Showing posts with label Amunisi. Show all posts
Showing posts with label Amunisi. Show all posts
0

Pabrik Amonium Nitrate di Kaltim Sudah Mulai Berproduksi

Jakarta, DMC - PT. Kaltim Nitrate Indonesia sebagai salah satu perusahaan industri strategis serta merupakan perusahaan baru dan terbesar di Indonesia yang memproduksi ammonium nitrate telah selesai pembangunannya di Bontang, Kalimantan Timur. Pabrik baru yang dibangun untuk melayani kebutuhan ammonium nitrate dari industri dalam negeri ini sudah memulai proses produksinya pada 19 April 2012 yang lalu.

Hal tersebut disampaikan Direktur Utama PT. Kaltim Nitrate Indonesia Ir. Antung Pandoyo, saat melaporkan perkembangan PT. Kaltim Nitrate Indonesia kepada Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro, Senin (23/4) di kantor Kementerian Pertahanan, Jakarta. Dalam kesempatan tersebut Direktur Utama PT. Kaltim Nitrate Indonesia sekaligus juga mengundang Menhan untuk meresmikan PT. Kaltim Nitrate Indonesia pada bulan Juni 2012 mendatang.

Lebih lanjut Direktur Utama PT. Kaltim Nitrate Indonesia menjelaskan, status dari proyek pembangunan PT. Kaltim Nitrate Indonesia sudah 100 % selesai. Proses dari pelaksanaan proyek pembangunan pabrik ini mencapai prestasi yang luar biasa dengan tingkat kecelakaan kerja yang sangat kecil.

Untuk selanjutnya, PT. Kaltim Nitrate Indonesia saat ini sedang berusaha memantapkan kualitas dan volume dari produksi. Dalam enam bulan, PT. Kaltim Nitrate Indonesia yakin dengan dukungan teknologi, mesin serta tenaga kerja terampil dari dalam negeri sebanyak 200 orang akan mampu memproduksi produk ammonium nitrate yang berstandar dunia.

Turut mendampangi Menhan dalam kesempatan tersebut antara lain, Staf Ahli Menhan Bidang Teknologi dan Industri Dr. Drs. Timbul Siahaan, M.M., Direktur Teknik dan Industri Pertahanan Direktorat Jenderal Potensi Pertahanan Brigjen TNI Ir. Agus Suyarso dan Kepala Pusat Komunikasi Publik Kemhan Brigjen TNI Hartind Asrin.(BDI/SR)

- DMC -
0

Tiga Pesawat Sukhoi Uji Coba Bom Buatan TNI AU dan Pindad

JAKARTA, KOMPAS.com - Tiga Pesawat tempur Sukhoi dari Skadron Udara 11 Lanud Sultan Hasanudin Makassar, Sulawesi Selatan, melaksanakan uji dinamis Bom Tajam buatan Dinas Penelitian dan Pengembangan TNI AU (Dislitbangau) bekerja sama dengan PT Pindad. Uji coba dilakukan di Lanud Iswahjudi dengan sasaran Air Weapon Range (AWR) Pandanwangi, Lumajang, Jawa Timur, Rabu (22/2/2012).

Dalam siaran persnya, TNI AU menyatakan, ketiga pesawat Sukhoi tersebut menguji Bom Tajam Nasional (BTN)-250 dan Bom Latih Asap Practice (BLA P)-50, dengan tujuan untuk mengetahui daya ledak serta ketepatan sasaran. Kepala Penerangan dan Perpustakan (Kapentak) Kapentak Lanud Iswahjudi, Mayor Sutrisno, menuturkan jika uji coba Bom Tajam Nasional (BTN)-250 tersebut sukses sesuai dengan yang diharapkan, serta mendapat sertifikat kelaikan dari Dislitbangau, kemandirian di bidang alat utama sistem senjata atau alutsista akan terwujud.

"Sehingga pesawat TNI-AU, khususnya Sukhoi memiliki bom sendiri tanpa tergantung dari luar negeri," katanya.

Uji coba disaksikan langsung oleh Kepala Dinas Penelitian dan Pengembangan Angkatan Udara (Kadislitbangau), Marsekal Pertama TNI Basuki Purwanto, mulai dari pemasangan bom di body maupun wing pesawat Sukhoi hingga pelaksanaan pengeboman di AWR Pandanwangi, Lumajang. (Nurmulia Rekso Purnomo)


KOMPAS.com
0

Militer Timor Leste Tertarik Beli Senjata Buatan Pindad

Senapan serbu SS2

SUKOHARJO
- Angkatan Darat Timor Leste tertarik melengkapi peralatan militernya yang dibuat oleh PT Pindad.

Deputi Direktur Pemasaran dan Penjualan PT Pindad, Triyono Andri Susilo, mengatakan pada tahap awal ada tiga jenis senjata buatan Pindad yang akan dibeli oleh Angkatan Perang Timor Leste yakni senjata serbu jenis SS2 yang juga digunakan TNI.

“Selain senjata, Angkatan Darat Timor Leste juga akan memesan amunisi buatan PT Pindad,” jelas Triyono kepada wartawan di PT Sritex, Sukoharjo, Jawa Tengah, Sabtu (28/1/2012).

Selain itu, Angkatan Darat Timor Leste juga akan memesan pistol jenis G2 serta truk angkutan personel seberat 2,5 ton dengan harga antara Rp300 juta sampai Rp900 juta per unit.

“Untuk harga truk angkutan personel militer tergantung medan di Timor Leste,” sambungnya.

Keputusan Timor Leste membeli persenjataan buatan Pindad, terang Triyono, karena Indonesia dianggap paling dekat secara geografis.

Pindad sudah melayani pemesanan persenjataan untuk Kepolisian Timor Leste. “Kalau tidak ada halangan, pesanan dari Angkatan Darat Timor Leste ini baru yang pertama. Sebelumnya, negara itu hanya pesan untuk kepolisian saja seperti dua unit kendaraan water cannon,” urainya.

Sementara itu Perdana Menteri Timor Leste, Xanana Gusmao, mengatakan Timor Leste masih perlu melakukan pembenahaan di sektor pertahanan.

“Tepat 20 Mei nanti, Timor Leste genap 10 tahun, masih banyak kekurangan negara ini yang harus dibenahi,” pungkasnya.(ton).


Okezone

0

Indonesia Siap Ekspor Mobil Lapis Baja

Rencana Penjualan Anoa (foto : www.Deviantart.com)

REPUBLIKA.CO.ID
, BANJARMASIN
- Kepala Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi, Marzan A Iskandar mengatakan, pihaknya siap mengekspor mobil lapis baja (panser) yang berhasil di produksi oleh lembaganya ke Malaysia dan Brunai Darussalam.

"BPPT bersama Pindad saat ini sedang memproduksi panser atau mobil lapis baja untuk memenuhi pesanan Malaysia dan Brunai," kata Marzan di Banjarmasin, Jumat (27/1).

Selain itu, kata dia, kini pihaknya sedang konsentrasi untuk melakukan modernisasi peralatan tempur TNI-AD seperti panser dan peralatan lainnya untuk mengganti peralatan yang sudah tua.

Saat ini, kata dia, pihaknya hampir menyelesaikan pembuatan sekitar 150 panser untuk mengganti dan menambah peralatan tempur TNI-AD. Bukan hanya panser, untuk melengkapi peralatan tempur TNI, BPPT juga sudah mampu mengembangkan sebagian bahan peledak yang saat ini diimpor dari luar negeri.

"Beberapa jenis bahan peledak seperti amunisi sudah berhasil kita kembangkan, sehingga tidak perlu lagi mengimpor dari negara lain," katanya.

Diharapkan dengan semakin banyaknya putra-putri Indonesia memproduksi berbagai terknologi dan peralatan pertahanan keamanan akan membuat Indonesia semakin disegani negara-negara dunia.

Memperkuat ketahanan keamanan negara ke depan, kata dia, BPPT dan Pindad bekerjasama dengan Kementerian Pertahanan juga sedang merancang pembangunan jaringan sistem informasi keamanan.

Sistem informasi yang canggih dan kuat tersebut, tambah Marzan diharapkan akan mampu menjadi basis untuk perencanaan pertahanan keamanan negara ke depan.

Sedangkan untuk memperkuat keamanan udara, saat ini Indonesia juga sedang merancang membuat pesawat tempur bekerjasama dengan Korea Selatan.

Pesawat tempur yang dirancang lebih canggih dari F 16 dan Sukhoi tersebut untuk melengkapi pertahanan dan keamanan angkatan udara Indonesia.


REPUBLIKA.CO.ID

0

Wamenhan: Indonesia butuh 700 ribu ton amonium nitrat

Wakil Menteri Pertahanan Sjafrie Sjamsoeddin. (FOTO ANTARA)

Bontang (ANTARA News) - Wakil Menteri Pertahanan Sjafrie Sjamsoeddin mengatakan Indonesia membutuhkan sekitar 700 ribu ton amonium nitrat per tahun baik untuk bahan peledak komersial maupun militer.

"Namun, kapasitas produksi yang kita miliki masih belum mencukupi," kata Wakil Menhan Sjafrie saat meninjau kesiapan produksi perdana PT Kaltim Nitrate Indonesia (KNI) di Bontang, Kalimantan Timur, Rabu.

Sjafrie mengatakan kehadiran KNI sebagai salah satu industri bahan peledak diharapkan dapat menjadi alternatif bagi penambahan kapasitas produksi yang belum dapat dipenuhi saat ini.

Sebelumnya, Dirjen Potensi Pertahanan Kementerian Pertahanan , Pos M Hutabarat mengatakan, selain perijinan sembilan perusahaan itu sudah mendekati selesai, maka evaluasi difokuskan pada konsistensi mereka untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri.

"Selama ini, dari kebutuhan dalam negeri sekitar 450 ribu ton per tahun baru dapat dipenuhi sekitar 40 hingga 60 ribu ton oleh badan usaha bahan peledak dalam negeri," papar Pos Hutabarat.

Padahal, lanjut Pos Hutabarat, bahan baku bahan peledak berupa amonium nitrat di dalam negeri cukup melimpah.

"Hanya campurannya saja yang masih impor. Namun, kondisi saat ini baik bahan baku maupun bahan campurannya kebanyakan masih impor. Padahal, kita ingin Indonesia bisa memproduksi bahan peledak utamanya untuk pasar dalam negeri baik untuk kepentingan militer maupun komersial," ujarnya.

Kewenangan Kemhan untuk mengatur perijinan Badan Usaha Bahan Peledak sesuai Keputusan Presiden Nomor 125/1999 tentang Bahan Peledak yang merupakan salah satu kebijakan strategis nasional di bidang bahan peledak.

Keputusan presiden itu kemudian dijabarkan dalam Peraturan Menteri Pertahanan No22/2006 tentang pedoman, pengaturan, pembinaan, dan pengembangan Badan Usaha Bahan Peledak Komersial.

Perijinan untuk badan usaha yanhg dimaksud adalah Ijin Usaha Produksi di pabrik berlaku 10 tahun, Ijin Usaha Produksi di Lapangan berlaku dua tahun dan Ijin Pengadaan dan Pendistribusian berlaku dua tahun, Ijin Usaha Pergudangan dan Jasa Peledakan berlaku untuk dua tahun.

Pabrik bahan peladak KNI yang dibangun pada 2009 memiliki kapasitas produksi sebesar 300 ribu ton. Pada awal produksinya pada Februari 2012, KNI akan menghasilkan 190 ribu ton per tahun.(R018/A011)



ANTARA News
0

RI bangun pabrik bahan berenergi tinggi untuk militer

Ilustrasi - Energetic material centre. (istimewa)

Subang (ANTARA News) - Indonesia akan membangun pabrik bahan berenergi tinggi (Energetic Material Center) di areal PT Dahana di Kabupaten Subang, Jawa Barat, untuk memenuhi kebutuhan militer.

"Tantangan kita adalah melepaskan ketergantungan akan kebutuhan bahan baku propelan impor, jadi ini kita dukung," kata Menristek Gusti Mohammad Hatta pada kunjungannya ke BUMN di bidang produksi bahan berenergi tinggi (peledak), PT Dahana, di Subang, Jumat.

Pada kesempatan itu Menteri menyaksikan penandatanganan kerja sama PT Dahana-Lapan (Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional) dan PT Dahana-BPPT (Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi) yang dihadiri Kepala Lapan Bambang Tedjasukmana dan Kepala BPPT Marzan A Iskandar.

Disebutkan Menteri, saat ini Indonesia sedang bersemangat tinggi meningkatkan kemandirian bangsa di bidang penguasaan teknologi pertahanan, dimana propelan, bahan bakar roket menjadi salah satu indikator kemandirian.

"Hanya saja produksi militer harus didukung oleh produk komersial agar perusahaan bisa tetap beroperasi, ditambah lagi harus bersinergi dengan lembaga-lembaga riset untuk kepentingan penelitian dan pengembangan material dan peroketan nasional," kata Gusti.

Gusti juga menyatakan bangga karena di areal yang berisi bahan-bahan mengerikan seperti bahan peledak ternyata gedungnya menjadi yang pertama di Indonesia mendapat sertifikasi "Green Building" dan mencapai kategori platinum untuk gedung baru.

Sementara itu Dirut PT Dahana Tanto Dirgantoro mengatakan, semua aktivitas terkait produksi propelan diarahkan di wilayah Subang ini setelah diletakkan batu pertamanya oleh Menhan Purnomo Yusgiantoro pada 2010 dan dijadwalkan selesai pada Maret 2012.

Dikatakannya Energetic Material Center ini akan menjadi yang terbesar di ASEAN.

"Kami baru saja memindahkan pabrik (catridged emulsion) yang semula berlokasi di Kabupaten Tasikmalaya ke Subang yang luasnya mencapai 595 ha. Pabrik kami di Tasik yang hanya di atas lahan 10 ha tak memenuhi syarat jarak keselamatan untuk produksi bahan lainnya," katanya.

Dahana, urainya, selain memproduksi bahan berenergi tinggi untuk militer juga memproduksi kebutuhan komersial seperti keperluan pertambangan migas, pertambangan umum dan konstruksi.

Sedangkan Deputi Bidang Teknologi Dirgantara Lapan, Dr Ing Soewarto Hardhienata mengatakan, propelan yang pembeliannya sering diembargo oleh negara maju, dibutuhkan dalam pengembangan peroketan nasional.(D009)



ANTARA News
0

Singapura dan Thailand Beli 9 Juta Munisi dari PT Pindad

[MALANG] Singapura dan Thailand setiap tahun membeli munisi (peluru dan bom) di PT Pindad (Persero) yang berada di Turen, Malang, Jawa Timur. Masing-masing dua negara itu membeli sembilan juta butir peluru setiap tahun.

Demikian dikatakan Direktur Sistem Senjata PT Pindad di Turen, Irianto, kepada wartawan, di Turen, Malang, Kamis (3/11).

Menurut Irianto, dua negara tersebut di atas sebenarnya meminta munisi dalam jumlah besar setiap tahun namun karena PT Pindad mengutamakan kebutuhan dalam negeri sehingga permintaan dua negera itu dibatasi. "Kita utamakan kebutuhan TNI, Polri dan lembaga lain seperti Kementerian Kehakiman," kata dia.

Irianto mengatakan, kebutuhan munisi TNI seharusnya 120 juta butir peluru setiap tahun namun PT Pindad hanya memenuhi 70 juta butir peluru saja setiap tahun. Sedangkan Polri, kata dia, membutuhkan sekitar 40 juta butir peluru setiap tahun.

Mesin Sudah Tua
Menurut Irianto, beberapa permasalahan di PT Pindad antara lain mesin-mesin sudah tua, jadi perlu regenerasi mesin. Dengan mesin-mesin yang sudah tua ini, PT Pindad memproduksi peluru sebanyak 400.000 butir peluru per hari selain berbagai jenis bom. "Ukuran peluru antara lain 5,9 mm sampai 20 mm," kata dia.

Permasalahan selanjutnya, kata dia, bahan baku untuk munisi, sebesar 80 persen diimpor dari berbagai negara seperti Belgia, India, Thaiwan. "Kita belum bisa menghasilkan bahan baku yang berkualitas," kata dia.

Permasalahan lain, kata dia, jumlah sumber daya manusia yang kurang. "Namun sejak tahun lalu, kita sudah rekrut karyawan baru lagi," kata dia.

Irianto berharap, pemerintah dan semua rakyat Indonesia mendukung keberadaan dan keberlanjutan industri pertahanan. "Industri pertahanan merupakan pertahanan itu sendiri," kata dia.

Salah satu bentuk dukungan yang dibutuhkan, kata dia, adalah semua kebutuhan dalam negeri harus beli di PT Pindad. Selain itu, segera mengganti mesin-mesin PT Pindad yang sudah tua. "Mesin-mesin di sini ada yang dibuat tahun 1957, jadi perlu diganti," kata dia, seraya menambahkan satu buah mesin seharga Rp 150 miliar.

Ia menambahkan, semua mesin di PT Pindad diimpor dari Jerman. "Mesin-mesin dari Jerman, kuat dan tahan lama," kata dia. [E-8]


SuaraPembaruan

0

PT. PINDAD gelar uji coba mortir di Rahlat Puslatpur

Pada saat ini PT. Pindad telah memproduksi berbagai macam alutsista guna kepentingan Pertahanan Nasional, khususnya untuk keperluan TNI.

Salah satu produksinya adalah Mortir 60 Komando, Mortir 60 LR dan Mortir 81 Tampela yang telah diuji coba pada tanggal 2 Mei 2011 di Daerah Latihan Puslatpur Kodiklat TNI AD.

Mortir buatan PT. Pindad yang diuji coba adalah Mortir 60 Komando 3 pucuk, Mortir 60 LR 3 pucuk dan Mortir 81 Tampela 3 pucuk dengan jarak penembakan maksimal 8 km.

Adapun Tim uji coba terdiri dari 15 orang PT. Pindad yang dipimpin oleh Bapak Iriyanto, 1 orang dari Pussenif Kapten Inf Jainal Abidin dan 4 orang prajurit Puslatpur Kodiklat TNI AD. (Pen Kodiklatad/Dispenad)


TNI AD
0

Pemerintah Tak Danai Pabrik Propelan

JAKARTA(SINDO) – Menteri Pertahanan (Menhan) Purnomo Yusgiantoro menegaskan,pemerintah tidak akan memberikan bantuan dana untuk pembangunan industri bahan peledak.

Pendanaan industri bahan peledak seperti PT Dahana di Subang Jawa Barat,ungkap Menhan,murni dilakukan melalui mekanisme pembiayaan perbankan nasional. ”Investasinya didukung oleh perbankan nasional. Bukan beban pemerintah. Pembayarannya nanti berasal dari pendapatan industri tersebut,” ungkap Purnomo di Jakarta kemarin.Purnomo mengatakan, biaya yang dipinjam dari perbankan nasional tersebut nantinya akan dibayar dari hasil penjualan bahan-bahan peledak.

Dengan demikian, jelasnya, APBN sama sekali tidak terganggu. ”Dahana membangun dengan nonrecost financing karena tidak membebani uang pemerintah,tapi pembangunan dibiayai dari hasil-hasil penjualan,” ujarnya. Begitu pun dengan pembangunan pabrik propelan yang berada di kawasan tersebut, juga dibiayai dari keuntungan perusahaan.

Mantan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral itu meyakini, dalam beberapa tahun ke depan, pabrik propelan akan mampu mendatangkan keuntungan yang tidak sedikit bagi negara mengingat besarnya kebutuhan akan propelan baik di dalam maupun di luar negeri.

Bahkan, lanjut Purnomo, pabrik propelan tersebut sudah diperkenalkan ke negara-negara tetangga, termasuk pada saat kunjungan Menteri Pertahanan Singapura Teo Chee Hean ke Indonesia pada Kamis (9/12).

”Jadi, jangan berpikir lagi bahwa pertahanan akan membebani ekonomi, tapi kita harus mengubah menjadi menyokong perekonomian,” tegasnya. Seperti diketahui, PT Dahana akan membangun energic material center di Subang,Jawa Barat,yang di dalamnya juga akan dibangun pabrik propelan untuk bahan peledak militer. Rencananya, pabrik ini mulai beroperasi pada 2013.

Selain industri bahan peledak dalam kawasan seluas hampir 600 hektare tersebut,terdapat juga tempat pengembangan dan penelitian serta pendidikan dan pelatihan bahan peledak. Wakil Menteri Pertahanan Letjen TNI Sjafrie Sjamsoeddin mengatakan, Indonesia sebenarnya telah memiliki pabrik amunisi milik PT Pindad di Turen, Jawa Timur. Namun, sampai sekarang bahan bakunya masih harus diimpor dari Afrika Selatan.

Karena itu, sudah saatnya Indonesia memiliki pabrik bahan peledak militer.”Dengan angkatan bersenjata yang besar dan kepolisian yang besar, tentunya dibutuhkan alutsista yang banyak,terutama untuk isian amunisi kaliber kecil, besar, sampai roket. Ini membutuhkan propelan yang cukup banyak. Sudah saatnya Indonesia memiliki kemandirian bahan peledak militer,” tegasnya. (pasti liberti)


SINDO
0

Menteri Pertahanan RI Kunjungi Pabrik Bahan Peledak

DMC Menteri Pertahanan RI, Purnomo Yusgiantoro didampingi Sekjen Kemhan dan beberapa Pejabat Eselon I di lingkungan Kemhan, Jumat (3/12) mengunjungi PT. Dahana sebagai industri pertahanan dalam negeri dalam hal pembuatan bahan peledak.

Pada kesempatan kunjungan pertama di kantor Tasikmalaya, Menhan menerima paparan dari Dirut Keuangan dan Pengembangan Usaha PT. Dahana seputar pengembangan industri bahan peledak, terutama terkait dengan kemandirian bahan peledak untuk pertahanan Negara.

Disamping itu pada kesempatan ini, Menhan juga menyaksikan penandatanganan kerjasama penelitian dan pengembangan Litbang TNI-AU untuk penyempurnaan desain dan sertifikasi Blast Effect Bomb (sejenis bom latih pesawat tempur). Kerjasama ini adalah tindak lanjut dari Nota kesepahaman antara PT. Dahana dan TNI AU yang ditandatangani di hadapan Presiden RI pada pembukaan Indo Defence 2010 November lalu.

Menhan kemudian mengunjungi pabrik bahan peledak emulsi dayagel dan shaped charges yang digunakan untuk pertambangan termasuk sektor migas, serta dapat dimanfaatkan untuk mendukung kebutuhan alutsista TNI. Menhan selanjutnya akan mengikuti ujicoba peledakan shapedcharges sehingga beliau diberikan sertifikat juruledak kehormatan oleh PT. Dahana (persero).

Berikutnya, Menhan mengunjungi kawasan PT. Dahana (persero) seluas 595 Ha di daerah Subang, Jawa Barat. Dalam kesempatan tersebut, Menhan meletakan batu pertama pembangunan Energetic Material Center (EMC) yang persiapannya sudah dimulai sejak bulan Oktober lalu.

Kawasan terintegrasi EMC yang dibangun bekerjasama dengan kontraktor nasional PT. PP tbk, direncanakan akan selesai paling lambat tahun 2012. Keseluruhan area komplek industri bahan berenergi tinggi ini akan mencapai luas 100 Ha diluar Area Pengamanan (Safety Distance).

Energetic Material Center akan menjadi pusat penelitian dan pengembangan bahan berenergi tinggi se-Asia Tenggara. Dilingkungan tersebut juga akan berdiri beberapa pabrik baru, gudang, laboratorium, pusat penelitian, penelitian dan fasilitas pendukung lainnya. Saat ini sudah beroperasi beberapa pabrik dan gudang bahan peledak.

PT Dahana (persero) sebagai BUMN harus siap mendukung program pemerintah dalam kemandirian bahan peledak pertahanan dan komersial.

Dalam perjalanannya lebih dari 40 tahun, PT Dahana (Persero) sebagai salah satu Industri Strategis di Indonesia selalu konsisten dapat memenuhi layanan bahan peledak secara terpadu baik pada sektor Migas, Pertambangan Umum, Kuari dan Konstruksi dan andil dalam mendukung Alutsista dengan dilengkapi fasilitas lengkap, teknologi terkini serta SDM yang berkualitas.


DMC
0

Menteri Minta Dahana Penuhi Kebutuhan Bahan Peledak Militer

Purnomo Yusgiantoro. TEMPO/Imam Sukamto

TEMPO Interaktif
, Subang - Menteri Pertahanan dan Keamanan Purnomo Yusgiantoro meminta manajemen PT Dahana (Persero) mampu memenuhi kebutuhan bahan peledak khusus militer secara mandiri.


"Kita (Indonesia) memerlukan segera kawasan propellant ," kata Purnomo, usai peletakan batu pertama pembangunan Energetik Material Center (EMC) di kawasan pabrik bahan peledak milik PT Dahana di wilayah Kecamatan Cibogo, Kabupaten Subang, Jawa Barat, Sabtu (4/12).

Industri propellant, kata Purnomo, kehadirannya sangat diharapkan agar pemenuhan kebutuhan bahan peledak militer Indonesia tidak bergantung ke luar negeri. "Harus bisa dipenuhi secara mandiri," ujar Purnomo.

Ia mengharapkan perusahaan pelat merah yang khusus memproduksi bahan peledak tersebut bisa mewujudkan propellant yang terintegrasi sehingga keberadaannya bisa dijadikan wahana pusat penelitian dan pengembangan yang strategis demi kemajuan bangsa dan negara serta masyarakat Indonesia.

"Saya juga mengharapkan agar industri bahan peledak tersebut tidak hanya memenuhi kebutuhan militer tetapi juga komersial," kata Purnomo.

Direktur Keuangan PT Dahana, Fajar Hary Sampoerno, mengatakan kebutuhan bahan peledak buat kepentingan militer Indonesia yang dipenuhi perusahaannya saat ini baru 80 persen.

Belum terealisasinya pemenuhan kebutuhan bahan peledak militer oleh Dahana karena perusahaan mengalami kendala dalam soal pengadaan bahan baku ammonium nitrat. "Kita masih nol dan untuk memenuhi kebutuhan itu 100 persen masih mengandalkan impor," ujar Fajar.

Tetapi, dia mengaku optimistis jika industri propellant yang berada satu kompleks dengan EMC Subang, ke depan militer Indonesia, akan memenuhi kebutuhan bahan peledak secara mandiri dari Dahana.

"Pada tahun 2013 saya yakin pasokan bahan peledak militer Indonesia akan dipasok secara mandiri oleh Dahana," papar Fajar. Pembangunan kawasan EMC dan industri propellant, di Cibogo, Subang, dipastikan tuntas dibangun pada 2012.

Tarto Dirgantiri, Direktur Utama PT Dahana (Persero), mengatakan kawasan industri bahan peledak di Cibogo akan dibangun di atas lahan seluas 120 hektare.

"Lokasi itu berada di hamparan lahan milik PT Dahana yang memiliki luas 596 hektare," kata Tirto. EMC, dalam kiprahnya kelak, akan menjadi pusat penelitian, pengembangan sekaligus pendidikan bahan peledak Indonesia.[NANANG SUTISNA]


TEMPOInteraktif

Subang, Kawasan Pusat Industri Bahan Peledak

SUBANG--MICOM: Pemerintah akan menjadikan PT Dahana (persero) sebagai kawasan pusat industri bahan peledak. Persiapan PT Dahana diharapkan selesai pada tahun 2013 mendatang. Sehingga dapat mengurangi ketergantungan kebutuhan militer Indonesia kepada asing secara bertahap. Hal itu disampaikan Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro, saat mengunjungi kawasan PT Dahana seluas 595 Ha di Subang, Jawa Barat.

"Proyek strategis Kementerian Pertahanan ini, mudah-mudahan bisa diselesaikan pada kabinet ini. Proyek utamanya adalah industri bahan peledak. Kebutuhan kita masih tinggi. Sebagian di suplai dari Dahana dan beberapa perusahaan serta impor. Kita harapkan dengan adanya pembangunan ini, secara bertahap kita akan mandiri," tuturnya saat memberikan sambutan.

Dalam kesempatan itu, Menhan melakukan peletakan batu pertama pembangunan Energetic Material Center (EMC) yang persiapannya sudah dimulai sejak Oktober tahun lalu. Dalam kunjungannya, Menhan didampingi oleh sejumlah pejabat di lingkungan Kementerian Pertahanan diantaranya Sekjen Kemhan, Dirjen Sarana Pertahanan, Dirjen Potensi Pertahanan dan Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan.

Produk dari PT Dahana, sambungnya, tidak hanya dikhususkan untuk memenuhi kebutuhan militer. Beberapa produksi juga diperuntukkan untuk swasta dan siap di ekspor. Salah satunya adalah non eletrik detonator yang saat ini mulai di ekspor ke Australia.

Untuk kebutuhan militer, PT Dahana menjadi pusat pembangunan propelan (bahan isian senjata peluru dan roket). "Karena bahan peledak di bawah industri strategis. Maka untuk pengembangan industri bahan peledak militer akan dibangun untuk amunisi dan propelan. Kita sudah klasifikasikan PT Dahana di Subang untuk kawasan terpadu industri," paparnya seraya menambahkan, ia akan meminta Komite Kebijakan Industri Pertahanan (KKIP) untuk mendukung penuh upaya ini.

"Saya minta kepada jajaran KKIP agar proyek ini dibantu dan diselesaikan tepat pada waktunya. Agar terwujud adanya kawasan industri bahan peledak terpadu," tutur Menhan.

Selain sebagai industri bahan peledak, PT Dahana di Subang juga direncanakan sebagai pusat penelitian dan pengembangan bahan peledak, serta pusat pendidikan dan pelatihan.

"Selama ini penelitian dan pengembangan dilakukan secara sporadis. Ada di Kemhan, PT Pindad, TNI dan lain-lain. Akan lebih baik lagi kalau kemudian penelitian dan pengembangan industri bisa dikembangkan dalam satu lokasi. Untuk pendidikan, pelatihan dan workshop juga akan dilaksanakan disini," urai Purnomo.

Sementara itu, Harry Sampurno, Direktur Keuangan dan Pembangunan Usaha PT Dahana memaparkan, saat ini sebanyak 80 persen kebutuhan bahan peledak militer, terpenuhi dari pihaknya. "Kalau selesai 2013 kita akan lebih mandiri," imbuhnya.

Di lain pihak, Bupati Subang Eep Hidayat mengatakan, pihaknya mendukung penuh pembangunan yang dilakukan PT Dahana bersama Kementerian Pertahanan. "Kami menegaskan ini fasilitas negara yang harus dijaga dan dihormati oleh masyarakat. Pembangunannya harus kami dukung penuh," tegas Eep. (Wta/OL-2)


MediaIndonesia
0

Rekind Bangun Pabrik Bahan Peledak di Bontang

TEMPO Interaktif, Jakarta - PT Rekayasa Industri (Rekind) mengembangkan sayap bisnisnya lewat pembangunan pabrik ammonium nitrate prill (ANP) untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri. ANP merupakan bahan baku peledak yang menjadi salah satu bahan baku operasional industri pertambangan, seperti emas, batu bara, dan batu kapur.

Menurut Manajer Proyek, Gito Waluyo, permintaan terhadap kebutuhan ANP per tahun untuk dalam negeri saat ini mencapai 300-350 ribu ton. “Prediksi ini akan meningkat tiap tahun. Sedangkan jumlah produksi ANP dalam negeri tak mencukupi permintaan tersebut,” kata Gito di Jakarta, Kamis (2/9).

Dalam proyek ini Rekind menggunakan teknologi lisensi UHDE Germany. Teknologi ini membutuhkan banyak pekerja sehingga diharapkan mampu menyerap tenaga karyawan hingga seribu orang. Proyek bernilai US$ 300 juta atau sekitar Rp 2,7 triliun yang berlokasi di Bontang, Kalimantan Timur ini dijadwalkan rampung tahun depan.

Dengan selesainya pembangunan pabrik ANP ini, diharapkan mampu menjadikan Indonesia sebagai produsen ANP terbesar dunia. Menurut Gito, keberhasilan dan kualitas pelaksanaan pabrik ANP yang baik akan memberikan dampak positif bagi pengembangan bisnis serta membawa keuntungan terhadap mitra lokal.

Proyek yang dimiliki oleh PT Kaltim Nitrate Indonesia tersebut sahamnya dimiliki oleh perusahaan Australia yaitu Orica Ltd. Melalui proyek ini, Rekind akan membuka pintu pasar EPC Australia. Saat ini, Rekind sudah menerima permintaan pembuatan pabrik dengan kapasitas serupa di beberapa negara lain.AGUSLIA HIDAYAH


Tempointeraktif
0

GRANAT MERIAM BUATAN ANAK BANGSA

Granat Meriam adalah salah satu alutsista munisi kaliber besar (MKB) yang digunakan oleh TNI Angkatan Darat dalam rangka menjaga kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Demikian disampaikan Kol. Wardoyo, SB, Slp, Dirbinlitbang Pussen Armed TNI AD yang didampingi Dr. Ir. Ade Bagja, Deputi Direktur Litbang, Direktorat Produk Sistem Senjata, PT. PINDAD (Persero), pada Iptek Talk, Minggu, 11 Juli 2010, Pkl. 18.30-19.00 WIB di TVRI.

Menurut Wardoyo, di TNI AD granat meriam lebih dikenal dengan munisi meriam. Granat meriam ini terdiri dari dua paket, yaitu munisi dan selongsong. Granat meriam yang terdiri dari dua paket tersebut akan dimasukkan ke dalam laras meriam atau diloading, dalam pelaksanaan tergantung dari elevasi atau sudut yang diinginkan. Penggunaan granat meriam / munisi meriam di TNI AD sudah sejak perang dunia ke dua selesai. Sampai saat ini TNI AD masih menggunakan granat meriam produk dari luar negeri, akan tetapi bukan berarti TNI AD tidak mau menggunakan produk lokal, melainkan karena PT. PINDAD sendiri sebagai perusahaan senjata dalam negeri belum membuatnya.

Wardoyo menjelaskan bahwa memang selama ini TNI AD berkiblat ke luar negeri, selama ini meriam yang digunakan memang berasal dari luar negeri. Berdasarkan pengalaman, walaupun meriam itu buatan luar negeri belum menjadi jaminan, tetap saja masih ada hambatan dalam penggunaannya di lapangan. Tetapi ternyata, granat meriam produk lokal, yaitu hasil anak bangsa di PT. PINDAD sudah memenuhi syarat-syarat tipe granat meriam yang digunakan dalam rangka pengadaan barang TNI AD, maka PT. PINDAD bisa mengikuti proses pelelangan.

Ade menjelaskan bahwa memang sampai saat ini PT. PINDAD belum membuat granat meriam. Akan tetapi keinginan untuk membuat sudah lama, apalagi PT. PINDAD sudah mempunyai fasilitas yang bisa digunakan dalam produksi granat meriam. Fasilitas ini sudah ada sejak tahun 1991, dan bisa di optimalkan. Fasilitas ini disebut dengan filling plan yang berada di divisi munisi, di kota kecil Turen, sekitar 30 km dari kota Malang Jawa Timur. Filling plan yang dimiliki PT. PINDAD di Turen itu merupakan filling plan terbesar se-Asia Tenggara. Bahkan beberapa negara tetangga tidak memiliki filling plan seperti yang dimiliki oleh PT. PINDAD. Fasilitas ini diharapkan dapat berkontribusi dalam memenuhi kebutuhan TNI AD. Jadi bisa dikatakan bahwa PT. PINDAD sudah siap untuk memproduksi granat meriam, tetapi bukan memproduksi granat meriam secara keseluruhan. Fasilitas filling plan tersebut hanya untuk hulu ledaknya saja. Granat meriam terdiri dari beberapa bagian seperti, bagian selongsong, bagian propelan sebagai pendorong. PT. PINDAD tetap akan melakukan produksi secara bertahap sampai dapat memproduksi sendiri granat meriam secara keseluruhan untuk kemandirian dalam hal pengadaan alutsista dalam negeri.

Menurut Ade, di dalam bagian granat meriam ada yang diisi dengan bahan eksplosif, supaya granat tersebut memiliki efek daya ledak. Untuk mengisi bahan eksplosif hulu ledak dari granat meriam ini maka digunakanlah fasilitas filling plan. Teknologi yang digunakan adalah teknologi dari swedia, yang mana tahun 1991 sudah mulai dipakai. Kapasitas dari filling atau pengisian TNT ataupun campuran TNT ke dalam hulu ledak granat meriam ini sendiri mencapai 1.200 kg/shift, dimana dalam hulu ledak granat meriam 105 isinya hanya 2 kg TNT, berarti dalam 1 hari bisa lakukan pengisian hulu ledak granat meriam sebanyak 600 hulu ledak.(gs.dw-dpipt)


Ristek

0

BPPT KEMBANGKAN MUNISI UNTUK DUKUNG INDUSTRI HANKAM DALAM NEGERI

Pegawai Divisi Munisi PT Pindad sedang mengerjakan pembuatan peluru di salah satu mesin pencetak. Divisi Munisi PT Pindad yang terletak di Turen, Malang, Jawa Timur setiap tahunnya memproduksi 100 juta butir peluru dan bom berbagai ukuran dan kaliber. Selain untuk kebutuhan TNI/Polri, peluru-peluru ini juga di ekspor ke negara-negara tetangga. (Foto: detikFoto/Ramadhian Fadillah)

“Mendukung kemampuan industri yang bergerak dalam bidang pertahanan dan keamanan (hankam). Itu adalah tujuan utama tim ketika mengembangkan teknologi manufaktur pelat kuningan untuk pembuatan munisi”, demikian dikatakan Kepala Bidang Industri Logam, Pusat Teknologi Industri Proses (PTIP) BPPT, Ari Hendarto saat diwawancarai (15/02).

Munisi, atau amunisi, adalah suatu benda yang mempunyai bentuk dan sifat balistik tertentu, yang dapat diisi dengan bahan peledak atau mesiu. Munisi dapat ditembakkan dengan senjata maupun alat lain dengan maksud ditujukan kepada suatu sasaran.

Dalam pengerjaannya menurut Ari, tim BPPT berkonsultasi dengan pihak PT Pindad. “Sebagai produsen dari alat-alat pertahanan, tentunya PT Pindad sangat paham mengenai hal-hal apa saja yang diperlukan dalam proses produksi”, jelasnya.

Hal senada di ungkap juga oleh salah satu anggota tim yang terlibat dalam pembuatan munisi, Iwan Setiadi. “Bersama PT Pindad, kami telah melakukan berbagai uji coba untuk menemukan komposisi yang tepat bagi munisi ini”.

Tingginya resiko yang bisa ditimbulkan pada proses uji coba lanjut Iwan, menuntut timnya untuk sangat cermat dalam pengerjaan. “Mulai dari dimensi, ketebalan, kekerasan, sampai pada ukuran butiran, semuanya harus presisi”, tegasnya.

“Rencana kedepan, kita akan meningkatkan pada kaliber yang lebih tinggi dari yang kita kembangkan saat ini, yakni dari kaliber 5,56 mm ke kaliber 20mm”, ungkap Ari.

Dikesempatan yang berbeda, Direktur Pusat Teknologi Industri Proses (PTIP) BPPT Danny M. Gandana mengatakan bahwa PTIP mendukung kemajuan industri proses disetiap sektor di Indonesia. “Indonesia harus leading dalam industri proses. Dengan memberdayakan kemampuan dalam negeri, kita tidak lagi selalu bergantung pada produk impor. Terlebih lagi dengan berkembangnya industri di Indonesia, tentunya akan membuka lebih banyak peluang untuk berkarya dan menambah kesempatan kerja bagi setiap individu”, tandasnya. (KYRA/humas)

BPPT