Wednesday, 2 May 2012

Senjata Biologi Melawan Artritis

Siang itu, raut muka Ajat Sudrajat tampak segar. Penderitaannya jauh berkurang meski tak secara total bebas dari derita akibat artritis reumatoid. Hal itu terjadi setelah ia mengikuti uji klinis obat biologi tocilizumab.

Banyak perubahan yang saya alami,” kata Ajat, Jumat (13/4), pada konferensi media ”Monoterapi Tocilizumab: Transformasi Nyata bagi Pasien Artritis Reumatoid” di Jakarta.

Ajat (44) dari Sumedang, Jawa Barat, berprofesi sebagai perawat. Ia merupakan satu dari 39 pasien artritis reumatoid di Indonesia yang berpartisipasi untuk uji klinis tocilizumab dalam program ”Picture Ina” di Rumah Sakit (RS) Hasan Sadikin Bandung.

Tocilizumab adalah penghambat reseptor interleukin-6. Obat ini berbahan baku protein, bukan bahan kimia obat, sehingga disebut obat biologi. Obat diberikan lewat infus empat minggu sekali sebanyak enam ulangan.

Uji klinis tocilizumab dilangsungkan pada periode Februari 2011 hingga Januari 2012 di lima pusat studi meliputi RS Cipto Mangunkusumo Jakarta, RS Hasan Sadikin Bandung, RS dr Sardjito Yogyakarta, RS dr Soetomo Subaraya, dan RS Syaiful Anwar Malang.

Ketua Asosiasi Reumatologi Indonesia Handono Kalim mengatakan, artritis reumatoid tidak bisa pulih sepenuhnya. Pengobatan hanya mengurangi dampak penyakit (remisi). Hasil analisis uji klinis terhadap 39 pasien, tingkat remisi dari total 28 persendian tubuh yang diperiksa mencapai 85 persen. Tingkat remisi dari total persendian dikenal sebagai diseases activity score-28 (DAS-28).

”Hasil uji klinis ini memberikan harapan baru bagi penderita artritis,” kata Handono.

Nyeri persendian

Penyebab artritis reumatoid belum diketahui secara pasti. Gejala awal penyakit ini ditandai dengan rasa nyeri dan terjadi proses kerusakan sendi. Dalam dua tahun pertama, ditengarai 70 persen penderita artritis reumatoid mengalami kerusakan tulang sendi.

Artritis reumatoid menyebabkan anemia, dan bisa mengganggu organ jantung. Pengenalan secara dini artritis reumatoid sangat penting untuk efektivitas pengobatan. ”Gejala dini artritis reumatoid di antaranya bengkak dan nyeri sendi di jari,” ujar Handono.

Menurut dia, artritis reumatoid merupakan gangguan otoimun, dalam hal ini sistem kekebalan tubuh menyerang sendi. Interleukin-6 dalam darah merupakan mediator kunci peradangan sendi.

”Peningkatan interleukin-6 di dalam darah berkontribusi meningkatkan peradangan, pembengkakan, kerusakan, dan kehancuran tulang sendi. Terapi tocilizumab menghambat dan mengikat interleukin-6 sehingga mengurangi peradangan,” kata Handono.

Menurut dia, prevalensi artritis reumatoid di Indonesia pada penduduk dewasa (di atas 18 tahun) berkisar 0,1 persen hingga 0,3 persen. Pada anak dan remaja prevalensinya satu per 100.000 orang. Diperkirakan jumlah penderita artritis reumatoid di Indonesia 360.000 orang lebih.

Nyeri yang dirasakan Ajat di hampir seluruh persendian tubuh membuat ia tidak leluasa bergerak, merasa lelah berkepanjangan dan turun kualitas hidupnya. Dari video yang direkam beberapa bulan lalu, kelihatan wajah Ajat lesu, sangat berbeda dengan kondisi saat ini.

Sebelum pengobatan, persendian jari Ajat membengkak. Ia kesulitan memegang gelas. Ketika shalat, Ajat tampak kesakitan saat hendak membungkuk (ruku’). Apalagi ketika bersujud, rasa nyeri di seluruh persendian tubuh menghalanginya. Saat berjalan, Ajat tampak tertatih dan berat melangkahkan kaki.

”Profesi saya perawat, semestinya membantu orang lain. Tetapi, akibat artritis, hampir seluruh aktivitas saya membutuhkan bantuan orang lain,” kata Ajat.

Rasa nyeri dan perasaan menjadi beban bagi orang lain menimbulkan depresi.

Hal serupa dialami Anny Siregar, yang juga menjadi peserta uji klinis tocilizumab Indonesia. Penderitaan Anny akibat artritis jauh berkurang setelah diterapi dengan obat biologi itu.

Handono mengatakan, biaya pengobatan artritis reumatoid dengan terapi tocilizumab memang tidak sedikit. Tetapi, ini penting dilakukan untuk memulihkan kualitas hidup penderita.

”Tocilizumab kini sudah mendapat persetujuan dan terdaftar di Badan Pengawas Obat dan Makanan,” kata Presiden Direktur Roche Indonesia Mike Chricton. Roche adalah perusahaan farmasi yang mengembangkan serta memegang hak paten tocilizumab.

Efek samping

Menurut situs Drug.com, pengguna tocilizumab perlu berhati-hati. Tocilizumab meningkatkan risiko terkena infeksi serius, bahkan sering fatal, termasuk tuberkulosis dan infeksi jamur. Selain itu juga bisa menimbulkan sakit kepala, pusing, muntah, gangguan penglihatan, dan reaksi alergi.

”Untuk itu, pasien yang menderita infeksi perlu diobati lebih dulu,” kata Arya Wibitomo, Kepala Manajemen Medis Roche Indonesia.

Terapi tocilizumab mendapat persetujuan di Jepang tahun 2005, di Uni Eropa pada Januari 2009, dan di Amerika Serikat pada Januari 2010. Saat ini sudah 90 negara menyetujui penggunaan tocilizumab. (Kompas, 2 Mei 2012/ humasristek)

0 comments:

Post a Comment

 
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...