0

Modal Rp 5 Juta, Aditya Ciptakan Teknologi Seharga Rp 75 Juta

Teknologi surface table. (Foto: engadget.com)
Teknologi surface table (Foto engadget.com)
Jakarta Perkembangan dunia teknologi mempermudah masyarakat dalam memperoleh informasi. Sayangnya, kecanggihan peralatan teknologi tidak dapat dirasakan secara merata sebab harga jual yang dibanderol produsen pun sangat tinggi.

Berangkat dari pertimbangan tersebut, mahasiswa Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya Raden Aditya Brahmana menciptakan sebuah teknologi di bidang informasi. Bersama kedua rekannya, yakni Farras Kinan dan Adiwidia Karyono P, mereka mengembangkan komputer berbentuk meja dengan layar touchscreen.

Karya yang diberi nama Surface Table itu berhasil memenangkan medali perak pada Pagelaran Mahasiswa Nasional Bidang Teknologi Informasi dan Komunikasi (Gemastik) pada Oktober lalu. Aditya bercerita, ide pembuatan Surface Table dimulai pada awal Februari 2012. Saat itu, dia bersama seorang temannya tengah menonton sebuah video mengenai produk komputer berbentuk meja dari Microsoft. Sebagai penggemar dunia IT, dia merasa ingin memiliki produk tersebut.

Namun, Aditya merasa, harga jual produk ini terlalu tinggi untuk ukuran kantong mahasiswa. Untuk setiap unitnya, produk ini dibanderol dengan harga USD 8.000 atau sekira Rp 75 juta. Padahal, menurut mahasiswa jurusan Teknik Informatika itu, produk tersebut bisa dijual dengan harga yang jauh lebih murah. Bahkan, lanjut Aditya, dia mendapat tantangan dari temannya untuk mengembangkan produk serupa dengan imbalan Rp 10 juta jika berhasil. Merasa diberi tantangan, mahasiswa asal Jakarta ini serta-merta menerima peluang tersebut. "Awalnya tidak yakin juga bisa membuat produk ini," kata Aditya, seperti dikutip dari ITS Online, Senin (3/12/2012).

Selang enam bulan berlalu, Aditya berhasil mengejutkan temannya dengan menciptakan Surface Table hanya dengan modal Rp 5 juta. "Tentu saja dia belum menyiapkan uang taruhan kami karena yakin saya tidak bisa membuat Surface Table ini," paparnya sembari tersenyum.

Namun, pengembangan produk ini tidak selamanya berjalan mulus. Beberapa kendala dialami Aditya dan kawan-kawan dalam proses produksi Surface Table, seperti masalah dana dan ketersediaan komponen-komponen elektronik. Untungnya, sebagai tambahan modal, dia mendapat pinjaman sebesar Rp 3 juta dari seorang teman. "Sisanya dari tabungan saya sendiri," ujarnya Aditya.

Pemuda kelahiran 9 November itu menyebutkan, keikutsertaannya dalam Gemastik V hanya dilakukan dengan alasan iseng. Maka, dia mengajak kedua rekannya untuk ikut merapikan Surface Table agar layak dilombakan.

Adiwidia Karyono bertanggung jawab sebagai system analyst yang bertugas mencari masalah dan bug dari produk. Sedangkan Farras Kinan membuat video dan desain alat. "Kami adalah tim yang solid. Farras dan Adi bekerja hebat," urainya.

Saat perlombaan, Surface Table sempat mengalami kerusakan. Sensor optik yang menjadi salah satu komponen penting dari alat mengalami kerusakan. Mereka bertiga pun panik karena sensor optik yang digunakan pada Surface Table tidak dijual di Indonesia. "Kami berhasil menemukan sensor optik yang hampir sama setelah keliling kota Bandung, tapi sayangnya tidak bekerja dengan maksimal," papar Aditya.

Menurut mahasiswa peraih juara dua dalam e-Learning International Contest of Outstanding New ages (e-ICON) World Contest itu, Surface Table akan menjadi teknologi yang revolusioner. Sebab, katanya, komputer masa depan akan selalu terintegrasi dengan peralatan lain seperti cermin, meja atau lemari pendingin. "Bayangkan saja bila seorang arsitek bisa memanipulasi objek yang didesainya hanya dengan menggunakan tangan di atas permukaan komputer touchscreen di permukaan meja," tuturnya.

Saat ini, Aditya tengah berusaha untuk kembali memperbaiki produknya. Dia ingin mendesain Surface Table dengan desain yang cantik dan elegan sehingga, konsumen tidak akan ragu lagi untuk menggunakan produk ini. "Saya bercita-cita untuk mengkomersilkan alat ini," imbuh pembaca setia majalah IT Popular Mechanic itu.(rfa)


0

Indonesia Belum Siap Angkutan Massal Bawah Tanah

Pembangunan Infrastruktur

Jakarta � Indonesia, khususnya Pemerintah DKI Jakarta, belum siap dengan proyek mass rapid transit (MRT) atau kereta bawah tanah (KBT). Perilaku dan sikap masyarakat yang kurang menghargai dan ceroboh dalam memelihara fasilitas publik bisa mendorong proyek angkutan massal bawah itu bermasalah di kemudian hari.

"Mau pakai teknologi apa pun, bila tidak mampu merawat, akan berbahaya. Negara sekaliber Jepang saja, yang rakyatnya sangat disiplin, masih menemukan persoalan terkait dengan prasarana angkutan massal bawah tanah," kata pengamat kebijakan publik, Agus Pambagio, di Jakarta, Minggu (2/12).

Seperti diberitakan, terowongan Sasago di Prefektur Yamanishi, sekitar 80 kilometer sebelah barat Tokyo, ambruk, Minggu (2/12) pagi. Sejumlah orang dan mobil diperkirakan terperangkap di dalam terowongan itu. Sejauh ini, petugas penyelamat telah menemukan lima korban tewas.

Proses penyelamatan harus dilakukan ekstrahati-hati karena para ahli memperkirakan akan ada runtuhan susulan. Diduga masih banyak kendaraan yang tertimbun atap beton yang mencapai bobot 1,5 ton tersebut.

Agus mengakui bahwa MRT memang sangat pas untuk mengatasi kemacetan di kota-kota besar, namun yang menjadi pertanyaan adalah apakah konsep tersebut cocok untuk DKI Jakarta. Ada sejumlah faktor yang harus diperhatikan Pemprov DKI dalam membangun proyek MRT. Pertama, masalah pendanaan. Kedua, kondisi geografis DKI Jakarta. Ketiga, perilaku masyarakat dan pengguna transportasi. Bila kita belum siap dengan tiga faktor itu, sebaiknya diurungkan dulu niat membangun angkutan massal bawah tanah dan mencari pola lain yang lebih cocok.

Skala Prioritas

Untuk masalah pendanaan, Agus meragukan kemampuan APBD DKI Jakarta. Tidak tanggung-tanggung, megaproyek itu akan menyedot lebih dari separo APBD DKI yang pada tahun 2012 mencapai 36,023 triliun rupiah. Diperkirakan megaproyek MRT itu akan menelan biaya 16 triliun rupiah.

"Pak Joko Widodo harus punya skala prioritas. Saya mengusulkan sebaiknya dana tersebut digunakan untuk menanggulangi tingkat kemiskinan warga Jakarta yang tinggi serta mengatasi berbagai masalah Jakarta yang tak kunjung usai seperti perbaikan fasilitas pendidikan dan kesehatan, yang selama ini selalu didengungkan oleh Gubernur DKI Jakarta, Jokowi, saat kampanye beberapa waktu lalu," tegas Agus.

Sementara itu, pengamat transportasi, Darmaningtyas, mengusulkan agar Jokowi lebih fokus menyelesaikan masalah kemacetan lalu lintas Jakarta sebelum lebih jauh memikirkan soal MRT.

"Saya kan sudah usulkan saat di depan Pak Jokowi. Saya bilang dua tahun pertama Pak Jokowi harus lebih fokus menyelesaikan kemacetan Jakarta dengan menambah 15 koridor busway serta menambah armada busway," ujar Darmaningtyas.

Darmaningtyas mengingatkan proyek MRT ini merupakan ujian bagi Gubernur DKI Jakarta. Bila Jokowi tidak berani membatalkan proyek angkutan massal bawah tanah tersebut, itu artinya Jokowi masih tersandera utang poltik dengan partai yang mencalonkannya sebagai Gubernur DKI Jakarta.

Saat ini, Pemda DKI masih mengaji perlu atau tidaknya proyek MRT tersebut direalisasikan. Tahap satu, tender lorong MRT Al Azhar-HI, sudah siap dijalankan. Namun, tahap itu bisa dimulai jika Gubernur DKI Jakarta menyetujui proyek MRT dan persoalan dengan warga Fatmawati sudah selesai dimediasi.

Selain itu, Pemda DKI kurang setuju dengan komposisi beban pembayaran utang (return of investment) yang telah disepakati sebelumnya, yakni 48:52 untuk DKI Jakarta. Jokowi menginginkan komposisi beban pembayaran utang itu diubah menjadi 30:70 untuk DKI Jakarta.

Jokowi berencana merenegosiasi ROI itu dengan Kemenkeu. Negosiasi juga dilakukan dengan kreditor JICA terkait perjanjian yang mengharuskan semua peralatan, barang, dan alat berasal dari Jepang.

"Semuanya kita negosiasikan ulang, mulai dari komposisi beban pembayaran utang sampai kontraktor dan barang-barang yang semuanya dari Jepang," ujar Jokowi saat menghadiri acara RT/RW se-Jakarta di Istora Senayan, Jakarta, Minggu (2/12).[fdl/mza/frn/P-4]


0

MOBIL LISTRIK: Jogja Potensial Jadi Pusat Produksi

http://images.solopos.com/2012/12/120642_danetferrari-150x100.jpgDanet Suryatama dan mobil listrik model sport hasil kreasinya. (finance.detik.com)

Jogja - Jogja dinilai potensial menjadi tempat produksi mobil listrik. Pencipta mobil listrik untuk Menteri BUMN Dahlan Iskan, Danet Suryatama berencana memproduksi ratusan mobil listrik di daerah ini dalam waktu mendatang yang bakal berpeluang menyerap tenaga kerja.

Nama Danet Suryatama sempat melambung lantaran diminta menggarap mobil listrik Dahlan Iskan di rumah reparasi mobil Kupu-Kupu Malam di Jalan Kabupaten, Sleman. Bahkan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dikabarkan juga memesan mobil listrik ke Dr lulusan University of Michigan USA itu. Danet berencana memproduksi lebih banyak lagi mobil listrik untuk menguatkan industri mobil dalam negeri. Mulai Januari mendatang ia berencana akan menggarap sekitar 25 unit mobil yang sudah dipesan. Kebanyakan pemesanya kalangan pejabat negara. Penggarapan 25 unit mobil ini dimulai setelah merampungkan pesanan mobil jenis Ferrari milik Dahlan Iskan yang kini tengah tahap uji coba.

“Karena ini mobil pertama uji coba nya harus lama jangan sampai nanti pas dipakai membuat malu karena kerusakan. Sejauh ini tidak ada kendala yang berarti. Paling lambat minggu depan mobil ini sudah dikirim. Sekarang mobilnya dibawa jalan-jalan terus diuji coba, lihat saja kalau ada mobil merah di sekitar Ring Road,” ujar President and Founder Elektrik Car, LLC yang berkedudukan di AS itu, Minggu (2/12/2012) kepada HarianJogja.com.

Setelah 25 unit mobil rampung, Danet berencana akan memproduksi hingga 400 unit mobil listrik. Jogja dinilai sebagai salah satu tempat potensial untuk dijadikan tempat produksi. Karena banyak tenaga terampil di Jogja. Apakah Danet masih bakal bekerjasama dengan Kupu-Kupu Malam, menurutnya masih akan dipikirkan lagi. Namun dipastikan, untuk memproduksi hingga 400 unit mobil, tahap pertama diperlukan sedikitnya tambahan 25 hingga 50 orang tenaga kerja. Khususnya untuk pembuatan bodi mobil dan permax mobil. Tenaga kerja yang ahli di bidang itu banyak terdapat di Jogja.

“Saya rasa bisa menggunakan tenaga kerja di Jogja saja. Karena banyak tenaga kerja terampil di sini. Kalaupun untuk ahli elektrik-nya bisa didatangkan dari luar tapi kalau untuk yang lain tenaga kerja di sini sudah bisa,” tutur Danet.

Untuk proses produksi ke depan, Danet mengakui sangat butuh dukungan pemerintah. Terutama untuk kelancaran arus masuk sebagian bahan baku mobil dari luar negeri. Sebab untuk mesin mobil masih diimpor dari Amerika Serikat. Selama ini aturan masuk dari bea cuka tiap daerah selalu berbeda sehingga memperlama pengiriman barang. “Antara Jakarta dan Surabaya aturan bea cuka-nya beda. Untuk pengiriman mesin saja di sana tertahan satu bulan, belum pembayaran itu ini yang nggak ada aturanya. Kalau industri lokal mau maju, hal-hal seperti ini harus sudah dibenahi,” ungkapnya.

Jika mobil listrik buatan Danet masih butuh impor mesin dari luar, industri sepeda motor lokal MAK di Sleman, Jogja menargetkan bakal menciptakan mesin motor sendiri tanpa harus impor. Pimpinan PT. MAK Buntoro mengatakan, pihaknya menargetkan pada 2014 mesin sepeda motor sudah bisa diproduksi sendiri. Selama ini kebutuhan mesin masih diimpor dari Taiwan. “Kami targetkan mesin diciptakan sendiri. Saat ini 30 persen bahan baku dari luar negeri, 30 persen dari industri lokal di Indonesia dan 40 persen-nya dibuat sendiri oleh MAK,” terang Buntoro belum lama ini. Industri yang sudah menjadi Agen Tunggal Pemegang Merk (ATPM) tersebut kini mempekerjakan lebih dari 600 orang tenaga kerja. Penjualan Sepeda motor MAK kebanyakan masih dipasarkan di Sleman.(bhekti@harianjogja.com)


0

Gubernur Bali: Bandara Buleleng Harus Jadi

Bandara Udara
Gubernur Bali Made Mangku Pastika menginginkan pembangunan bandar udara di Kabupaten Buleleng harus jadi karena pengaruhnya besar untuk keseimbangan ekonomi di Pulau Dewata.

"Pokoknya harus jadi, entah di timur atau barat sepanjang memenuhi teknis penerbangan," katanya saat menemui perwakilan warga Kabupaten Buleleng, di Denpasar, Minggu.

Menurut dia, Bali memerlukan bandara alternatif di luar Bandara Ngurah Rai karena akan kewalahan jika jumlah wisatawan mancanegara ke Pulau Dewata mencapai lebih dari lima juta.

"Perluasan bandara saat ini hanya terminalnya dan tidak mungkin ada perluasan 'runway' atau landasan pacu," ujarnya.

Ia menyampaikan, dengan rata-rata kunjungan wisatawan asing sekitar 2,8-3 juta setahun ditambah dengan kunjungan wisatawan domestik sekitar 7 juta, bandara sudah padat. Apalagi kalau nanti jumlah wisatawan asing dan nusantara menjadi 15 juta setahun.

Pastika mengharapkan berbagai kalangan jangan ribut-ribut dulu dan cepat alergi dengan kehadiran investor.

"Penyakit kita ini seringkali langsung bilang 'no' dengan investor sehingga orang asing memandang daerah kita tidak kondusif," ujarnya.

Tidak dimungkiri pandangan seperti itu karena tidak sedikit investor yang hanya menyedot kekayaan dari Bali lalu hasilnya dibawa keluar.

"Istilahnya mereka hanya membangun di Bali, bukan membangun Bali," ujarnya.

Mantan Kapolda Bali ini mengatakan sudah sempat berbicara langsung dengan Menteri BUMN Dahlan Iskan tentang pembangunan bandara di Buleleng, termasuk agar pembiayaannya bisa dibiayai oleh konsorsium BUMN dan pemerintah daerah.

"Saya sendiri sebenarnya tidak setuju jika memakai investor asing. Tetapi kalau mau cepat, ya harus pakai investor," katanya seperti dikutip Antara.

Ia mengharapkan ke depan pihak-pihak yang tidak berkompeten di bidang penerbangan jangan terlalu banyak berkomentar karena dikhawatirkan hal tersebut akan membuat investor menjadi takut.S



0

★ Modifikasi Operasi Teknologi Modifikasi Cuaca

Kerjasama antara BPPT dan TNI AD telah dilaksanakan melalui penggunaan Pesawat Casa 212-200 milik TNI AD dalam operasi menaggulangi kebakaran lahan dan hutan di Jambi, di lanjutkan dengan operasi yang sama di Sumatera Selatan dan pesawat yang sama juga digunakan untuk mengatasi defisit ait di Daerah Aliran Sungai (DAS) Citarum Jawa Barat,” ungkap Kepala BPPT Marzan A Iskandar dalam kunjungan kerjanya ke kantor Kepala Staf Angkatan Darat (KASAD) dalam rangka kerjasama pelaksanaan Operasi Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC) (31/10).

Lebih lanjut Marzan mengatakan bahwa operasi TMC tersebut sangat berarti karena BPPT mendapat banyak permintaan dari daerah untuk mengatasi kekeringan dan kebakaran hutan. Bahkan akhir-akhir ini juga dilakukan untuk memindahkan lokasi hujan, seperti dalam rangka penyelenggaraan PON dan Sea Games. 

“Dari waktu ke waktu permintaan operasi TMC ini juga semakin meningkat seiring dengan semakin dipahaminya manfaat dari operasi TMC. Karena itulah kerjasama antara BPPT dan TNI AD ini diharapkan dapat dilakukan secara berkelanjutan dan sinergis, agar operasi TMC ini bisa diperbesar skalanya dengan memanfaatkan juga fasilitas yang dimiliki TNI AD,” ujarnya.

Selain itu BPPT juga telah melakukan beberapa upaya modifikasi untuk semakin meningkatkan kualitas pelaksanaan operasi TMC. Diantaranya dengan pembuatan air scooper yang dipasang di pesawat Casa 212. Menurut Kepala Unit Pelaksanan Teknis Hujan Buatan (UPTHB) BPPT, F. Heru Widodo, air scooper yang dipasang di pesawat milik TNI AD tersebut direncanakan akan dikembangkan menjadi mekanisme seeding secara otomatis. “Sehingga sistem yang dulunya manual manjadi otomatis seeding,” ungkapnya.

Ke depan, Marzan berharap kerjasama antara BPPT dan TNI AD dapat ditingkatkan baik itu dalam penggunaan pesawat Casa 212, maupun dalam upaya pelatihan (training) pilot puspenerbad untuk pesawat pyper chayenne yang saat ini tidak memiliki pilot. “Saat ini kami juga sedang membicarakan kemungkinan untuk memasukkan pesawat Bravo dalam jajaran pesawat untuk operasi hujan buatan karena memiliki kapasitas lebih besar, kurang lebih 8 kali pesawat Casa,” terangnya.

Ditambahkan Heru bahwa Indonesia perlu bangga karena telah memiliki teknologi hujan buatan. “Tidak semua negara mempunyai TMC, beberapa negara memanfaatkan TMC selain untuk menambah curah hujan juga untuk mengatasi hujan es. Sementara itu di Indonesia, selain untuk menambah ataupun mengurangi curah hujan, TMC juga dilakukan untuk pengisian waduk baik untuk PLTA maupun pertanian, mengurangi banjir serta mengamankan PON dan Sea Games,” jelasnya.

Dua metode yang dilakukan dalam pelaksanaan TMC yaitu reducing hujan dengan jumping proses dan sistem kompetisi. Operasi TMC uga dilengkapi dengan radar, yang dapat mengamati dan menganalisa perkembangan dan pergerakan awan. Dalam proses penyemaian awan, BPPT menggunakan flare yang merupakan buatan BPPT bekerjasama dengan Pindad. 

Flare mempunyai tingkat efektivitas yang besar. Perbandingannya, satu ton garam sama dengan satu kilogram flare. Dan pesawat piper chayene ini biasanya dalam sekali terbang dapat mengangkut 24 flare. Jadi ekuivalen dengan 24 kali penerbangan pesawat Casa,” ujarnya.

Pengembangan selanjutnya yaitu penggunaan Pesawat Udara Nir Awak (PUNA) yang dilengkapi flare dalam operasi TMC. “Kedepan akan segera dilakukan hujan buatan di Jawa Tengah untuk pengurangan curah hujan di lereng Gunung Merapi. Rencananya akan dilakukan Desember mendatang,” tutur Heru.

Pada kesempatan yang sama, diungkapkan Kasahli Kasad Mayjen TNI, Muktiyanto bahwa diharapkan BPPT tidak hanya mengembangkan TMC saja, namun bisa mengembangkan teknologi sumber air bersih dan listrik untuk daerah perbatasan maupun terluar. Karena problema yang ada saat ini belum semua daerah perbatasan dan terluar terjangkau oleh air dan listrik.

Menanggapi hal tersebut, Kepala BPPT pun memaparkan bahwa BPPT sangat terbuka untuk bekerjasama dalam upaya mewujudkannya. “Kami telah lama mengembangkan teknologi pengolahan air bersih dan listrik dengan sumberdaya tebarukan. Selain itu disampaikan pula mengenai pengembangan teknoogi PUNA dan pangan darurat Biskuneo,” tutupnya.

Dalam kunjungan kerja Kepala BPPT yang didampingi oleh Deputi Kepala BPPT Bidang Teknologi Pengembangan Sumberdaya Alam (TPSA), Ridwan Djamaluddin tersebut selain diagendakan untuk memberikan laporan kemajuan hasil pelaksanaan operasi TMC di Jambi, Sumsel dan Jabar dengan dukungan pesawat Casa Puspenerbad, juga untuk menyusun rencana kerjasama dalam penggunaan pesawat Casa Puspenerbad tersebut ke depan untuk uji terbang dalam rangka pengembangan mekanisasi seeding untuk operasi TMC dan kerjasama lainnya seperti pendidikan atau training pilot Puspenerbad untuk pesawat Piper Chayenne BPPT untuk operasi TMC.

TNI AD BANTU OPERASI HUJAN BUATAN BPPT

 

Penggunaan Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC) sangat bermanfaat untuk mengatasi kekeringan dan kebakaran hutan serta mengatasi titik api (hotspot). Bahkan akhir-akhir ini juga dilakukan untuk mencegah terjadinya hujan di suatu tempat, seperti saat Sea Games 2011 lalu dengan memindahkan lokasi hujan. 

Untuk tahun ini, Kepala Unit Pelaksanan Teknis Hujan Buatan (UPTHB) BPPT, F. Heru Widodo mengatakan bahwa operasi Hujan buatan sudah dimulai sejak tengah tahun ini di beberapa daerah, seperti Riau, Pontianak, Kalimantan Tengah, Jambi, Susel, Jatim, Kalimantan Selatan. Menurutnya, pergerakan operasi TMC ini banyak dibantu berbagai pihak, salah satunya TNI-AD yang telah meminjamkan pesawat CASA 212 dalam pelaksanaan operasi TMC.

“Awal kerjasama dengan TNI-AD adalah saat kami menerima banyak permintaan dalam mengatasi kekeringan dan kebakaran hutan. saat itu kami sangat kewalahan khususnya dalam hal pesawat terbang, sehingga kami meninta bantuan KASAD untuk meminjam pesawat Casa dalam pelaksaan operasi,” papar Heru.

BPPT sendiri, lanjut Heru, mempunyai 4 pesawat CASA dan sebuah pesawat pyper chayenne yang siap untuk mengatasi setiap permintaan masyarakat akan TMC baik dalam mengatasi kekeringan atau kebakaran hutan.  Menurut Heru, armada pesawat yang dimiliki rasanya belum cukup, oleh karena itu BPPT dan TNI-AD bekerjasama.

“Hasilnya secara umum bagus, kami dalam melaksanakan tugas ini juga dibantu oleh tim  monitoring dan evaluasi yang bertugas untuk membantu dan memberi masukan dalam pelaksanaan operasi. Seperti pencarian data daerah yang rawan banjir, longsor, atau daerah  yang jarang hujan,” papar Heru.

Menanggapi hal tersebut, Komandan Puspenerbad Brigadir Jenderal TNI Afifudin mengatakan bahwa TNI selain melaksanakan operasi militer perang juga melaksanakan kegiatan militer selain perang, seperti dalam hal penanganan bencana alam yang semuanya dilakukan atas dasar pengabdian pada masyarakat dan negara.

“Sesuai permintaan pemerintah melalui BPPT untuk menanggulangi kebakaran hutan dan mengatasi kekeringan, maka kami pun siap meminjamkan pesawat maupun bantuan personil  untuk memperlancar operasi TMC,” ungkapnya.

Menurut Brigjen Afifudin, pihaknya sudah menyiapkan 2 unit pesawat CASA 212 yang sudah dimodifikasi untuk pelaksanaan operasi TMC. “Selama kami punya sarana dan BPPT membutuhkan kami akan selalu mendukung karena hal ini untuk kepentingan rakyat,” pungkasnya saat penutupan Operasi TMC di Lanud Husein Sastranegara, Bandung (21/12).

Adapun operasi TMC kali  ini bertujuan pemenuhan kebutuhan irigasi pada lahan kekeringan seluas 27.206 ha dan untuk realisasi tanam pada lahan pertanian di Daerah Irigasi Jatiluhur seluas 250.456 ha. Guna mengatasi defisit air di Waduk Kaskade Citarum tersebut, Kementerian PU bekerjasama dengan BPPT, didukung oleh Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Barat, Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG), TNI AD dan TNI AU melaksanakan kegiatan Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC) di wilayah DAS Citarum, Jawa Barat.


© BPPT
0

Indonesia Harus Cepat Adaptasi Teknologi

http://statik.tempo.co/data/2012/11/07/id_149466/149466_275.jpgJakarta - Wakil Presiden RI Boediono mengatakan Indonesia patut mencontoh Jepang yang mengembangkan inovasi teknologi untuk kemajuan bangsanya. "Buat negara seperti Indonesia, barangkali langkah tercepatnya melalui adaptasi teknologi yang ada untuk memenuhi kebutuhan bangsa," kata Boediono, saat berpidato di hari terakhir acara Indonesia-Japan Innovation Convention di gedung Sasana Budaya Ganesha, Bandung, Ahad, 2 Desember 2012. Acara tersebut digelar selama tiga hari.

Menurut Boediono, Indonesia saat ini sedang berusaha melepaskan diri dari pembangunan yang bertumpu pada bahan mentah, dan mulai masuk dari pengetahuan, pengembangan inovasi, dan kreativitas sebagai sumber pertumbuhan ekonomi. "Banyak tantangannya, salah satu caranya kerja sama produktif dengan negara-negara yang lebih maju," ujarnya.

Mengutip laporan Bank Dunia pada 2010, kata Boediono, transformasi teknologi menjadi inovasi pada dasarnya merupakan tugas swasta dan para wirausaha. Namun, jumlah wirausaha di Indonesia masih kecil. Berdasarkan survei 2008 oleh Bank Dunia, angkanya baru 1,56 persen dari total penduduk.

Bandingkan, katanya, dengan Malaysia dan Thailand yang sudah mencapai 4 persen, serta Singapura sebanyak 7,2 persen. "Indonesia jelas butuh banyak wirausaha yang mampu berinovasi," kata Boediono.

Mantan Perdana Menteri Jepang yang menjabat sebagai Presiden Japan Indonesia Association (JAPINDA), Fukuda Yasuo, mengatakan, memajukan inovasi merupakan tema atau permasalahan yang sangat vital untuk dunia di abad ke-21. Upaya itu memerlukan strategi dan penanganan yang melibatkan kalangan politik, akademikus, pengusaha, birokrat, dan masyarakat.

"Masyarakat internasional abad ke-21 diprediksikan harus menghadapi berbagai tantangan yang tidak pernah dialami, seperti kekurangan sumber daya energi serta perusakan lingkungan, di samping menghadapi ledakan jumlah penduduk di tengah terbatasnya sumber daya alam," katanya, di podium acara yang sama.

Fukuda mencontohkan pengalaman Jepang yang pada 1970-an mengalami pertumbuhan ekonomi tinggi di atas 10 persen terus-menerus selama 10 tahun. Dampak negatifnya, sebagai raksasa kedua di dunia, Jepang dilanda masalah polusi dan kerusakan lingkungan lainnya.

"Jepang akhirnya dapat mengatasi berbagai permasalahan tersebut dengan memanfaatkan kekayaan hasil pertumbuhan ekonomi serta teknologi yang kami miliki, serta melalui berbagai inovasi teknologi," katanya.

Fukuda menambahkan, Indonesia dan negara-negara yang mengalami pertumbuhan ekonomi amat pesat pada abad ke-21 menghadapi berbagai permasalahan di bidang lingkungan, sumber daya energi, dan lainnya. "Masalah harus dipecahkan sambil tetap melanjutkan pertumbuhan ekonominya. Sehingga diperlukan kecepatan yang lebih tinggi lagi dalam menangani permasalahan-permasalahan tersebut," katanya.



... Rakyat si sudah mulai melek teknologi tapi dana ma realisasi pemerintahnya dong pak ...
0

Saatnya Bangkit Bangun Industri Dirgantara Nasional

detail berita
Presiden RI Ke-3 BJ Habibie (Foto Okezone)
Jakarta - Menetap di benua maritim seperti Indonesia, menguasai teknologi dirgantara dinilai bisa meningkatkan persatuan dan kesatuan. Terlebih lagi, mantan Presiden Indonesia Soekarno menggaris bawahi pentingnya penguasaan teknologi dirgantara dengan memasukkan Komando Pelaksana Industri Penerbangan pada 1960-an dalam kabinet pemerintahannya.

Hal itu diungkapkan perintis industri penerbangan modern Indonesia sekaligus mantan Presiden Bacharuddin Jusuf Habibie (B.J. Habibie), saat menyampaikan orasi dalam Peringatan 50 Tahun Pendidikan Teknik Penerbangan Institur Teknologi Bandung di Jakarta Convention Center, Sabtu (1/112/2012). Menurutnya, Indonesia harus bisa memiliki wawasan untuk produk dirgantara dan maritim.

Untuk terus bisa mengimplementasikan visi pengembangan kedirgantaraan Bung Karno itu, Habibie mengungkapkan diperlukannya penerus untuk memajukan teknologi dan industri penerbangan Indonesia. "Saya berkewajiban agar ada estafet, supaya tidak dihentikan oleh kekuatan luar negeri," tutur Habibie.

Lebih lanjut, diungkapkan Habibie, Indonesia memiliki tantangan untuk mengembangkan teknologi penerbangan. Sebagai benua maritim yang terdiri dari 80 persen perairan, mengembangkan teknologi penerbangan tentu tidak mudah di Indonesia mengingat luasnya Tanah Air.

"Indonesia itu besar dan benua maritim yang 80 persennya air, tentu dari sabang sampai marauke tidak bisa menggunakan kereta api, terlebih lagi jika datang dari negara lain," jelasnya.

Industi penerbangan bukan hal yang awam bagi Indonesia, terbukti  saat peluncuran N-250 yaitu pesawat regional komuter turboprop rancangan asli IPTN (sekarang PT Dirgantara Indonesia) yang diluncurkan pada 1995 menjadi bintang pameran pada saat Indonesian Air Show 1996 di Cengkareng.

"Dibanding negara lain kita sudah mulai sejak tahun 1995 (industri penerbangan), 17 tahun lalu. Kini, kita harus bangkit kembali karena tidak ada "makan siang" secara cuma-cuma, jadi kita harus berkorban dan berjuang," pungkasnya.




Okezone 
0

Relasi RI-Jepang Tersengat Isu Energi

Jakarta - Indonesia harus hemat energi, sebab cadangan energinya menipis dan menipis lagi. Relasi RI dan Jepang untuk sebagian bakal terganggu soal energi ini. Meski kebijakan pemerintah menghentikan ekspor bahan mentah mineral mendapatkan protes pengusaha Jepang, RI harus menghemat ekspor energi karena kebutuhan domestik kian meninggi.

Jepang sudah 50 tahun lebih Jepang menikmati bahan mentah Indonesia. Tim ekonomi Indonesia Oktober ke Jepang, dan mendapatkan keluhan dari Pengusaha Jepang, bahkan mereka protes kebijakan ESDM terkait tidak boleh ekspor bahan mentah.

Untuk ekspor nikel misalnya, Jepang yang merupakan pengguna nikel terbesar kedua dunia, sudah meminta Indonesia untuk menghapuskan pembatasan ekspor mineralnya dan mengatakan akan membawa masalah ini ke World Trade Organization jika kompromi gagal.

Jika Indonesia terus melanjutkan pelarangan ekspor secara penuh 2014 mendatang, Jepang akan mengadu pada WTO jika kompromi tidak tercapai. Ekspor dari Indonesia diperkirakan akan turun 20% pada semester kedua tahun ini.

Jepang telah mengimpor 3,65 juta ton bijih nikel untuk menghasilkan feronikel dan nikel olahan lainnya dimana Indonesia memenuhi 1,95 juta ton atau 53% dari total impor tersebut. Jumlah ini diikuti oleh New Caledonia dengan 27% dari total, dan Filipina yang mengekspor 19%.

Indonesia telah mengurangi sebagian ekspornya sejak 6 Mei, ditambah pajak 20% untuk komoditas ekspor lain, menjadikan biaya untuk pabrik peleburan di Jepang meningkat. Jepang yang minim sumber daya juga menderita ketika China membatasi ekspor mineral langkanya sehingga harga naik dan WTO harus mendengar keluhan Jepang.

Jepang tidak memiliki sumber nikel dari negara lain sehingga harga berpeluang naik 17% dengan rata-rata US$ 20.000 per metrik ton pada kuartal keempat tahun ini. Harga nikel telah turun 9,1% tahun ini, terburuk diantara lgoam utama lainnnya di London Metal Exchange.

Seiring perkembangan ekonomi Indonesia, sudah saatnya ekspor bahan mentah dihentikan karena Indonesia mampu mengolah sendiri bahan mentah menjadi bahan yang lebih bernilai tambah. Apalagi kita sudah 50 tahun lebih ekspor bahan mentah termasuk ke Jepang.

Menteri Koordinator Perekonomian, Hatta Rajasa sudah menjelaskan secara tepat bahwa pengolahan hasil tambang harus sesuai kaidah hidup, maka tidak boleh lagi ekspor bahan mentah.

Hal yang sama juga terjadi pada gas, sebagian besar produksi lifting gas Indonesia diekspor ke luar negeri. Tercatat oktober lalu,produksi gas mencapai 7.224 MMSCFD. Dan seiring meningkatnya kebutuhan gas dalam negeri maka ekspor gas akan dikurangi.

Seyogianya gas yang dihasilkan paling utama untuk kepentingan Indonesia. Namun RI juga tidak akan melanggar kontrak yang ada begitu saja. ''Tapi semua bisa dinegosiasikan, kalau kurang tentu ekspor dikurangi," kata Menteri Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) Jero Wacik.

Dicontohkan Jero, produksi gas di Tangguh Papua di Train 1 dan 2, awalnya 100% buat ekspor, sebagian untuk dikirim ke Fujian China dan Jepang sebagian lagi di Sempra ke Amerika Serikat. Namun dengan pembicaraan dan jalin kerjasama yang baik, RI mau mengalokasikan 230 juta kaki kubik fit per hari untuk PLN. Dan sekarang disiapkan Train III dengan komitmen dalam kontrak 40 persen dari total produksi akan diberikan untuk domestik.

Bahkan saat ini Pemerintah sedang menggenjot Energi Baru dan terbaharukan, seperti proyek 10.000 mega watt. Apabila proyek ini gagal, maka penggunaan gas untuk dalam negeri semakin banyak, bisa terjadi bahwa ekspor mineral banyak dikurangi.

Untuk bisa bertambah maka diperlukan eksplorasi baru, investasi baru, dan RI mengundang serta membuka pintu selebar-lebarnya kepada investor asing, termasuk Jepang, untuk menanamkan modalnya di Indonesia.

Dengan langkah RI mengurangi atau menghentikan ekspor bahan mentah ke Jepang, semestinya Tokyo berpikir ke depan untuk mencari sumber energi di negara lain. Masalahnya, sumber energi itu kian langka, sementara peminat dan penggunanya makin berlipat ganda jumlahnya. Jelas ini pekerjaan rumah bagi negeri sakura setelah kian lama ''bobok nyaman'' dalam pangkuan energi Indonesia.