Jakarta � September lalu, kegegeran besar melanda industri telekomunikasi tanah air. PT Telkomsel, operator seluler terbesar di Indonesia dengan 122 juta pelanggan dinyatakan pailit oleh Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Pangkal permasalahannya adalah perjanjian kerja sama antara Telkomsel dengan PT Prima Jaya Informatika dalam pengadaan kartu perdana pra bayar berdesain gambar atlet nasional. Kontrak kedua belah pihak tertuang dalam surat bernomor PKS.591/LG.05/SL/VI/2011 dan 031/PKS/PJI/TD/VI/2011 tertanggal 01 Juni 2011.
Perjanjian berdurasi dua tahun tersebut menawarkan keuntungan besar bagi kedua belah pihak. Telkomsel memiliki kewajiban menyediakan voucher isi ulang bertema khusus olah raga dalam jumlah 120.000.000 lembar yang terdiri dari Rp 25.000 dan voucher isi ulang Rp 50.000. Voucher-voucher tersebut setiap tahunnya bakal dijual oleh Prima Jaya.
Bukannya mereguk untung, Prima Jaya malah harus rugi besar, mencapai Rp 5,3 miliar. Pasalnya Telkomsel memutuskan kontrak secara sepihak Juni tahun ini. Direksi Telkomsel menilai, rekanan mereka itu tidak becus menjual voucher, sehingga bisa dianggap gagal memenuhi target kontrak kerja.
Gugatan pun dilayangkan. Prima Jaya menuding Telkomsel tidak membayar dua utang yang telah jatuh tempo dan dapat ditagih.
Hasilnya Hakim PN Jakarta Pusat Agus Iskandar pada 15 September lalu memenangkan gugatan Prima Jaya, dan memutuskan Telkomsel pailit alias bangkrut karena tidak bisa melunasi tanggungannya. Jagat telekomunikasi geger. Anggota DPR sampai Menteri BUMN Dahlan Iskan angkat bicara. Semua mempertanyakan, mengapa perusahaan sebesar Telkomsel bisa dinyatakan pailit.
Rupanya, 'kebangkrutan' Telkomsel hanya berlangsung singkat. Mahkamah Agung (MA) dalam sidang kasasi 22 November lalu membatalkan status pailit anak perusahaan PT Telkom itu. Operator seluler itupun lega. Sebaliknya, Prima Jaya meradang. Mereka merasa dizalimi, lantaran tuduhan tidak mampu memenuhi kontrak tidak pernah terbukti. Kini, sebulan pascaputusan, tetap tidak ada dukungan buat Prima Jaya. Pemerintah bahkan tegas membela Telkomsel. Juru bicara Kementerian Telekomunikasi dan Informatika Gatot S. Dewa Broto mengaku saat pertama kali mendengar kasasi Telkomsel dikabulkan, dia langsung mengapresiasi.
"Saya pejabat pertama yang bilang putusan (MA) itu harus kita hormati, perlu kita bela Telkomsel," ujarnya kepada merdeka.com, Kamis (20/12).
Gatot menilai pembelaan pemerintah bukan tanpa alasan. Dia berpegang pada rekam jejak Telkomsel yang selalu patuh membayar kewajibannya pada pemerintah, baik melalui pajak atau iuran lain sesuai UU telekomunikasi. "Selama ini (Telkomsel) bayar BHP (iuran penggunaan frekuensi) ke kami nggak pernah lelet, tepat waktu, itu indikator paling gampang. Masak sekian triliun dibayar ke negara tidak pernah masalah, ini cuma Rp 5,3 miliar jadi pailit," paparnya.
Pihak Telkomsel pun menganggap tidak ada lagi masalah dengan Prima Jaya. Direktur Jaringan Telkomsel Abdus Somad Arief enggan membahas pengalaman perusahaannya dianggap pailit oleh pengadilan. "Sudah ada keputusan MA, kita berpegang pada itu," ujarnya singkat.
Melihat rekam jejak Telkomsel, kata bangkrut memang sulit bisa melekat. Hingga September 2012, operator tertua di Tanah Air ini membukukan pendapatan sekitar Rp 48,73 triliun atau meningkat 11 persen dibanding periode yang sama tahun lalu. Sementara laba bersih Telkomsel hingga triwulan III tahun ini mencapai Rp 11,72 triliun atau tumbuh 23 persen, dengan total aset sekitar Rp 58,93 triliun.(mdk/rin)
Pangkal permasalahannya adalah perjanjian kerja sama antara Telkomsel dengan PT Prima Jaya Informatika dalam pengadaan kartu perdana pra bayar berdesain gambar atlet nasional. Kontrak kedua belah pihak tertuang dalam surat bernomor PKS.591/LG.05/SL/VI/2011 dan 031/PKS/PJI/TD/VI/2011 tertanggal 01 Juni 2011.
Perjanjian berdurasi dua tahun tersebut menawarkan keuntungan besar bagi kedua belah pihak. Telkomsel memiliki kewajiban menyediakan voucher isi ulang bertema khusus olah raga dalam jumlah 120.000.000 lembar yang terdiri dari Rp 25.000 dan voucher isi ulang Rp 50.000. Voucher-voucher tersebut setiap tahunnya bakal dijual oleh Prima Jaya.
Bukannya mereguk untung, Prima Jaya malah harus rugi besar, mencapai Rp 5,3 miliar. Pasalnya Telkomsel memutuskan kontrak secara sepihak Juni tahun ini. Direksi Telkomsel menilai, rekanan mereka itu tidak becus menjual voucher, sehingga bisa dianggap gagal memenuhi target kontrak kerja.
Gugatan pun dilayangkan. Prima Jaya menuding Telkomsel tidak membayar dua utang yang telah jatuh tempo dan dapat ditagih.
Hasilnya Hakim PN Jakarta Pusat Agus Iskandar pada 15 September lalu memenangkan gugatan Prima Jaya, dan memutuskan Telkomsel pailit alias bangkrut karena tidak bisa melunasi tanggungannya. Jagat telekomunikasi geger. Anggota DPR sampai Menteri BUMN Dahlan Iskan angkat bicara. Semua mempertanyakan, mengapa perusahaan sebesar Telkomsel bisa dinyatakan pailit.
Rupanya, 'kebangkrutan' Telkomsel hanya berlangsung singkat. Mahkamah Agung (MA) dalam sidang kasasi 22 November lalu membatalkan status pailit anak perusahaan PT Telkom itu. Operator seluler itupun lega. Sebaliknya, Prima Jaya meradang. Mereka merasa dizalimi, lantaran tuduhan tidak mampu memenuhi kontrak tidak pernah terbukti. Kini, sebulan pascaputusan, tetap tidak ada dukungan buat Prima Jaya. Pemerintah bahkan tegas membela Telkomsel. Juru bicara Kementerian Telekomunikasi dan Informatika Gatot S. Dewa Broto mengaku saat pertama kali mendengar kasasi Telkomsel dikabulkan, dia langsung mengapresiasi.
"Saya pejabat pertama yang bilang putusan (MA) itu harus kita hormati, perlu kita bela Telkomsel," ujarnya kepada merdeka.com, Kamis (20/12).
Gatot menilai pembelaan pemerintah bukan tanpa alasan. Dia berpegang pada rekam jejak Telkomsel yang selalu patuh membayar kewajibannya pada pemerintah, baik melalui pajak atau iuran lain sesuai UU telekomunikasi. "Selama ini (Telkomsel) bayar BHP (iuran penggunaan frekuensi) ke kami nggak pernah lelet, tepat waktu, itu indikator paling gampang. Masak sekian triliun dibayar ke negara tidak pernah masalah, ini cuma Rp 5,3 miliar jadi pailit," paparnya.
Pihak Telkomsel pun menganggap tidak ada lagi masalah dengan Prima Jaya. Direktur Jaringan Telkomsel Abdus Somad Arief enggan membahas pengalaman perusahaannya dianggap pailit oleh pengadilan. "Sudah ada keputusan MA, kita berpegang pada itu," ujarnya singkat.
Melihat rekam jejak Telkomsel, kata bangkrut memang sulit bisa melekat. Hingga September 2012, operator tertua di Tanah Air ini membukukan pendapatan sekitar Rp 48,73 triliun atau meningkat 11 persen dibanding periode yang sama tahun lalu. Sementara laba bersih Telkomsel hingga triwulan III tahun ini mencapai Rp 11,72 triliun atau tumbuh 23 persen, dengan total aset sekitar Rp 58,93 triliun.(mdk/rin)
● Merdeka
0 comments:
Post a Comment