Strategi Pembiayaan I Utang Tak Bisa Dicicil Tanpa Mengutang Lagi
Jakarta � Strategi pengelolaan utang pemerintah saat ini, yang mengandalkan penerbitan surat utang negara, dinilai lebih buruk dibandingkan periode sebelum krisis 1998, dengan andalan utang luar negeri.
Bahkan, tahun depan pemerintah bakal kedodoran memenuhi kewajiban utang karena kapasitas pembayaran kembali atau repayment capacity makin melemah. Hal itu disebabkan penerimaan negara dikurangi belanja dalam APBN Perubahan 2012 di luar pembayaran cicilan pokok dan bunga utang telah minus 72,3 triliun rupiah.
Artinya, keuangan negara sudah cukup kritis karena pemerintah sudah tidak mampu lagi memenuhi kewajiban utang tanpa menarik utang baru. Akibatnya, beban utang bisa dikatakan memasuki fase kritis dan stok utang akan terus bertambah setiap tahun.
Pemerintah memproyeksikan total utang pada 2013 sebesar 2.160 triliun rupiah atau bertambah 171 triliun rupiah dibandingkan utang 2012 yang mencapai 1.991 triliun rupiah.
Ekonom Universitas Lambung Mangkurat Banjarmasin, Hidayatullah Muttaqin, menjelaskan pengelolaan utang pemerintah lebih parah dibanding periode sebelum krisis moneter 1998. Bedanya, dulu bertumpu pada beban utang luar negeri, sedangkan sekarang bertumpu pada beban utang obligasi, khususnya surat utang Negara (SUN).
"Namun intinya sama, yakni membebani APBN," jelas dia, Rabu (26/12).
Menurut dia, setiap tahun cicilan utang yang dibayar dalam APBN semakin besar, tetapi utang negara justru semakin besar. Pada 2012, beban cicilan pokok dan bunga utang dalam APBN mencapai 288 triliun rupiah, bertambah 38 triliun rupiah dari beban pembayaran tahun 2011.
Di sisi lain, pemerintah terus menambah pinjaman baru. Pada 2008, pinjaman yang ditarik pemerintah, baik melalui SUN maupun utang luar negeri mencapai 176 triliun rupiah lebih. "Namun, tahun ini jumlahnya membengkak menjadi lebih dari 326 triliun rupiah," imbuh dia.
Oleh karena itu, menurut Muttaqien, tidak aneh jika kemudian utang pemerintah tidak pernah berkurang, justru semakin bertambah. Kecenderungannya pengelolaan utang seperti gali lubang tutup lubang. "Sehingga saya yakin pola yang seperti ini akan semakin menggerogoti kemampuan pemerintah mengelola utang dan tentu saja akan sangat menekan belanja publik," kata dia.
Mengenai beban utang SUN, kata Muttaqien, pemerintah cenderung tidak mengungkap bagaimana beban utang SUN, cicilan pokok, dan bunganya. Meskipun data tersebut dipublikasikan secara terbuka, dalam bahasa komunikasi pemerintah kepada masyarakat hanya menyampaikan rasio utang terhadap PDB, tidak mengomunikasikan bagaimana tren beban cicilan pokok dan bunga SUN. Pemerintah seakan-akan menyembunyikan masalah ini dari masyarakat.
"Saya tidak mengetahui persisnya, tetapi di balik beban utang yang ditanggung masyarakat melalui pajak, ada sekelompok orang yang menikmati utang yang dibuat pemerintah," ujar dia.
Berantas Korupsi
Sementara itu, pengamat ekonomi dari Universitas Airlangga Surabaya, Karyadi Mintaroem, menilai pemerintah bisa melakukan banyak hal untuk mengurangi beban anggaran yang semakin besar.
"Terutama pemberantasan korupsi yang sudah menyebar di semua sektor. Perilaku ini (korupsi) menimbulkan ekonomi biaya tinggi yang menghambat pembangunan karena membebani anggaran," jelas dia.
Karyadi menambahkan Indonesia bisa mencontoh India yang telah mencanangkan Nasional Swadesi, yakni gerakan untuk pemanfaatan produk-produk dalam negeri, mulai pertanian, industri otomotif, elektronik, garmen, dan lainnya.
"Untuk melakukan langkah ini, para elite diharapkan memberikan contoh dengan memakai hasil produksi dalam negeri."
Direktur Koalisi Anti Utang, Dani Setiawan, mengemukakan utang luar negeri pemerintah berkaitan dengan pelaksanaan agenda neoliberalisme di Indonesia. "Besarnya utang luar negeri menandakan membesarnya dominasi asing dalam kepemilikan dan kontrol terhadap faktor produksi di Tanah Air," ujar dia.
Akibatnya, lanjut Dani, kegiatan produksi di Indonesia mengabdi bagi sebesar-besarnya keuntungan penyokong kredit tersebut. "Baik pemerintah maupun swasta pasti akan berupaya memenuhi kewajiban pembayaran utang. Tetapi, hal tersebut akan dilakukan dengan cara menindas rakyat," tegas dia.
Dia menegaskan, porsi pembayaran utang luar negeri pemerintah akan mengorbankan alokasi anggaran bagi kesejahteraan rakyat dan pembangunan infrastruktur publik. Sementara pembayaran utang luar negeri swasta akan semakin menekan upah buruh dan jaminan akan hak-hak buruh lainnya. "Semakin maraknya utang luar negeri, baik swasta maupun pemerintah, menjadi sumber pelarian modal asing dari Indonesia. Sumber keuangan yang disediakan oleh utang luar negeri dianggap dapat mengatasi kekurangan valuta asing yang akan dipakai untuk membayar utang," tegas Dani.
SB/lex/WP
Dia menambahkan tekanan beban utang pemerintah terhadap perekonomian semakin lengkap dengan membengkaknya utang luar negeri swasta. Per Agustus 2012, utang luar negeri swasta meningkat lebih dari 14 persen dibandingkan tahun 2011 menjadi 122 miliar dollar AS. Peningkatan jumlah utang swasta, jika dihitung dari tahun 2008, mencapai 89 persen lebih.
Dengan demikian, beban utang pemerintah tidak hanya masalah kemampuan APBN, tetapi juga akan menghadapi akibat semakin besarnya beban utang luar negeri swasta terhadap perekonomian. Nilai tukar rupiah akan menjadi rentan, apalagi pasar valas di Indonesia tipis. "Sehingga ini menggambarkan seperti posisi Indonesia sebelum krisis moneter '98 yang ditandai dengan membengkaknya utang luar negeri swasta," tutur dia.
Dia menambahkan, tantangan terbesar dalam pemanfaatan produk dalam negeri adalah dari pemerintah dan sekelompok pengusaha yang tetap menjalankan kebijakan impor bahan pangan.
"Mereka mempermainkan stok dan harga sehingga pemerintah kita terpaksa harus mengimpor. Buntutnya petani kita yang menjadi korban karena hasil pertaniannyan tidak terserap pasar karena kalah bersaing dengan produk-produk impor," paparnya.
Menurutnya, obligasi rekap merupakan langkah pahit yang harus dilakukan pemerintah untuk melanjutkan pembangunan.
"Obligasi rekap adalah utang yang sifatnya dalam negeri, memang ini adalah langkah pahit tapi masih lebih baik daripada kita berutang ke luar negeri. Utang luar negeri akan semakin membebani anggaran," jelasnya.
0 comments:
Post a Comment