Saat ini, kata Sarwoto, harga telepon seluler cerdas umumnya masih di kisaran US$ 100 atau sekitar Rp 900 ribu. ATSI menginginkan ponsel cerdas yang menggunakan jaringan 3G bisa dijual seharga Rp 550 ribu.
Masih menurut Sarwoto, ketersediaan ponsel cerdas ini amat penting untuk mendukung rencana industri seluler mengembangkan jaringan mobile broadband. Investasi ini juga mesti didukung dengan perangkat yang mampu menggunakan jaringan 3G.
Jangan sampai karena ketiadaan perangkat membuat investasi yang dikeluarkan tidak menghasilkan keuntungan. “Operasionalnya jadi loss benefits,” kata Sarwoto, yang juga Direktur Utama Telkomsel.
Ke depan, kata dia, industri telekomunikasi akan banyak menggantungkan pendapatan dari layanan data dan broadband. Ini menjadi pilihan yang tidak bisa dihindari setelah industri ini tumbuh stagnan sepanjang 2011 lalu akibat jenuhnya layanan voice dan pesan pendek.
Pengguna layanan data selama 2011 lalu menunjukkan pertumbuhan lebih dari 100 persen bila dibandingkan 2010. Asosiasi mencatat hingga akhir tahun lalu pengguna layanan data ada sekitar 70 juta pelanggan.
“Ini memberikan zona pertumbuhan yang baru karena pelanggan layanan data ini masih kurang dari 30 persen jumlah penduduk,” katanya.
Sarwoto mengungkapkan industri telekomunikasi tidak lagi mengandalkan SIM-Card untuk mengejar pendapatan, tapi akan fokus pada penetrasi mobile broadband. Dari belanja modal sebesar Rp 30 triliun pada 2011 lalu lebih dari 90 persen digunakan untuk peningkatan jaringan dan layanan data.(IQBAL MUHTAROM)
• TEMPO.CO
0 comments:
Post a Comment