JAKARTA, KOMPAS.com — Setiap hari, situs-situs web dan server internet di Indonesia mendapat serangan cyber sebanyak 1,5 juta kali. Untuk mencegahnya, Indonesia sampai harus belajar ke Jepang.
Hingga saat ini, Jepang adalah salah satu negara dengan jumlah hacking terbesar di dunia. Japan CERT adalah salah satu organisasi pemerintah yang mengawasi internet dengan 700 sensor lebih, tersebar di seluruh penjuru di Negeri Sakura.
Pada 2009, jumlah situs web dan server internet di Jepang yang diretas oleh hacker telah mencapai 2 juta kali. Oleh karena itu, Indonesia memandang perlu untuk belajar tentang hacking dari Jepang.
"Kita memang baru saja kerja sama dengan Kementerian ICT Jepang untuk membahas cyber crime lintas negara," kata Menteri Komunikasi dan Informatika Tifatul Sembiring, saat ditemui di acara Journal Radio Asia "Connect Me to the World" di Hotel Crown Plaza Jakarta, Senin (7/5/2012).
Dengan kerja sama tersebut, Indonesia dan Jepang bisa belajar mengetahui dari mana serangan hacking yang dilakukan sekaligus cara mengatasi serangan hacking dari seluruh dunia.
Kerja sama tersebut diwujudkan dalam penandatanganan kerja sama (Memorandum of Understanding/ MOU) antara Kementerian Komunikasi dan Informatika dan Kementerian ICT Jepang.
"Ini memang masih awal, detail kerjasamanya baru akan kami rancang kemudian," ujarnya.
Kepala Pusat Informasi dan Hubungan Masyarakat Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) Gatot S Dewa Broto menjelaskan, serangan hacker setiap tahun mengalami peningkatan secara signifikan.
"Di tahun lalu saja, sudah ada rata-rata 1,25 juta kali per hari. Bahkan tahun lalu situs Kominfo juga jebol hingga tiga kali," kata Gatot.
Gatot mengaku serangan hacker tersebut kebanyakan berasal dari alamat IP Amerika Serikat, Rusia, China, dan sebagian kecil dari negara-negara di Eropa. Kebanyakan dari hacker tersebut berasal dari perseorangan.
Ketua Indonesia Security Incident Response Team on Internet Infrastructure (ID-SIRTII) Rudy Lumanto menjelaskan, peningkatan serangan hacker tersebut dilakukan karena seiring pertumbuhan pengguna internet di Tanah Air dan luar negeri.
"Hacker tersebut biasanya menyerang situs-situs lembaga pemerintah. Bukan secara khusus menyerang, tetapi biasanya mereka cuma iseng," kata Rudy.
Rudy mengaku serangan tersebut memang beragam, tidak hanya dari dalam negeri, tetapi juga berasal dari luar negeri.
Akan tetapi, Rudy juga tidak bisa langsung menerka bahwa hacker tersebut berasal dari luar negeri secara murni. Bisa saja, hacker tersebut berasal dari Indonesia, tetapi memakai alamat Internet Protocol (IP) luar negeri.
Serangan hacker tersebut biasanya menyerang komputer berbasis SQL, DOS, ICNT, dan bahkan bisa berupa virus berbahaya (malware).
"Biasanya kecenderungan serangan hacker meningkat di awal dan akhir tahun. Bahkan serangan itu bisa meningkat dua kali lipat dari hari biasa," tuturnya.
Bidang Hubungan Kerja Sama Antarlembaga ID-SIRTII Muhammad Salman menjelaskan, serangan hacker tersebut biasanya menyerang aplikasi berbasis database web.
"Akan tetapi, serangan berbasis web database, seperti SQL dan semacamnya, itu tidak terlalu mengkhawatirkan. Untuk mengatasinya juga tidak sulit," kata Salman.
• KOMPAS.com
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 comments:
Post a Comment