JAKARTA, KOMPAS.com - Indonesia punya Observatorium Bosscha, satu observatorium dengan teleskopnya yang telah dipergunakan sejak tahun 1920-an. Observatorium tersebut bisa menjadi wadah untuk membangun minat dalam bidang astronomi maupun sebagai fasilitas riset.
Namun, melihat kondisinya kini. Apakah mungkin Bosscha dapat digunakan untuk menunjang riset? Dr. Johny Setiawan, astronom asal Indonesia yang bekerja di Max Planck Institute for Astronomy, Jerman mengatakan, "Bosscha-nya mungkin masih bisa, tapi kondisi sekitarnya yang sudah tidak memungkinkan."
Ia mengatakan, "Wilayah Bandung sekarang sudah terlalu padat dan banyak polusi cahaya sehingga tak mungkin melakukan observasi astronomi." Kepadatan dan cahaya akan menghambat observator untuk melihat langit.
Sesuai standar, wilayah yang layak digunakan untuk melakukan observasi adalah wilayah yang lapang, tak banyak berdebu, suhu yang tak terlalu panas serta tak banyak polusi cahaya yang berasal dari lampu rumah penduduk maupun kendaraan.
"Wilayah di Indonesia yang baik digunakan untuk melakukan observasi adalah Nusa Tenggara Timur. Karakteristik wilayah di sana hampir sama dengan di Observatorium La Sillia Chile. Gurun dan tak banyak polusi cahaya," ungkap Johny.
Johny mengatakan, sebaiknya keberadaan Bosscha bisa menjadi langkah awal untuk membangun observatorium di Indonesia yang bertujuan lebih dari sekedar wisata, tetapi juga penelitian. Ini bisa menjadi cikal bakal untuk lebih mengembangkan astronomi di Indonesia.
Ia mengatakan, "Potensi kita di bidang astronomi cukup banyak. Di Bandung ada yang sampai membuat majalah astronomi yang terbit berkala. Kita sebenarnya cuma tak memiliki kesempatan untuk itu." Pengembangan observatorium akan memberikan kesempatan lebih.
"Nantinya, jika bisa kita juga membuat jejaring dengan negara-negara tetangga sehingga bisa mengembangkan," katanya. Ia memungkas dengan berkata, "Astronomi Indonesia hanya kecil di dalam negeri, tetapi sebenarnya besar dan tersebar di luar."
"Wilayah di Indonesia yang baik digunakan untuk melakukan observasi adalah Nusa Tenggara Timur. Karakteristik wilayah di sana hampir sama dengan di Observatorium La Sillia Chile. Gurun dan tak banyak polusi cahaya
0 comments:
Post a Comment