Ilustrasi (Ist.)
Jakarta - Alih-alih mendukung perkembangan industri TI, pemerintah justru dianggap menghambat para pelaku industri TI di Indonesia. Penarikan pajak yang main pukul rata dirasa memberatkan komunitas-komunitas yang saat ini tengah mengeliat.
Demikian yang dirasakan Firstman Marpaung, salah satu penggiat komunitas IT saat berbincang dengan detikINET, Sabtu (21/1/2012) malam. Firstman mengaku, kerap kali terganjal regulasi, khususnya terkait dengan pajak, selama dirinya mengelola beberapa komunitas.
Menurutnya, selama dua tahun mengelola Microsoft User Group Indonesia (MUGI), pihaknya mendapatkan 10 paket modul pembelajaran lengkap dengan CD software trial. Tapi ternyata seluruh modul tersebut tidak bisa dikirim karena tertahan di Bea Cukai.
"Sisanya ditahan Bea Cukai karena dianggap barang komersil, harus ada invoice dan dikenakan pajak. Padahal itu pemberian, gratis dari principal Microsoft langsung. Jelas-jelas tertulis itu adalah pemberian. Gratis," ungkapnya.
Tidak hanya itu, ganjalan terbaru yang dia alami juga sama tidak mengenakkan. Dirinya diharuskan membayar pajak yang mencapai 30% dari nilai barang yang sebenarnya diberikan gratis oleh salah satu vendor ponsel.
Barang tersebut sengaja diberikan agar developer-developer di Indonesia bisa mempelajari sehingga saat produk smartphone tersebut diluncurkan, sudah ada karya developer lokal.
"Padahal dari seluruh dunia, Indonesia cuma 5 developer yang dapat. Ini bukan buat pribadi, tapi memang sengaja ditujukan ke komunitas agar developer bisa mempelajari produknya," kata pria yang juga menjabat sebagai President of Nokia Indonesia Community Enthusiast (NICE) ini.
Enggan Bayar Pajak?
Mendapati kenyataan di lapangan yang seringkali tidak sesuai dengan regulasinya, Firstman mengaku maklum jika ada beberapa developer yang merasa enggan untuk membayar pajak.
"Bukan masalah kita tidak mau bayar pajak, tapi buatlah kita merasakan dan dapat menikmati pajak yang kita bayar. Tidak perlu muluk-muluk, kita cuma ingin sedikit perhatian dari pemerintah. Toh, tanpa dukungan pemerintah selama ini kita masih bisa hidup kok," sindirnya.
Ia menambahkan, pemerintah sering kali tidak mau melihat dan membantu prosesnya. Tapi begitu muncul di media, serta merta developer langsung didatangi petugas pajak.
"Ada beberapa developer kita yang sukses dan kemudian begitu muncul media, langsung didatangi petugas pajak. Ini yang kemudian membuat para developer enggan mempublikasikan karyanya. Padahal banyak loh produk-produk lokal yang bagus dan berkualitas malah populer di luar ketimbang di sini," jelasnya.
Jika kondisi ini tidak segera dicari solusinya, Firstman khawatir Indonesia selamanya hanya akan menjadi pasar bagi produk-produk luar karena developernya enggan membuat produk.
"Itu jangan sampai terjadi. Ajaklah kami, komunitas untuk duduk bareng saat pemerintah mau membuat regulasi. Sehingga tidak berat sebelah dan justru merugikan salah satu pihak," pungkasnya.( afz / ash )
• detik
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 comments:
Post a Comment