Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo saat meninjau gorong-gorong yang berada di kawasan Thamrin, Jakarta. FOTO: Safir Makki/ JAKARTA GLOBE
Jokowi menyebutkan pembangunan deep tunnel dimulai dari Jalan MT Haryono hingga Jl Pluit Raya dengan kedalaman 40 meter.
Pemprov DKI Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo akan meneruskan program lama mantan Gubernur DKI Sutiyoso, yaitu pembangunan deep tunnel atau terowongan bawah tanah.
Untuk mewujudkan proyek yang dicetuskan sejak tahun 2007 ini, Pemprov DKI bersedia mengalokasikan anggaran sebesar Rp 16 triliun. Sayangnya, proyek deep tunnel ini belum diketahui pasti akan dilaksanakan oleh Pemprov DKI.
"Ini memang proyek lama. Sama seperti MRT yang sudah digagas selama 25 tahun. Nah, deep tunnel ini juga sudah ada semuanya, dari gambarnya dan sebagainya. Pokoknya komplit," kata Jokowi, usai Rapat Paripurna di gedung DPRD DKI, Jakarta, Kamis (27/12).
Disebutkan Jokowi, pembangunan deep tunnel dimulai dari Jalan MT Haryono hingga Jl Pluit Raya, dengan kedalaman mencapai 40 meter. Agar program ini berjalan maksimal, DKI akan melakukan kajian secara secara detail dan menyeluruh. Jika sudah lengkap desainnya, maka pihaknya akan mengumumkan kepada publik.
"Nanti ada kajian lebih detail. Kalau sudah selesai, gambarnya seperti apa, saya buka nanti. Kalau kita mengikuti cetak biru, akan lama sekali. Sebab sekarang kami sedang kejar-kejaran dengan intensitas hujan yang kadang-kadang masih tinggi. Diharapkan, program pembuatan gorong-gorong ini dapat menekan titik-titik genangan air di ibukota. Pengennya sih cepet-cepetan saja. Nanti MRT mulai, kemudian monorelnya mulai, kemudian deep tunnel-nya juga mulai," jelasnya.
Untuk pembangunan deep tunnel tersebut, Jokowi berharap untuk tidak menggunakan dana APBD DKI, bahkan tidak pula meminta dari pemerintah pusat. Dia mengaku akan mencari investor yang bersedia membiayai megaproyek tersebut.
Namun, Jokowi mengaku dirinya juga memikirkan keinginan investor untuk mendapatkan profit dari setiap modal yang ditanamkan dalam pembangunan infrastruktur. Oleh karena itu, bila tidak ada investor yang mau membiayai pembangunan deep tunnel, maka Pemprov DKI akan menyiapkan pos anggaran dalam APBD DKI.
"Ya, kita buka dulu untuk mengundang investor. Sebab kalau melibatkan investor, kan lebih cepat mulai pembangunannya. Ya, kalau tidak ada, kita gunakan APBD. Januari kita akan mulai proyek tersebut. Pasti sudah ngantri investornya, karena proyeknya visible," tuturnya.
Jokowi mengaku optimistis pembangunan deep tunnel akan menarik minat banyak investor. Pasalnya, deep tunnel ini tidak hanya bermanfaat untuk penanggulangan banjir, tetapi juga bisa menjadi prasarana penempatan kabel optic, kabel listrik, pembuangan air limbah, bahkan bisa digunakan untuk tol.
"Ya, iyalah, bakal menarik perhatian investor. Deep tunnel itu bisa digunakan untuk tol. Kenapa tidak? Karena penggunaannya tidak hanya untuk banjir saja. Di negara lain saja sudah ada. Hanya, penggunaannya akan ditambah. Mungkin untuk saluran air baku PDAM, kabel listrik, telepon, kabel optic. Tapi semuanya harus bayar. Artinya, ada pemasukan dari situ," paparnya.
Jokowi mengaku belum memikirkan untuk meminta bantuan kepada pemerintah pusat, seperti rencana awal yang digagas Sutiyoso, yang meminta bantuan anggaran dari pusat 75 persen dan DKI 25 persen. "Kalau berkaitan dengan air dan jalan tol, kita bakal libatkan investor. Kalau nggak, ya, DKI saja. Sementara ini belum terpikir untuk minta bantuan pemerintah pusat," imbuhnya.
Sementara, Wakil Ketua DPRD DKI Triwisaksana mengatakan, program deep tunnel itu dianggap sebagai proyek dadakan. Seharusnya menurutnya, proyek raksasa seperti itu masuk ke Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD), lalu dibuatkan Raperda, kemudian dibahas dalam Balegda DPRD DKI untuk ditetapkan sebagai Perda.
"Jadi, deep tunel ini masih perlu dibahas lagi. Karena itu kan kajiannya panjang. Tidak bisa sembarangan," tukas Triwisaksana.
Untuk diketahui, pada eranya, Gubernur DKI Sutiyoso ingin melakukan pembangunan Deep Tunnel Reservoir System (DTRS) yang dipaparkan oleh Badan Regulator (BR) PAM pada tahun 2007. Teknologi ini diadopsi dari proyek serupa di beberapa kota metropolitan di dunia, di antaranya Singapura, Kuala Lumpur, Hongkong, Chicago dan Milwaukee di Amerika Serikat (AS).
DTRS menganut konsep "5 in 1", yaitu manfaatnya untuk mengendalikan banjir dan genangan air, menampung air limbah pada terowongan di bawah tanah, yang kemudian dimanfaatkan menjadi air baku untuk pasokan ke Instalasi Pengolahan Air bersih (IPA) PDAM, lalu untuk mengendalikan pemompaan air tanah secara berlebihan, dan DTRS ini tidak membutuhkan pembebasan tanah/lahan.
Sebagai tahap awal, rencananya DTRS ini akan dibangun di Jakarta bagian tengah, yaitu letaknya berada di bawah Banjir Kanal Barat (BKT) sepanjang 17 km, dengan luas penampang basah 42x 42 meter persegi, yang dapat menampung air sekitar 30 juta meter kubik, dengan estimasi total biaya yang dibutuhkan sekitar Rp4,4 triliun.
Estimasi biaya tersebut dihitung dari perbandingan proyek serupa di Singapura yang menghabiskan dana Rp 18 triliun untuk panjang 70 km. Dalam implementasinya, DTRS harus disinkronisasi dengan konsep pengendali banjir yang lainnya, seperti Banjir Kanal Timur (BKT), Banjir Kanal Cengkareng, dan juga melengkapi rencana pembangunan Waduk Ciawi di hulu Kali Ciliwung.
DTRS ini juga disebutkan akan dibangun di daerah tangkapan air yang kerap dilanda banjir, seperti di Bukit Duri, Kampung Melayu, pintu air Manggarai, pintu air Karet, Grogol, Banjir Kanal Barat, serta Muara Angke.
0 comments:
Post a Comment