Banyaknya kejahatan di wilayah laut, seperti perompakan, penyelundupan, illegal fishing, illegal mining, hingga pelanggaran wilayah perairan, mengakibatkan kebutuhan akan pesawat patroli maritim sangat mendesak.
Pengguna pesawat patroli maritim fungsinya yang beragam, tentunya banyak negara-negara jadi kepincut untuk memilikinya. seperti Indonesia, memiliki pesawat patroli maritim merupakan suatu keharusan.
Mengingat terbatasnya jangkauan radar kita. Jadi tidak salah, jika pengoperasikan pesawat patroli maritim merupakan langkah yang tepat.
Pesawat patroli maritim (maritime patrol aircraft) berperan sebagai wahana yang umumnya memiliki tugas mendeteksi, mengidentifikasi, dan mengintai objek yang dicurigai melakukan tindak kejahatan di laut. Bukan itu saja, pada beberapa pesawat maritim tertentu bahkan mampu melakukan tindakan penyerangan, seperti peperangan antikapal selam karena dilengkapi alat bela diri berupa torpedo dan rudal.
Melihat fungsinya yang beragam, tentunya pesawat maritim menjadi pelengkap bagi kapal patroli dan helikopter maritim.
Untuk mendukung pengamanan di wilayah perairan Nusantara, TNI Angkatan Udara telah mengoperasikan tiga pesawat Boeing B737 Surveiller. Ketiga pesawat yang dibeli tahun 1981 dari Amerika Serikat tersebut telah memperkuat Skuadron Udara 5 TNI AU di Pangkalan Udara Hasanudin, Makassar.
Selain itu, Indonesia melalui TNI Angkatan Laut juga mengoperasikan pesawat intai N22/N24 Nomad Searchmaster. Beberapa tahun lalu, pesawat intai buatan Australia ini pernah melakukan tugas pengintaian di saat konflik Ambalat sedang hangat-hangatnya.
Bila disimak lebih jauh, wilayah perairan Indonesia yang luas, tentunya tak cukup hanya mengandalkan kedua jenis pesawat tersebut. Apalagi dari segi kuantitas memang belum memadai, sehingga masih membutuhkan tambahan pesawat patroli maritim. Alhasil, selain Boeing B737 Surveiller dan N22/N24 Nomad Searchmaster, TNI AL juga melengkapi diri dengan pesawat patroli maritim NC 212 MPA (Maritime Patrol Aircraft) buatan PT Dirgantara Indonesia (PT DI).
Selain untuk mengganti pesawat intai N22/N24 Nomad Searchmaster yang sudah uzur, pemakaian NC 212 MPA juga dimaksudkan untuk mengoptimalkan penggunaan alutsista buatan industri pertahanan dalam negeri.
TNI AL menggunakan pesawat NC-212-200 versi MPA (Maritime Patrol Aircraft) sejak 2007 ditandai dengan penyerahan pesawat NC-212-200 Patmar ini merupakan pesawat terakhir dari realisasi kontrak antara PTDI dengan Departemen Pertahanan RI tahun 1996.
Pesawat yang dirancang khusus tersebut adalah pesawat ketiga yang diproduksi PTDI untuk TNI AL. Pesawat untuk patroli maritim ini umumnya selalu dilengkapi dengan piranti canggih untuk operasional di laut yang mampu memonitor berbagai aktivitas di atas dan di dalam laut, meskipun pesawatnya sendiri terbang di atas daratan.
Ini merupakan suatu alutsista yang sesuai dengan kebutuhan di lapangan.
Perkembangan teknologi di dunia sangat maju secara pesat serta tantangan yang semakin berat bagi TNI AL dimasa-masa mendatang, tentu memerlukan antisipasi sejak dini. Pesawat Patmar yang diproduksi PTDI dipersiapkan untuk mengatasi hal tersebut.
Pesawat jenis ini yang telah diproduksi PTDI, pernah dipergunakan untuk mencari pesawat Adam Air yang mengalami kecelakaan dan hilang beberapa waktu yang lalu.
Pesawat ini digunakan TNI AL pada skuadron Udara 800 Patroli Maritim.
NC 212 MPA (Foto indonesia-digest)
Ciri Ciri Umum NC 212 - 200• Kru: Dua pilot
• Kapasitas: sampai 20 pasukan, 12 liter, atau kargo 2.820 kg
• Panjang: 16,15 m
• Bentang sayap: 20,28 m
• Tinggi: 6,60 m
• Area sayap: 41 m²
• Berat kosong: 4.400 kg
• Berat isi: kg ( kg)
• Maksimum Takeoff (MTOW): 8.000 kg
• Tenaga Penggerak: 2x Garrett AiResearch TPE-331-10R-513C, masing-masing 690 kW (925 shp)
Performa
• Kecepatan maksimal: 370 km/j (230 mpj)
• Jarak: 1.433 km (895 mil)
• Ketinggian maksimal: 7.925 m (26.000 kaki)
• Daya tanjak: 497 m/menit (1.630 kaki/menit)
• Wing loading: kg/m² ( lb/kaki²)
• Power/berat: kW/kg ( hp/lb)
0 comments:
Post a Comment