawar-tawar dan harus memenuhi standar mitigasi. Karenanya, pemerintah Indonesia harus menyusun peraturan mengenai bangunan tahan gempa dengan tegas.
Meski gempa tak dapat diprediksi, dampak yang timbul bisa diminimalisir dengan membangun rumah tahan gempa. Ketika gempa dan tsunami melanda Aceh 2004 lalu, sebagian besar rumah tradisional (berbahan kayu) masih tetap berdiri kokoh.
Di Jepang, ratusan gempa sering terjadi. Namun, karena bahan dasar rumah orang Jepang adalah kayu dan kertas, ditambah pintu yang bisa digeser kesamping, serta meja ala Jepang yang hampir menyentuh lantai, orang Jepang bisa leluasa melakukan prosedur yang harus dilakukan saat gempa atau tsunami terjadi.
Kini, Jepang pun memiliki teknologi baru, yakni rumah barrier. Rumah bola nomaden ini memiliki banyak keistimewaan. Termasuk, tahan gempa dan bisa mengapung di air. Rumah bola ini dibuat berdasarkan Hukum Bernauli, “Jika ada angin berhembus di bawah suatu benda, maka benda akan mengalami tekanan gaya ke bawah”.
Selain itu, rumah itu memiliki dinding yang terdiri dari 32 sisi. Rahasia dari rumah ini adalah pada sistem pondasinya. Pondasi rumah ini menggunakan struktur bebas. Pemberian gaya yang merata di 32 sisi dinding rumah bola ini bisa menyebabkan rumah bola memiliki kekuatan yang merata di setiap bagiannya.
Bahan rumah ini terdiri dari tiga lapisan, lapisan tengah mampu mengalirkan udara masuk dan keluar. Bagian sisi paling luar dibuat dari bahan urethane anti air, lapisan tengah adalah agregat (kerikil) dan lapisan dalamnya terbuat dari bahan kayu.
Alhasil, sela-sela kerikil ini bisa dimanfaatkan untuk mengalirkan udara. Jika terjadi banjir, rumah ini secara otomatis mengapung di atas air. Hanya saja rumah ini tak bisa dikendalikan penghuninya dan terus terbawa arus.
0 comments:
Post a Comment